Uskup Keuskupan Agung Jakarta Kardinal Ignatius Suharyo. / Antara
Harianjogja.com, JAKARTA—Kesadaran solidaritas umat Katolik diwujudkan melalui penggalangan bantuan nasional bagi korban bencana alam di sejumlah wilayah Sumatera.
Kardinal Ignatius Suharyo menyebut kolekte kemanusiaan dilakukan serentak di seluruh paroki sebagai tindak lanjut ajakan Konferensi Waligereja Indonesia. Dana bantuan dikelola secara terpusat sebelum disalurkan ke daerah terdampak.
Bantuan kemanusiaan disalurkan melalui Caritas Indonesia dan keuskupan setempat, seperti Keuskupan Padang, Keuskupan Sibolga, serta Keuskupan Agung Medan yang mencakup wilayah Aceh.
Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) mengajak seluruh uskup untuk mengadakan kolekte kedua secara serentak di paroki-paroki pada Sabtu dan Minggu guna menghimpun dana kemanusiaan.
“Belum pernah sepanjang hidup saya mendapati semua gereja melakukan pengumpulan dana bersama seperti ini,” kata dia.
Dana kolekte tersebut dikumpulkan secara terpusat melalui KWI sebelum disalurkan untuk penanganan korban bencana. Suharyo menjelaskan bahwa mekanisme penyaluran bantuan dilakukan melalui Charitas Indonesia (Carina), lembaga resmi Gereja Katolik yang secara khusus menangani kebencanaan.
Saat ini sejumlah tim Caritas Indonesia telah diterjunkan langsung ke wilayah terdampak untuk melakukan pendampingan dan bantuan kemanusiaan.
Namun demikian, tidak seluruh bantuan disalurkan melalui Caritas Indonesia, karena lembaga tersebut memiliki keterbatasan jangkauan dan prioritas, beberapa keuskupan memilih menyalurkan bantuan secara langsung melalui keuskupan setempat di wilayah terdampak sebagai bentuk percepatan bantuan.
Penyaluran bantuan dilakukan melalui Keuskupan Padang di Sumatera Barat, Keuskupan Sibolga di Sumatera Utara, serta wilayah Aceh yang berada dalam lingkup Keuskupan Agung Medan.
Suharyo memastikan semua daerah itu mengalami dampak bencana sangat parah, sehingga masing-masing membutuhkan perhatian khusus dalam penyaluran bantuan.
Dengan begitu tim dari konferensi waligereja meninjau langsung daerah terdampak untuk melihat kemungkinan program bantuan jangka pendek dan jangka panjang.
Skema penyaluran bantuan seperti itu dinilainya sangat penting demi ketepatan sasaran apalagi proses pemulihan setelah bencana tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat dan diperkirakan membutuhkan waktu 20 - 25 tahun.
"Ini untuk menemukan kembali rumah, tanah, itu kan susahnya bukan main, karena semuanya sudah tertumpuk. Tertumpuk dengan pasir, tertumpuk dengan batu rata ya, susah sekali. Bukan 1-2 bulan pemulihan membutuhkan waktu bertahun-tahun, belum nanti traumanya, belum segala macam. Jadi, semua ini bentuk kesadaran untuk bersolidaritas dengan sesama warga bangsa," ujarnya.
Ia menegaskan pemulihan pascabencana tidak dapat dilakukan dalam waktu singkat. Selain kerusakan fisik, trauma sosial dan psikologis masyarakat membutuhkan pendampingan jangka panjang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara

2 hours ago
8
















































