Foto ilustrasi banjir di Sumatera, dibuat menggunakan Artificial Intelligence.
JAKARTA—Bencana hidrometeorologi di Sumatera pada akhir November hingga awal Desember 2025 bukan kejadian mendadak, karena Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan cuaca ekstrem delapan hari sebelum bencana terjadi di sejumlah wilayah rawan.
Fakta bahwa dampak bencana di Sumatera tetap besar menunjukkan bahwa tantangan utama bukan pada akurasi prakiraan cuaca, melainkan pada bagaimana informasi tersebut diterjemahkan menjadi kesiapsiagaan nyata di tingkat lokal. Namun di sisi lain, peristiwa ini juga menjadi pengingat bahwa warga tidak boleh mengabaikan peringatan BMKG, sekalipun cuaca masih terlihat normal.
Fenomena Tropis Terdeteksi Sejak Awal
Kepala BMKG Teuku Faisal menjelaskan bahwa fenomena tropis yang memicu hujan ekstrem di Sumatera sudah terdeteksi sejak fase awal pembentukan atmosfer. “Tropis Senyar itu sudah bisa kita prediksi sekitar delapan hari sebelum proses pembentukan siklon,” kata Teuku Faisal dalam keterangan pers pada 1 Desember 2025.
Menurut Teuku Faisal, peringatan dini BMKG tidak hanya disampaikan satu kali. BMKG mengeluarkan peringatan secara berlapis kepada pemerintah daerah di wilayah berisiko tinggi, seperti Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat, masing-masing delapan hari, empat hari, dan dua hari sebelum kejadian. “Warning sudah kami keluarkan delapan hari sebelumnya, diulang lagi empat hari sebelumnya, kemudian dua hari sebelumnya,” ujarnya.
Dengan jeda waktu tersebut, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dinilai memiliki ruang yang cukup untuk melakukan mitigasi bencana hidrometeorologi, mulai dari pemetaan wilayah rawan berbasis kajian BMKG, penyiapan rencana kontingensi, kesiapan tempat pengungsian, hingga penguatan koordinasi antara pemerintah daerah, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).
BMKG juga telah menyampaikan peringatan resmi kepada pemerintah daerah. Namun, respons di lapangan dinilai lambat, sehingga dampak bencana menjadi lebih besar.
BNPB dan Pemerintah Siapkan Langkah Antisipasi
Sejalan dengan kondisi tersebut, BNPB mengirimkan briefing resmi kepada BPBD provinsi, pemerintah provinsi, dan pemerintah daerah terkait potensi banjir bandang dan longsor pada Desember 2025. Briefing tersebut disusun berdasarkan data BMKG, Kementerian Pekerjaan Umum, Badan Informasi Geospasial (BIG), serta Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Dalam dokumen tersebut, BNPB mengidentifikasi provinsi dengan potensi banjir tinggi, antara lain Bangka Belitung, Banten, Jawa Barat, Kalimantan Barat, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Maluku, dan Papua Tengah. Pemerintah daerah diminta meningkatkan kesiapsiagaan hingga tingkat kabupaten dan kota.
BNPB juga menegaskan bahwa peta risiko bencana nasional dapat diakses publik melalui InaRISK BNPB di laman inarisk.bnpb.go.id, yang memuat informasi tingkat bahaya dan kerentanan wilayah. Data ini diharapkan menjadi rujukan utama dalam perencanaan mitigasi bencana.
Di tengah krisis iklim global, BMKG memperkirakan cuaca ekstrem akan semakin sering terjadi. Risiko tersebut diperparah oleh alih fungsi hutan dan degradasi lingkungan yang menurunkan daya dukung alam. Karena itu, pemerintah daerah didorong merespons setiap peringatan dini BMKG secara cepat dan terukur, sementara pemerintah pusat diminta memastikan dukungan anggaran dan sumber daya mitigasi yang memadai.
Daftar Wilayah yang Diprediksi Rawan Bencana
BMKG menekankan bahwa peringatan cuaca ekstrem bukan sekadar informasi teknis, melainkan sinyal kesiapsiagaan. Bagi masyarakat, peringatan ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menyesuaikan aktivitas harian, meningkatkan kewaspadaan saat hujan lebat, serta mempersiapkan langkah darurat apabila kondisi cuaca memburuk.
Berdasarkan prakiraan iklim dan potensi banjir bulanan BMKG untuk periode Desember 2025 hingga Januari 2026, sejumlah wilayah berikut diperkirakan memiliki risiko tinggi bencana hidrometeorologi.
- Sumatera
BMKG memprakirakan hujan lebat masih berpotensi terjadi di wilayah barat dan utara Sumatera hingga Januari 2026. Daerah seperti Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat, serta sebagian wilayah Sumatera Selatan perlu mewaspadai banjir dan tanah longsor. Risiko meningkat di kawasan perbukitan, daerah aliran sungai, serta wilayah dengan tutupan hutan yang telah berkurang, sehingga daya serap tanah terhadap curah hujan tinggi semakin menurun.
- Jawa dan Bali
Pulau Jawa dan Bali diperkirakan mengalami curah hujan tinggi hingga sangat tinggi, terutama pada periode Natal dan Tahun Baru 2025/2026. BMKG mengingatkan potensi banjir perkotaan, genangan luas, serta longsor di wilayah selatan Jawa dan kawasan pegunungan. Kepadatan penduduk dan intensitas aktivitas akhir tahun membuat wilayah ini membutuhkan kewaspadaan ekstra saat peringatan cuaca ekstrem dikeluarkan.
- Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur
Di wilayah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, BMKG mencatat potensi hujan musiman yang dapat memicu banjir bandang, terutama di daerah aliran sungai kecil dan wilayah yang sebelumnya kering. Perubahan cuaca yang relatif cepat di kawasan ini berpotensi menimbulkan bencana secara mendadak jika kewaspadaan masyarakat tidak ditingkatkan.
- Kalimantan
Sebagian besar wilayah Kalimantan diperkirakan masih berada dalam fase musim hujan sepanjang Desember 2025 hingga Januari 2026. BMKG menyoroti potensi banjir di dataran rendah serta luapan sungai besar dan anak sungainya. Wilayah permukiman di sekitar bantaran sungai menjadi area paling rentan terdampak hujan dengan intensitas tinggi yang berlangsung dalam durasi panjang.
- Sulawesi
BMKG mengidentifikasi peningkatan risiko cuaca ekstrem di sejumlah wilayah Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Curah hujan lebat di kawasan ini berpotensi memicu banjir dan longsor, terutama di wilayah pegunungan, daerah dengan lereng curam, serta kawasan permukiman yang berada dekat sungai dan alur air.
- Maluku dan Papua
Wilayah timur Indonesia, termasuk Maluku dan Papua, khususnya Papua Selatan, diperkirakan mengalami peningkatan intensitas hujan pada periode Desember 2025 hingga Januari 2026. Kondisi geografis yang didominasi perbukitan dan keterbatasan akses di sejumlah daerah membuat potensi dampak bencana di wilayah ini perlu diantisipasi sejak dini melalui kewaspadaan masyarakat dan kesiapan lokal.
Rangkaian peristiwa ini menegaskan bahwa peringatan dini BMKG, data risiko BNPB, dan arahan kebijakan pemerintah sudah tersedia. Tantangan terbesarnya kini adalah memastikan seluruh informasi tersebut benar-benar diterjemahkan menjadi tindakan mitigasi nyata, agar bencana hidrometeorologi di Sumatera tidak kembali terulang di wilayah lain dengan pola kegagalan yang sama. (Advertorial)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

11 hours ago
5
















































