Di Tengah Sukacita Pengangkatan PPPK Parah Waktu, Sri Rahmadani Terancam Ditinggalkan Harapan

6 hours ago 4

Exhibition Scoopy x Kuromi - Klikpositif

KLIKPOSITIF- Harapan itu seharusnya menjadi penutup manis dari lebih satu dekade pengabdian. Namun bagi Sri Rahmadani, kenyataan justru terasa getir. Perempuan yang telah belasan tahun mengabdi sebagai tenaga honorer kependidikan di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatera Barat, kini terancam gagal diangkat sebagai Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Paruh Waktu.

Di saat rekan-rekan seperjuangannya bersiap menyambut hari bahagia pengangkatan PPPK Paruh Waktu yang dijadwalkan Selasa (30/12/2025), Sri justru diminta menandatangani surat pengunduran diri-tanpa alasan yang jelas.

“Jujur saya sangat sedih. Saya diminta menandatangani surat pengunduran diri, padahal saya tidak pernah melakukan pelanggaran disiplin selama menjadi honorer,” ungkap Sri Rahmadani dengan suara tertahan, Senin (29/12/2025).

Didampingi penasihat hukumnya, Arif Yumardi, ST, SH, MH, di Kantor Hukum Veritas Law Firm, Painan, Sri menceritakan kegundahan yang ia rasakan. Perempuan ibu tiga anak itu telah mengabdi sejak 2 Februari 2012, berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan Nomor 420/25/Set.1/II/2012.

Lebih dari 15 tahun bekerja sebagai tenaga kependidikan, Sri bahkan telah dinyatakan lulus sebagai PPPK Paruh Waktu. Seluruh tahapan administrasi telah dilalui. Namun, semua itu seolah runtuh seketika ketika ia diminta mengundurkan diri.

Sri menduga, permintaan itu berkaitan dengan persoalan rumah tangganya. Ia mengaku sempat melaporkan suaminya ke kepolisian karena dugaan penelantaran anak.

“Saya diminta mencabut laporan di kantor polisi. Suami saya sudah dua tahun tidak pulang, lalu saya tahu dia menikah siri dengan perempuan lain. Saya hanya memperjuangkan hak anak-anak saya,” ungkapnya lirih.

Bagi Sri, persoalan rumah tangga seharusnya tidak menjadi alasan untuk menghapus rekam jejak pengabdian yang telah ia jalani bertahun-tahun. Ia pun meminta keadilan kepada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan serta Pemerintah Daerah Pesisir Selatan.

“Saya menilai penandatanganan pengunduran diri ini tidak sesuai prosedur. Karena itu, melalui penasihat hukum, saya sudah melapor ke Ombudsman dan akan mengajukan gugatan ke PTUN Padang,” terangnya.

Penasihat hukum Sri Rahmadani, Arif Yumardi, menilai tindakan tersebut sarat kejanggalan dan berpotensi cacat hukum. Menurutnya, kliennya tercatat resmi sebagai tenaga honorer paruh waktu dan telah mengikuti seluruh tahapan pemberkasan PPPK Paruh Waktu tahun 2025.

“Kami telah melayangkan laporan pengaduan ke Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Barat pada 17 Desember 2025. Klien kami memenuhi seluruh syarat administrasi, dan tidak pernah melakukan pelanggaran,” tegas Arif.

Ia menambahkan, jika benar persoalan ini berkaitan dengan laporan kliennya terhadap suaminya di kepolisian, maka hal tersebut sama sekali tidak memiliki relevansi dengan status honorernya.

“Masalah rumah tangga tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian. Klien kami tidak melanggar etika maupun aturan kedinasan. Bahkan, kami menduga adanya unsur intimidasi oleh oknum pejabat,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Pesisir Selatan, Salim Muhaimin, membantah bahwa pemberhentian tersebut dilakukan tanpa prosedur.

“(Kami) ada surat pengunduran dirinya,” terang Salim singkat.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai dugaan adanya tekanan atau intimidasi terhadap Sri Rahmadani, pihaknya belum memberikan penjelasan secara rinci.

Kini, di tengah gegap gempita pengangkatan PPPK Paruh Waktu, Sri Rahmadani hanya berharap satu hal, yaitu keadilan. Karena pengabdian hidupnya di dunia pendidikan, selama tanpa kepastian masa depan. Namun, setelah ada harapan itu. Hal itu, seakan sirna seperti debu ditiup angin.

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news