Xiaomi Luncurkan Mobil Listrik Kedua, Sindir Apple yang Kalah Langkah

5 hours ago 3

Harianjogja.com, JAKARTA—Xiaomi secara resmi meluncurkan mobil listrik keduanya bulan lalu. Lei Jun, pendiri sekaligus pemimpin Xiaomi Corp., menyebut peluncuran itu merupakan tonggak penting yang menandai keberhasilan Xiaomi dalam mendiversifikasi bisnis ke sektor otomotif, suatu pencapaian yang bahkan gagal diraih oleh Apple Inc.

Kebanggaan Lei Jun bukan tanpa alasan. Xiaomi kini tercatat sebagai satu-satunya perusahaan teknologi yang berhasil menembus industri mobil listrik. Apple, meski telah menginvestasikan dana jumbo senilai US$10 miliar selama satu dekade terakhir, akhirnya memutuskan menghentikan ambisinya membangun mobil sendiri.

“Sejak Apple menghentikan pengembangan mobilnya, kami memberikan perhatian khusus kepada pengguna Apple,” ujar Lei, sembari menekankan bahwa pemilik iPhone tetap dapat menyinkronkan perangkat mereka dengan mobil Xiaomi secara mulus, Senin (7/7/2025).

Sindiran halus tersebut kemudian diikuti dengan unjuk kekuatan. Xiaomi mengumumkan telah menerima lebih dari 289.000 pesanan untuk SUV terbarunya hanya dalam satu jam setelah peluncuran. Angka itu melampaui pemesanan sedan listrik perdana mereka yang dirilis Maret 2024.

Keberhasilan Xiaomi di medan yang ditinggalkan Apple memperkuat reputasi Lei Jun, sekaligus menjadikan perusahaannya sebagai salah satu entitas dengan valuasi paling tinggi di China. Pencapaian ini juga mengguncang lanskap industri teknologi dan otomotif secara bersamaan.

BACA JUGA: PPATK: 571.400 Penerima Bansos Terindikasi Main Judi Online

Runtuhnya proyek ambisius Apple menandai keunggulan pendekatan Xiaomi yang lebih membumi. Mereka mengadopsi desain dari Tesla Inc. dan Porsche Automobil Holding SE, tetapi tetap setia pada prinsip keterjangkauan yang telah menjadikannya merek pujaan di kalangan Gen Z.

Xiaomi juga diuntungkan dengan peluncuran produk di China, negara dengan ekosistem kendaraan listrik paling matang di dunia.

Seperti dikutip Antara dari Bloomberg, Xiaomi memiliki keunggulan struktural yang tidak dimiliki Apple karena memperoleh dukungan subsidi, infrastruktur pengisian daya yang sudah mapan, serta rantai pasok yang siap pakai. Namun, Xiaomi menolak memberikan komentar resmi untuk ini.

Terlepas dari hal tersebut, karisma Lei dan kekuatan ekosistem Xiaomi tak bisa dikesampingkan. “Karisma, pengenalan merek, dan ekosistem Xiaomi punya pengaruh besar pada konsumen muda yang sudah mengisi rumah mereka dengan produk Xiaomi. Saat waktunya membeli mobil listrik, mereka secara alami memikirkan Xiaomi,” ujar Yale Zhang, Direktur Automotive Foresight yang berbasis di Shanghai.

Manufaktur mobil menghadirkan tantangan yang jauh lebih kompleks dan padat modal dibandingkan dengan ponsel atau peralatan rumah tangga.

Untuk sampai di titik ini, Xiaomi harus menguasai regulasi keselamatan, logistik global, dan produksi skala besar, sekaligus bersaing dengan pabrikan otomotif mapan yang memiliki lini produk luas dan pengalaman puluhan tahun.

Ekspansi internasional juga menuntut kemampuan navigasi lanskap geopolitik yang rumit. Sebagai salah satu raksasa teknologi pertama yang benar-benar memproduksi mobil, Xiaomi kini memasuki wilayah yang belum banyak dipetakan.

Kerek Produksi dan Rencana Ekspansi Global

Diversifikasi bisnis otomotif Xiaomi tak berhenti di peluncuran mobil listrik baru. Perusahaan ini tercatat menaikkan target pengiriman kendaraan listrik menjadi 350.000 unit pada 2025, dari sebelumnya 300.000 unit.

Kenaikan target didorong oleh permintaan tinggi terhadap model baru YU7 dan peningkatan kapasitas produksi. Harga awal sedan SU7 sebesar 215.900 yuan (sekitar US$30.100) dan SUV-nya di angka 253.500 yuan membuat keduanya menjadi alternatif kompetitif bagi Tesla Model 3 dan Model Y.

Mobil listrik Xiaomi juga mulai menunjukkan prospek keuangan yang menjanjikan. Perusahaan mencatat pendapatan kuartal pertama tertinggi sepanjang sejarah, didorong oleh penjualan mobil dan ponsel. Divisi kendaraan listrik diperkirakan mulai mencetak laba pada paruh kedua 2025, ujar Lei Jun dalam pertemuan dengan investor bulan Juni lalu.

Meski popularitas mobil listrik Xiaomi berpotensi melampaui basis penggemar setianya, skala produksinya masih tergolong kecil dibandingkan perusahaan otomotif lain.

BYD Co., merek mobil terbesar di China, menjual sekitar 4,3 juta unit EV dan mobil hibrida tahun lalu. Tesla menjual sekitar 1,78 juta kendaraan secara global, sementara Toyota Motor Corp., produsen mobil terbesar dunia, menjual sekitar 10,8 juta unit dengan portofolio sekitar 70 model berbeda.

Menurut Zhang dari Automotive Foresight, Lei tampaknya belum memprioritaskan pasar massal dengan harga jual di bawah US$20.000. Segmen harga inilah yang mendorong volume penjualan besar yang kini dikuasai oleh BYD.

Zhang berpandangan mobil Xiaomi berisiko mengalami stagnasi seperti Tesla. Perusahaan besutan Elon Musk itu menghadapi penurunan penjualan akibat basis konsumen yang terbatas dan portofolio model yang sempit.

Tanpa lini produk di kelas harga tersebut, Xiaomi kini hanya menjadi pilihan niche bagi konsumen menengah ke atas.

Kendati demikian, Lei tampak terdorong oleh pencapaian awal Xiaomi dan mulai melirik ekspansi global. Ia menyatakan pekan lalu bahwa Xiaomi akan mempertimbangkan untuk mulai menjual mobil di luar China mulai 2027.

Terlepas dari prospek ini, pasar otomotif tidaklah lagi sama. Uni Eropa, AS, dan Turki telah menetapkan tarif impor terhadap mobil listrik asal China. Namun menurut laporan media China 36Kr pada April lalu, Xiaomi tetap berniat membangun pusat R&D di Munchen dan mempertimbangkan uji pasar di Jerman, Spanyol, dan Prancis pada waktu yang dianggap tepat.

“Xiaomi memang datang terlambat ke industri otomotif. Namun dalam pasar yang didorong oleh teknologi, inovasi, dan meningkatnya pengaruh global budaya mobil listrik China,“selalu ada peluang bagi mereka yang datang belakangan,” kata Lei pada Juni.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber : Bisnis.com

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news