Kegiatan tari balet. - Istimewa.
Harianjogja.com, JOGJA—Balet tidak hanya sekadar tarian. Penari balet bisa menuangkan seluruh emosinya melalui gerakan. Theballetid menjadi ruang anak-anak hingga orang tua untuk belajar tarian klasik ini.
Kalau ada anak yang tidak bisa diam, mungkin Yemina Lanny Kristian salah satunya. Saat kecil, dia anak yang senang bergerak. Terlebih saat melihat tantenya yang hobi menari latin, Lanny seakan menemukan dunianya.
Kecintaan pada menari mulai tertanam dan tumbuh di jiwa Lanny. Banyak jenis tarian yang dia pelajari, termasuk modern dance. Eksplorasi tari membawa Lanny berkenalan dengan balet pada tahun 1992, saat dia masih sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP). Zaman itu di Jogja belum ada sekolah balet.
“Orang tua inisiatif ngasih aku kegiatan yang menunjang, mungkin kalau udah capek terus tidur,” kata Lanny, saat ditemui di Studio theballetid, Galeria Mal, Kota Jogja, Rabu (5/12/2024). “Orang tua nemu [pelatihan tari balet] di tempat cucunya seniman Affandi, dia ngajar di galerinya Affandi. Dia belajar balet di Prancis, buka pelatihan iseng-iseng, abis itu dia enggak ngajar.”
Lanny hanya sebentar belajar balet di Jogja. Untuk tetap bisa menyalurkan hobinya, dia masuk sekolah balet di Semarang. Hari demi hari, Lanny rasanya semakin senang dengan balet. Meski pernah cedera saat hendak ujian, namun nyatanya dia tetap menekuni seni yang kemudian hari akan menjadi jalan hidupnya.
“Balet itu enggak tahu ya, kalau nari balet rasanya bikin lupa, lagi sedih bisa diungkapin, enggak cuma menari doang. Balet lebih ke ngungkapin isi hati juga, ekspresikan keceriaan hingga kesedihan,” katanya.
Dari Belajar ke Mengajar
Lanny suka menari. Di sisi lain, dia juga senang mengajar. Lanny sering mengajari anak-anak menari, baik saat di gereja maupun di komunitas lain. Dua hobi itu semakin mendapat ruang di tahun 2000, saat Lanny mendapat tawaran untuk mengajar tari balet di sebuah salon sekitar Tamansiswa, Kota Jogja.
Kegiatan mengajarnya sempat berjeda saat Lanny menikah dan pindah ke Australia. Di negeri kanguru itu, dia juga mengajar balet untuk orang-orang Indonesia. Pelatihan balet terjeda lagi saat Lanny fokus mengurus anak. “Terus balik ke Indonesia, nunggu anak gede mulai ngajar lagi tahun 2015, dari lima orang muridnya. Awalnya ikut studio sepupu, terus fokus buka sendiri tahun 2018 dengan nama theballetid Jogja,” kata perempuan berusia 43 tahun ini.
Dari lima orang, informasi sekolah balet milik Lanny menyebar secara gethok tular. Promosi juga semakin efektif dengan tampil di mal. Banyak yang melihat, kemudian tertarik bergabung ke theballetid. Sekarang, ada sekitar 210 murid yang belajar balet di tempat Lanny. Kurikulum di sekolah ini menggunakan Royal Academy of Dance (RAD) yang berbasis di London.
Materi pembelajaran disesuaikan dengan usia murid. Minimal usia untuk bergabung ke theballetid yaitu 2,5 tahun. Di usia 2,5 hingga 4 tahun, materi masih semacam simulasi balet dan permainan. Semakin tinggi tingkatnya, semakin kompleks materi balet yang diberikan.
Agar menjaga konsistensi dan kesenangan anak pada balet, Lanny dan pengajar lainnya menyandingkan latihan dan permainan. “Aku lihat situasi kondisi (sikon), kalau misal anaknya lagi ujian di sekolah, bete capek, pengen nari, kalau dikasih yang berat nanti tambah stres. Kita lebih ke fleksibel dengan sikon, lebih ke fun, setelah diberi aktivitas fun misal dance K-Pop, baru mulai yang fokus balet lagi,” katanya.
Balet dan Manfaatnya
Tarian balet mungkin terlihat sederhana. Para penarinya juga terlihat anggun dan cantik dengan segala kostumnya. Namun di balik gerakan yang terlihat ‘santai’ itu, perlu usaha yang cukup keras. Lanny mengatakan semenit menari balet sudah bikin penari berkeringat dan ngos-ngosan. Di balik segala keanggunannya, kaki-kaki para balerina mirip dengan para pemain sepak bola.
Dia juga beranggapan bahwa proses latihan balet bisa berdampak pada kedisiplinan hingga daya juang anak. Saat latihan, setiap gerakan balet perlu diselesaikan dengan sempurna. “Itu yang bikin anak-anak disiplin,” kata Lanny, Principal theballetid. “[Kebiasaan menyelesaikan gerakan bisa menjalar ke] menyelesaikan sesuatu, menyelesaikan masalah.”
Untuk setiap anak didiknya, Lanny juga menekankan untuk memiliki tujuan di setiap tahapannya. Akan berbeda anak yang berlatih sekadar untuk hobi dan yang punya tujuan semisal kompetisi atau lulus ujian. Salah satu kesenangan Lanny saat mengelola theballetid, ketika melihat anak didiknya tumbuh dan berkembang. Misal, beberapa anak didiknya sudah memenangkan kompetisi balet di Jakarta.
Melalui sekolahnya, Lanny berharap semakin banyak orang tahu dan suka balet. Seperti moto theballetid berupa New Ballet Experience, dia ingin banyak orang memiliki pengalaman dengan tari balet. “Siapa tahu ke depan, anak-anak yang sekarang belajar di sini, bisa bikin sekolah dan memunculkan generasi yang sama seperti saya, dengan membuat sekolah balet,” kata Lanny.
Membahas balet, pernah ada kalimat yang menyatakan bahwa, ‘Kita perlu setidaknya sekali seumur hidup menonton pertunjukkan balet.’ Meski ternyata, tidak hanya menonton, beberapa orang justru memilih berlatih balet, meski usianya sudah senior. Di theballetid, ada peserta pelatihan balet yang usianya sudah 55 tahun.
“Dulu mungkin enggak kesampaian [belajar balet]. Ada juga yang udah punya cucu ikut balet,” katanya. “[Belajar balet] enggak cuma nari doang. Balet lebih ke ngungkapin isi hati juga, ekspresikan keceriaan hingga kesedihan.”
Pelatih dan Murid
Rutinitas hobi kadang kala bertemu dengan kebosanan. Tidak terkecuali para anak didik di theballetid. Lanny perlu menggunakan banyak pendekatan, agar mereka bisa keluar dari kebosanan, mengisi ulang dayanya.
Tidak jarang dia mengajak anak didik untuk bermain di luar studio. Kegiatannya bisa nongkrong di café atau sejenisnya. “Cukup perjuangan saat ngajar yang remaja, pada baru mulai gede. Saya punya anak cowok semua, suka [main] sama anak [didik yang] cewek, [mereka udah] nganggep saya kaya mamah,” katanya.
Kedekatan ini membuat hubungan tidak hanya sebatas pelatih dan anak didik, namun sudah seperti keluarga. Lanny berusaha menerapkan pengetahuan dan pengalamannya untuk para anak didik. Misalnya merekomendasikan anak didiknya untuk mengambil registered teacher di Royal Academy of Dance (RAD). Dahulu, saat Lanny awal-awal belajar balet, tidak ada orang yang memberi tahu atau mengajaknya mengambil sertifikasi itu. Saat itu, informasi tentang balet di Jogja masih cukup minim.
“Murid-murid di sini kami arahkan ke sana. Ada beberapa murid [yang sedang proses menuju registered teacher RAD,” katanya. “Ada murid yang belajar balet di sini Sejak 2015, masih bertahan sampai sekarang, sekarang mau SMA, usianya 15 tahun. Semoga saat usia 17 tahun bisa wisuda di London.”
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News