KabarMakassar.com — Fasad Monumen Mandala di Kota Makassar disulap menjadi panggung lintas medium pada gelaran Mandala Light Symphony, salah satu pentas utama rangkaian Mandala Weeks 2025 yang digelar pada 28–30 November 2025.
Pertunjukan berdurasi sekitar 16 menit ini tidak sekadar menampilkan permainan cahaya, tetapi memadukan projection mapping, instalasi cahaya, musik tradisional dan elektronik, koreografi teatrikal, serta pembacaan puisi dalam satu narasi utuh tentang Pertempuran Laut Aru dan perjuangan pembebasan Irian Barat. Seluruh proses kreatif hingga penyelenggaraan pertunjukan ini diklaim digarap sepenuhnya melalui kolaborasi seniman dan pekerja kreatif lokal Sulawesi Selatan.
Gagasan awal Mandala Light Symphony berangkat dari ajakan Unit Pelaksana Teknis UPT Museum Mandala dan Societeit de Harmonie yang sejak berbulan-bulan lalu merencanakan pementasan video mapping di Monumen Mandala. Ajakan itu kemudian ditangkap oleh Rais, seniman yang didapuk sebagai produser sekaligus sutradara pertunjukan.
“Awalnya ajakannya hanya untuk membuat video mapping di Monumen Mandala. Tapi menurut saya, video mapping saja sudah terlalu umum dan sebenarnya bisa dieksplor lebih jauh,” ujar Rais saat ditemui usai pementasan.
Dari titik itulah konsep Mandala Light Symphony berkembang. Rais mengusulkan agar pementasan tidak berhenti pada proyeksi visual di fasad depan monumen, tetapi dirancang sebagai pertunjukan seni silang media di ruang publik. Ia menjelaskan, dalam pertunjukan silang media setiap unsur musik, visual, cahaya, gerak, dan puisi tidak saling mengiringi secara hierarkis, melainkan berdiri sejajar dan menyampaikan cerita yang sama dengan cara masing-masing.
“Bedanya dengan pertunjukan biasa, semua medium di sini punya peran yang sama. Bukan musik mengiringi tari atau lampu sekadar dekorasi. Masing-masing menerjemahkan cerita dari titik yang sama,” katanya.
Narasi Mandala Light Symphony berakar langsung dari isi museum. Saat menyusuri ruang diorama di dalam Monumen Mandala, Rais berhenti cukup lama di Diorama No. 6 yang berjudul Pertempuran Laut Aru. Diorama ini menggambarkan pertempuran di Laut Arafura: kobaran api di permukaan laut, ombak yang terus bergerak, suasana kelam dan mencekam, serta sorak semangat perjuangan para prajurit di tengah situasi alam yang tak terduga. Dari dua puluh empat diorama yang ada, Rais menilai potongan sejarah ini paling kuat untuk dikembangkan menjadi pertunjukan di ruang publik karena menawarkan kontras elemen air dan api, corak warna yang dramatis, serta atmosfer emosional yang pekat.
Diorama Pertempuran Laut Aru tersebut kemudian dialihwahanakan dari representasi statis di dalam museum menjadi pertunjukan silang media di fasad Monumen Mandala pada 30 November 2025. Sebelum naik ke panggung, seluruh seniman mulai dari musisi, penyair, koreografer, hingga 3D artist diminta membaca ulang kisah pertempuran melalui literatur, foto, dan kunjungan langsung ke museum. Dari proses itu, masing-masing mengembangkan tafsir artistik sesuai disiplin seni yang mereka tekuni, untuk kemudian dipertemukan dalam satu komposisi pertunjukan.
Rais menyebut proses kreatif Mandala Light Symphony berlangsung sekitar satu bulan, dengan masa kerja efektif kurang lebih dua minggu menjelang pementasan. Dalam waktu tersebut, tim merumuskan alur cerita, mempersiapkan teknis proyeksi dan tata panggung, serta menggelar beberapa kali latihan gabungan. Durasi pertunjukan pun dipilih dengan sengaja.
“Kami mencari sweet spot yang tidak terlalu singkat tapi juga tidak terlalu lama untuk penonton di ruang terbuka. Akhirnya ketemu di sekitar enam belas menit,” terang Rais.
Selain format pertunjukan yang melibatkan banyak medium, Mandala Light Symphony juga istimewa karena digarap sepenuhnya oleh pelaku kreatif lokal Makassar dan Sulawesi Selatan, mulai dari seniman, teknisi, hingga penyedia peralatan. Rais menyebut seluruh elemen produksi ditopang oleh kolaborasi seniman dan pekerja kreatif Sulawesi Selatan dengan dukungan UPT Museum Mandala dan Societeit de Harmonie dan Dinas Kebudayaan Sulawesi Selatan.
“Semua yang terlibat dari Makassar, dari Sulsel. Peralatan juga dari sini, mitra pendukungnya UPT Museum Mandala dan Societeit de Harmonie dan Dinas Kebudayaan. Jadi boleh dibilang ini pertunjukan silang media pertama yang dikerjakan seratus persen oleh pekerja lokal,” ujarnya.
Di jajaran pengisi, Mandala Light Symphony melibatkan band TOD (Taurioloadendang), yang sebelumnya dikenal dengan nama Theory of Diskustik. Pada 2018, mereka merilis album penuh berjudul Lamarupe yang di dalamnya memuat lagu “Arafura”, sebuah nomor yang bercerita tentang Pertempuran Laut Aru.
Karya itu kemudian dihidupkan kembali sebagai salah satu tulang punggung musik dalam pertunjukan. Sisi visual ditangani Jasmin Ansar, salah satu 3D artist dan video mapping artist Makassar, yang menerjemahkan fragmen-fragmen pertempuran laut, adegan tenggelam, kobaran api, hingga sosok pahlawan yang bangkit dari bawah laut ke dalam animasi yang diproyeksikan di permukaan Monumen Mandala.
Dimensi kata dihadirkan melalui pembacaan puisi oleh IBS Palogai, penyair produktif asal Makassar yang selama ini dikenal luas di kalangan sastra. Koreografi dan teater digarap oleh Amir Tang bersama kelompok Kerabat Studio, yang mengolah gerak teatrikal berdasarkan kisah keruntuhan Aru dan dinamika Pertempuran Laut Aru. Sementara itu, elemen bunyi tradisional diisi oleh Dion Kalimuddin, pegiat musik etnik lulusan Etnomusikologi ISI Yogyakarta, yang merangkai musik tradisional untuk menjembatani nuansa sejarah dengan bunyi kontemporer. Di luar itu, kembang api turut dihadirkan sebagai aksen visual yang memperkaya suasana malam pementasan di kawasan monumen.
Kepala UPT Museum Mandala dan Societeit de Harmonie Dinas Kebudayaan dan Kepariwisataan Provinsi Sulsel, Meirani Tenriawaru, S.STP, M.Si, menjelaskan Mandala Light Symphony dan rangkaian Mandala Weeks 2025 dirancang untuk menghidupkan kembali Monumen Mandala sebagai ruang edukasi sejarah sekaligus laboratorium kreativitas.
Ia menegaskan, melalui pemanfaatan teknologi proyeksi dan kolaborasi seniman lokal, pihaknya ingin menghadirkan narasi perjuangan pembebasan Irian Barat dalam format visual yang lebih dekat dengan generasi muda, sembari mendorong tumbuhnya ekosistem ekonomi kreatif di sekitar kawasan bersejarah tersebut.
Mandala Light Symphony sendiri menjadi bagian dari upaya lebih luas menjadikan Monumen Mandala bukan hanya penanda sejarah perjuangan pembebasan Irian Barat, melainkan ruang hidup bagi seni, edukasi, dan pariwisata. Selama Mandala Weeks 2025, kawasan monumen diramaikan bukan hanya oleh pertunjukan cahaya dan tata suara, tetapi juga bazar kuliner yang melibatkan pelaku UMKM lokal, serta program edukasi dan kunjungan museum. Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat posisi Mandala sebagai salah satu destinasi wisata sejarah dan budaya di Kota Makassar, terutama pada malam hari.
Rais berharap, pertunjukan silang media seperti Mandala Light Symphony dapat semakin dikenal dan dipahami, baik oleh penyelenggara acara maupun pihak-pihak yang menyediakan sarana prasarana. Menurutnya, pertunjukan jenis ini menuntut proses kreatif yang lebih panjang dan ruang eksplorasi yang lebih luas dibanding sekadar menyewa lampu, panggung, dan pengisi acara.
“Harapannya, ke depan orang tidak lagi canggung ketika mendengar istilah pertunjukan silang media. Baik yang ingin menyelenggarakan maupun yang menyediakan fasilitas sama-sama paham bahwa semua elemen butuh ruang dan waktu untuk mengeksplor apa yang mereka kerjakan,” tuturnya.
Secara pribadi, Rais membayangkan produksi yang lebih besar di masa mendatang. Jika pada pementasan perdana baru sepertiga bagian depan Monumen Mandala yang direspons, ia berharap tahun-tahun berikutnya bisa memanfaatkan seluruh fasad, bahkan tiga sisi monumen, dengan dukungan yang lebih kuat dari pemerintah, kementerian, komunitas budaya, pelaku ekonomi kreatif, hingga media.
Menurutnya, jika semua elemen dapat berjalan bersama, Monumen Mandala bukan hanya akan berdiri sebagai ikon sejarah, tetapi juga sebagai panggung besar bagi imajinasi dan ingatan kolektif masyarakat.


















































