Harianjogja.com, JOGJA—Lembaga Statistik Turki (TurkStat) mencatat 4.460 kasus mengakhiri hidup di Turki pada 2024, rekor tertinggi yang dipengaruhi krisis ekonomi, tekanan sosial, dan minimnya akses layanan mental.
Data terbaru ini memperlihatkan adanya peningkatan signifikan dari 4.089 kasus mengakhiri hidup pada tahun 2023.
Seperti yang dilaporkan oleh Turkish Minute pada Jumat (14/11/2025), angka ini setara dengan 5,22 kematian per 100.000 penduduk, menjadikannya tingkat kasus mengakhiri hidup tertinggi yang pernah dicatat Turki hingga saat ini.
Analisis data menunjukkan bahwa isu terkait kesehatan menjadi penyebab yang paling sering dikutip, terhitung sebesar 25,2% dari total kasus. Namun, kesulitan finansial juga menjadi faktor dominan kedua dengan persentase 9%.
Tercatat total 402 orang meninggal karena mengakhiri hidup akibat alasan ekonomi, dengan mayoritas, yaitu 382 orang, adalah laki-laki. Menurut para ahli, salah satu faktor terbesar yang berkontribusi pada peningkatan kasus ini adalah ketidakstabilan ekonomi negara yang persisten. Sejak tahun 2018, Turki telah menghadapi krisis yang ditandai dengan inflasi tinggi, melemahnya nilai lira, dan meningkatnya angka pengangguran.
Meskipun telah dilakukan pengetatan moneter dalam beberapa tahun terakhir, dampaknya belum signifikan. Inflasi di Turki sempat mencapai puncaknya di atas 80% pada tahun 2022 dan terus memberikan tekanan berat pada anggaran rumah tangga. Selain itu, masalah kemiskinan di pedesaan dan utang rumah tangga juga semakin memburuk, terutama selama periode kontraksi ekonomi.
Kondisi ini menyebabkan banyak kasus mengakhiri hidup dikaitkan langsung dengan utang yang tidak terkendali atau kehilangan pekerjaan. Para analis berpendapat bahwa mekanisme dukungan publik yang tersedia saat ini gagal mengimbangi kebutuhan sosial yang terus meningkat di tengah kesulitan ini.
Peningkatan kasus juga menyoroti masalah kesehatan mental yang semakin terlihat di kalangan generasi muda. Sebuah laporan dari UNICEF sebelumnya mencatat adanya peningkatan sebesar 80% dalam kasus mengakhiri hidup remaja di Turki antara tahun 2018 dan 2022.
Angka ini mencerminkan meningkatnya keputusasaan di kalangan pemuda akibat tekanan pendidikan, prospek pekerjaan yang terbatas, dan ketidakpastian politik. Selain faktor ekonomi dan usia, kohesi sosial juga telah diuji oleh ketegangan politik serta trauma nasional besar, seperti gempa bumi dahsyat tahun 2023 di Turki selatan.
Kombinasi faktor pemicu stres yang kompleks ini, ditambah dengan terbatasnya akses terhadap layanan kesehatan mental, telah menciptakan lingkungan yang sulit bagi individu rentan untuk mendapatkan dukungan yang mereka butuhkan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

1 week ago
5
















































