Para penulis menegaskan pentingnya menjaga keaslian karya dalam proses alih wahana ke medium audio visual. - Istimewa.
Harianjogja.com, JOGJA—Para penulis menegaskan pentingnya menjaga keaslian karya dalam proses alih wahana ke medium audio visual. Isu ini dibahas dalam talkshow MTN Market di JAFF Market 2025 bertajuk Write, Camera, Action! Plot Twists in Adaptation di JAFF Market, Minggu (30/11/2025).
Saat ini sedang tren, sebuah percakapan mendalam tentang bagaimana karya sastra dan budaya menjelma menjadi karya audiovisual yang kuat an relevan.
Diskusi ini merupakan program Manajemen Talenta Nasional (MTN) Seni Budaya Kementerian Kebudayaan Indonesia, sebagai upaya memperkuat kapasitas kreator serta membuka akses pasar bagi talenta nasional. Tiga penulis lintas medium ternama, Dee Lestari, Reda Gaudiamo dan Felix K Nesi dihadirkan dalam diskusi.
Dee Lestari mengatakan dalam proses alih wahana memang butuh proses dan dinamika. Sebagai penulis, ada rasa penasaran hingga cemas akan nasib cerita yang ditulisnya akan berubah bentuk. Karena pada dasarnya sebagian besar seniman atau penulis selalu ingin memproteksi karyanya.
Akan tetapi pihaknya memahami bahwa alih wahana merupakan pengalihan sebuah karya seni dari satu medium ke medium lainnya dengan perlakuan dan pendekatan berbeda.
"Menurut saya kedewasaan kami sebagai seniman sangat dibutuhkan dalam proses adaptasi tersebut," katanya.
Adapun alih wahana dari karya tulis ke medium lain tersebut lebih banyak ke bentuk audio visual seperti film, serial. "Formt yang paling digemari dan populer audio visual," ujarnya.
Reda Gaudiamo sepakat bahwa penulis sebisa mungkin mengupayakan karya tidak terlalu banyak berubah dalam proses alih wahana. Ia mencontohkan ketika film Na Willa yang merupakan alih wahana dari buku karyanya, dirinya berperan dalam memantau karakter percakapan. Oleh karena itu sempat terjadi revisi sebanyak empat kali karena dalam proses alih wahanan belum sepenuhnya seperti yang ditulis di buku.
"Mungkin hampir 90 persen ucapan Na Willa di buku diadopsi ke film. Kalau anak-anak maka kata-kata yang diucapkan di film juga harus merepresentasikan dia anak, saya memberikan masukan. Bahkan sempat ada empat kali revisi, sekarang yang dipakai versi kelima," katanya.
Reda juga menyoroti tentang sensor film yang erat kaitannya dengan kebebasan kreativitas. Harapannya tentu tidak banyak karya yang dipangkas dari naskah asli dari penulisnya. Meski dibutuhkan kedewasaan penonton, bahwa setiap orang punya parameter tersendiri untuk memilih mana yang baik dan buruk.
"Jika itu diregulasi dengan bijak tanpa mengorbankan nilai yang sifatnya norma penting dalam masyarakat tentu masalah ini tidak akan terjadi," katanya.
Felix K menyoroti penulis adalah orang yang terbiasa bekerja sendiri. Kondisi ini seringkali membuat agak susah berkolaborasi. Oleh karena itu ia mendorong agar penulis tetap harus berkolaborasi. "Karena menulis di kamar beda dengan menulis film," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

1 hour ago
2

















































