Anggota Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Jogja Siti Roswati Handayani saat memberikan paparan sekaligus menunjukkan maskot Pilkada Kota Jogja di KPU Kota Jogja, Rabu (6/11/2024). - Harian Jogja/Alfi Annissa Karin
Harianjogja.com, JOGJA—Sejumlah anggota Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Jogja mendatangi kantor KPU Kota Jogja, Rabu sore (6/11/2024). Mereka bermaksud menyampaikan keresahan terkait dengan maskot Pilkada Kota Jogja yang dinilai bias gender.
Anggota Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Jogja Siti Roswati Handayani mengatakan maskot Pilkada Kota Jogja tidak deal gender. Maskot menurutnya hanya menunjukkan citra seorang laki-laki.
Bagi Roswati maskot saat ini tak mewakili keberadaan gender perempuan. Dia menuturkan pandangan ini tak hanya hadir dari anggota forum saja. Sebelumnya, Roswati mengatakan telah melakukan jejak pendapat pada 60 orang yang terdiri dari laki-laki dan perempuan. Hasilnya, sebagian besar mengatakan maskot Pilkada Kota Jogja mencitrakan sosok maskulin. "Dari pandangan kami itu dikuatkan oleh pandangan oleh beberapa masyarakat yang kita tanya, yang kita tanya laki-laki dan perempuan," ujar Roswati saat ditemui di KPU Kota Jogja, Rabu (6/11/2024).
Menurut Roswati, bagi sebagian orang bisa saja tak menyadari terjadinya bias gender pada maskot Pilkada Kota Jogja ini. Padahal maskot menjadi salah satu media untuk membentuk perspektif masyarakat. Di sisi lain, pengarusutamaan gender juga sudah gencar digaungkan sejak 2000. Sudah seharusnya, maskot Pilkada juga mengakomodir citra gender laki-laki dan perempuan. Apalagi, Roswati mengatakan pemilih paling banyak merupakan perempuan. "Masyarakat Jogja juga perempuannya lebih banyak. Harapan kami maskot juga bisa menggambarkan perempuan, bukan hanya menggambarkan jenis kelamin tertentu," imbuhnya.
Sebagai langkah tindak lanjut, Forum Perempuan Peduli Pilkada Kota Jogja meminta maskot Pilkada dicabut dari peredaran. Termasuk dalam berbagai publikasi di platform digital. Roswati juga meminta KPU Kota Jogja untuk mengakui serta meminta maaf kepada masyarakat atas maskot yang hanya menunjukkan citra maskulin itu.
"Kami silahkan pada KPU yang tau dapurnya mau menyikapi seperti apa. Tetapi kami paham untuk mengganti ini sudah mepet dan membutuhkan biaya. Yang terpenting ada permintaan maaf, mengakui ini bias gender. Ke depan bisa jadi pembelajaran," ungkapnya.
BACA JUGA: Pilkada 2024: Sejumlah Spanduk Provokatif di Sleman Ditertibkan
Sementara, Pelaksana Harian Ketua KPU Kota Jogja Ratna Mustika Sari menuturkan pihaknya akan berdiskusi dengan KPU DIY dalam menindaklanjuti permohonan pencabutan maskot dari peredaran. Ratna mengatakan maskot itu merupakan hasil dari sayembara. Dari semula 12 gambar yang diterima KPU Kota Jogja dipilihlah satu gambar dan telah melewati proses penjurian. Ratna mengatakan, berkaitan dengan maskot dia lebih menitikberatkan pada perspektif budaya sehingga terkesan mengabaikan persepektif keadilan gender.
"Kalau berkaitan dengan badan adhoc kami sudah sangat mempertimbangkan perspektif tersebut (keadilan gender). Dari filosofi kami tidak membedakan ini perempuan atau laki-laki, tapi lebih pada hal-hal yang sifatnya budaya. Kami secara prodsedural harus mendiskusikan di internal," ujar Ratna.
Ratna menjelaskan maskot Pilkada terinspirasi dari buah kepel. Ini merupakan salah satu flora khas yang telah disahkan oleh Gubernur DIY pada 1992. Buah kepel biasanya bergerombol mengelilingi batang pohon dan berukuran sekepalan tangan serta beraroma wangi. Diharapkan masyarakat dapat bekerja untuk tumandang menyukseskan Pilkada Kota Jogja. "Lalu ada motif batik grompol mencerminkan makna persatuan," tuturnya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News