Ilustrasi anak/anak mengukur tinggi badan. / Freepik
Harianjogja.com, GUNUNGKIDUL—Pemkab Gunungkidul menaikkan alokasi anggaran di APBD 2025 untuk penanganan stunting hingga Rp3 miliar. Naiknya alokasi anggaran tersebut Pemkab harapkan dapat menurunkan angka stunting hingga 13%.
Kepala Badan Perencanaaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gunungkidul, Mohamad Arif Aldian mengatakan sumber pendanaan penanganan stunting terbagai menjadi dua, APBD dan non-APBD.
Pada APBD 2024 Pemkab mengalokasikan Rp42,6 miliar dan 2025 sebesar Rp45,6 miliar. Ada kenaikan Rp3 miliar. Adapun sumber non-APBD mencakup Dana Alokasi Khusus (DAK), APBN, Dana Keistimewaan 2024 sebesar Rp10,6 miliar dan 2025 sebesar Rp12,8 miliar. Ada kenaikan Rp2,2 miliar.
Dengan begitu total alokasi penanganan stunting di Gunungkidul pada 2024 mencapai Rp53,2 miliar dan 2025 menyentuh Rp58,5 miliar.
Dari alokasi tersebut, Pemkab menargetkan angka stunting turun di angka 13% pada 2025. Adapun angka stunting sejak 2021 hingga 2024 secara berurutan, yaitu 20,6%; 23,5%; 22,2%; dan 14,37%.
Disinggung ihwal proyeksi stunting tahun depan dengan mempertimbangkan dampak program makan bergizi gratis, Arif mengaku belum dapat menyampaikannya. Dia masih menunggu petunjuk teknis pelaksanaan program tersebut.
“Kami harap angka stunting turun menjadi 13% tahun depan dengan keterlibatkan semua stakeholder alam aksi konvergensi dan inovasi baik melalui dukungan alokasi anggaran dari APBD, APBD DIY, APBN maupun sumber penbiayaan nonpemerintah untuk intervensi sensitif, intervensi spesifik maupun koordinatif,” kata Arif dihubungi, Kamis (19/12/2024).
Sementara itu, Sekretaris Daerah Gunungkidul, Sri Suhartanta mengatakan salah satu hal paling penting dalam upaya penurunan angka stunting adalah pemantauan hasil penimbangan bayi setiap bulan di setiap wilayah Posyandu.
Pemantauan tersebut dilakukan menggunakan sistem pencatatan dan pelaporan hasil penimbangan balita melalui balok SKDN.
Diketahui, dalam SKDN ada empat poin yang dicatat. S adalah jumlah balita yang ada di wilayah Posyandu; K adalah jumlah balita yang terdaftar dan yang memiliki KMS; D adalah jumlah balita yang datang ditimbang bulan ini; dan N adalah jumlah balita yang naik berat badanya.
“Kalau di per S itu pendekatannya selain intervensi gizi spesifik dan sensitif, juga penimbangan akurat lewat antropometri,” katanya.
Menurut Suhartanta, program makan bergizi gratis seharusnya dapat memperbaiki gizi pada bayi, termasuk anak-anak.
Sementara itu, Komandan Kodim 0730/Gunungkidul, Letkol Inf Roni Hermawan menilai program makan bergizi gratis akan menyasar bukan hanya pelajar SD hingga SMA/SMK tetapi juga ibu hamil. Kodim mencatat ada 120.000 sasaran program tersebut di Gunungkidul pada 2025.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kelurahan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Gunungkidul, Sujarwo mengatakan Gerakan Serentak Pemantauan Tumbuh Kembang Balita yang digelar pada Juni 2024 menghasilkan angka prevalensi sementara angka stunting sebesar 17,02%.
Namun demikian, gerakan yang sama digelar pada Agustus 2024 menghasilkan angka prevalensi 14,37%. Angka ini didapat setelah data yang ada melalui proses optimalisasi validasi data. “Gerakan tersebut dilakukan melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan di Posyandu. Itu bukan gerakan serentak intervensi, tapi gerakan serentak pemantauan tumbuh kembang balita melalui pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan di Posyadu,” kata Sujarwo.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News