KLIKPOSITIF — Semangat efesiensi mesti tercermin dalam tata niaga pupuk bersubsidi seiring terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No 6 Tahun 2025.
“Hari ini, penyaluran pupuk bersubsidi diserahkan ke pasar. Mekanisme ini, akan membuat petani sulit dan rumit untuk mendapatkan faktor produksi tersebut,” ungkap Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Alex Indra Lukman dalam pernyataan tertulis, Rabu (19/2/2025).
Agar semangat efesiensi pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi dalam rangka mencapai ketahanan pangan yang tercantum dalam Asta Cita ke-2 Presiden Prabowo Subianto terwujud, Alex menilai, Badan Urusan Logistik (Bulog) bisa ditunjuk sebagai distributor dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai pengecer.
“Bulog itu, penugasannya menyerap hasil panen petani. Karena menyerap, artinya di setiap musim panen. Pada musim tanam, Bulog tentu bisa diajak untuk ikut berperan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi,” urai dia.
Untuk pengecer ke petani, tambahnya, pemerintah bisa memanfaatkan keberadaan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang telah dibentuk dengan memanfaatkan Dana Desa.
“Pemerintah tak perlu khawatir dengan tuduhan melakukan monopoli. Pupuk ini, harganya disubsidi negara, maka hak negara untuk mengatur, bagaimana cara mendistribusikannya,” terang Alex.
“Kalau barang tidak bersubsidi yang diatur sedemikian rupa tata niaganya, itu bisa jadi monopoli namanya,” tambah Ketua PDI Perjuangan Sumatera Barat itu.
Diketahui, Perpres Tata Kelola Pupuk Bersubsidi ini bertujuan untuk menjamin jenis, jumlah, harga, tempat, waktu, mutu, dan penerima pupuk bersubsidi yang tepat. Sedangkan pupuk bersubsidi itu yakni jenis Urea, Pupuk NPK, Pupuk organik, Pupuk SP 36, Pupuk ZA
Sebelumnya, penyaluran pupuk bersubsidi ini diserahkan pada swasta melalui mekanisme pasar. Tentunya, akan menyulitkan sekaligus membebani petani secara finansial.
“Sudah seharusnya, pemerintah tidak lagi membiarkan praktek dagang terjadi untuk barang yang disubsidi oleh pajak rakyat,” tegas dia. (*)