Suasana Workshop Tari Saman di Kompleks Museum Benteng Vredeburg, Kota Jogja, Selasa (26/11/2024). - Sirojul Khafid
JOGJA—Belasan orang antusias belajar tari saman di Kompleks Museum Benteng Vredeburg, Kota Jogja, Selasa (26/11/2024). Workshop tari saman ini menjadi bagian dari Indonesia Intangible Cultural Heritage (ICH) Festival 2024 yang diinisiasi Kementerian Kebudayaan. Indonesia ICH Festival berlangsung dari 23 November hingga 10 Desember 2024 dengan beragam agenda, mulai dari workshop, sarasehan, pementasan, serta pameran.
Dalam workshop tari saman, Musdiansyah Lingga sebagai pemateri berbagi ilmu tentang tarian tradisional dari daerah asalnya di Aceh Tengah tersebut. Dia memulai materi dari sejarah hingga meluruskan kekeliruan yang ada di masyarakat terkait dengan tari saman. Musdian menganggap masyarakat umum berpikir bahwa tari saman yang sering muncul di media sosial, berupa pemain para perempuan dengan berbagai alat musiknya.
“Banyak kerancuan, dari daerah asalnya, penari saman kebanyakan anak laki-laki, [misalpun ada penari] perempuan jumlahnya tidak banyak, karena perlu speed ekstra,” kata Musdian, Selasa. “Ada yang menganggap tari saman menggunakan alat nasyid [semacam perkusi], itu bukan saman. Tari saman yang asli tanpa alat musik, hanya alat di tubuh berupa tangan dan paha, tanpa musik, tetapi menggunakan syair [yang diucapkan].”
Di samping itu, penari saman menggunakan baju khas Aceh Tengah, khususnya Suku Gayo. Nama bajunya yaitu Kerawang yang terdiri dari kata ‘ker’ dan ‘rawang’. Secara umum, ‘ker’ bermakna berpikir, sementara ‘rawang’ berarti menerawang. Sehingga makna baju Kerawang kira-kira berpikir sekaligus menerawang, spontanitas pada fenomena alam semesta.
Sementara secara filosofis, tari saman merupakan wujud dari harmonisasi antarmanusia, menggambarkan kekompakan, keberanian, kebersamaan, serta gotong-royong. “Saman juga sebagai media dakwah, yang terlihat dari syair-syairnya. Mari menjaga kebudayaan bersama agar tetap lestari,” kata laki-laki berusia 25 tahun tersebut.
Salah satu peserta workshop, Jilas Rauf Balian Reka mengaku pelajaran tersebut baru pertama kali dia ikuti. Sebelumnya, dia hanya melihat pentas tari saman saat sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Saat ini, dia merasa tertarik untuk bisa mempraktikkan tari saman. “Tertarik cara kerja [tari saman sampai] bisa sekompak itu, apalagi bareng-bareng,” kata laki-laki berusia 16 tahun siswa SMA 10 Jogja tersebut.
BACA JUGA: Tampilkan Sinta Suci, Dalang Remaja asal Sleman Pukau Pengunjung Indonesia ICH Festival
Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Fadli Zon, hadir dan membuka serangkaian Indonesia IHC Festival di Jogja. Acara ini sebagai perayaan 13 Warisan Budaya Takbenda Indonesia yang sudah diakui UNESCO. Seluruhnya yaitu Wayang, Keris, Batik, Pendidikan dan Pelatihan Batik, Angklung, Tari Saman, Noken, 3 Genre Tari Bali, Pinisi, Pencak Silat, Pantun, Gamelan, dan Budaya Sehat Jamu.
Warisan Budaya Takbenda menjadi bukti peradaban bangsa yang harus masyarakat Indonesia rawat bersama. Melalui Indonesia ICH Festival, masyarakat tidak hanya merayakan keberagaman budaya Indonesia, tetapi juga menegaskan kepada dunia bahwa budaya Indonesia hidup dan berkembang di tengah masyarakat, bahkan dunia. Maka tidak berlebihan apabila Indonesia mampu menjadi Ibukota Budaya Dunia, dengan segala kekayaannya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News