Mobil All New Ertiga Hybrid Cruise yang dipamerkan di Indonesia International Motor Show (IIMS) 2024 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Sabtu. ANTARA - Putri Hanifa.
Harianjogja.com, JOGJA—Sejumlah produsen otomotif asal China mulai mengubah strategi untuk menghadapi tarif tinggi Uni Eropa (UE) terhadap mobil listrik impor. Salah satu langkah yang ditempuh adalah membangun fasilitas produksi lokal serta meningkatkan fokus pada kendaraan hybrid.
BACA JUGA: Sleman Culture Festival Ditutup dengan Pesta Kembang Api
Carnewschina, Minggu (24/8/2025) mengungkapkan mobil hybrid dinilai lebih aman dari kebijakan tarif. Pasalnya, hanya sebagian kecil model yang dikenakan bea tambahan. Selain itu, popularitas kendaraan hybrid di pasar Eropa semakin meningkat. Sehingga ada dorongan pasar Eropa untuk mengimpor jenis kendaraan ini dari China.
BYD tercatat mendaftarkan lebih dari 20.000 unit mobil plug-in hybrid (PHEV) di UE sepanjang semester pertama 2025, melonjak lebih dari tiga kali lipat dibanding total impor pada 2024. Hal serupa juga dilakukan MG dan Lynk & Co yang menggenjot distribusi PHEV ke Eropa.
Perbedaan bea masuk antara kendaraan listrik murni (EV) dan hybrid sangat signifikan. Setiap EV BYD yang dijual di Jerman dikenakan tarif dasar 10% ditambah tarif khusus 17%, sehingga total 27%.
Untuk model populer BYD Atto 3, bea tambahan ini bisa menambah harga hingga sekitar 10.000 euro (Rp 191,5 juta). Sebaliknya, PHEV seperti BYD Seal U hanya dikenakan bea masuk 10%, atau sekitar 3.999 euro (Rp 76,5 juta). Sementara, produsen mobil merek MG, yang menghadapi tarif tertinggi UE hingga 45,3%. Dampaknya, penjualan mobil listrik MG di Eropa anjlok 60% dalam enam bulan pertama 2025. Namun, pendaftaran model hybrid, seperti MG HS, MG ZS, dan MG 3 justru meningkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News