Srjumlah peserta termasuk difabel mengikuti diskusi Pilkada Aksesibel di Hotel Tara Jogja, Kamis (21/11/2024). - ist yayasan LKIS
Harianjogja.com, JOGJA–Pilkada serentak yang akan diselenggarakan pada 27 November 2024 menjadi momen penting dalam proses demokrasi Indonesia. Namun, keberhasilan demokrasi tidak hanya ditentukan oleh jumlah partisipasi, tetapi juga oleh kesetaraan akses dan inklusivitas bagi seluruh warga.
Program Officer Yayasan LKiS, Ali Rohman, menyampaikan inklusivitas dan demokrasi adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Namun sayangnya, inklusivitas sering kali terlewatkan dalam pelaksanaan demokrasi.
“Hak-hak disabilitas masih tertinggal, padahal partisipasi aktif difabel sangat penting untuk memastikan mereka bisa turut menentukan masa depan daerahnya,” ujarnya dalam diskusi bertajuk “Pilkada Aksesibel” di Hotel Tara Jogja, Kamis (21/11/2024).
Berdasarkan pemantauan Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel (SIGAB) Indonesia, Forum Masyarakat Pemantauan untuk Indonesia Inklusif Disabilitas (FORMASI Disabilitas), serta Pusat Rehabilitasi YAKKUM, pelaksanaan Pemilu 2024 masih jauh dari inklusif.
Masalah seperti TPS yang tidak ramah pengguna kursi roda, template braille yang tidak efektif, dan kurangnya pemahaman petugas KPPS tentang kebutuhan disabilitas mencerminkan perlunya perbaikan.
Hal ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, yang menegaskan hak setara bagi penyandang disabilitas dalam semua aspek kehidupan, termasuk pemilu.
BACA JUGA: KPU Bantul Mulai Mendistribusikan Undangan Nyoblos di Pilkada
Ajiwan Arief Hendradi dari SIGAB Indonesia menjelaskan bahwa Pilkada yang inklusif adalah hak setiap warga negara, termasuk difabel. “Difabel adalah bagian dari masyarakat yang memiliki hak yang sama,” ungkapnya.
Dengan jumlah difabel yang mencapai sekitar 22,97 juta jiwa atau 8,5% dari populasi, penting untuk memastikan aksesibilitas dalam setiap tahapan Pilkada, mulai dari sosialisasi hingga pemungutan suara.
“Salah satu langkah penting adalah menyediakan alat bantu, seperti template braille yang dapat digunakan secara mandiri oleh difabel netra, dan pelatihan bagi KPPS untuk memahami cara berinteraksi dengan difabel,” ungkapnya.
Ketua KPU Kota Jogja, Noor Harsya Aryo Samodro, menuturkan Kota Jogja telah melakukan berbagai praktik baik dalam mewujudkan Pilkada inklusif, seperti mendirikan Forum Difabel Demokrasi sebagai wadah untuk memastikan kebutuhan difabel terpenuhi dalam setiap tahapan pemilu.
“Ke depan, kami akan terus berkomitmen menciptakan TPS yang ramah bagi semua, termasuk dengan melibatkan komunitas difabel dalam perencanaan dan pengawasan,” katanya.
Kegiatan ini juga menjadi ajang peluncuran buku panduan dan video edukasi “TPS Aksesibel” yang dirancang untuk membantu petugas pemilu memahami kebutuhan pemilih disabilitas.
Diskusi ini diharapkan dapat menjadi langkah awal dalam mendorong semua pihak, baik pemerintah, penyelenggara pemilu, maupun masyarakat umum, untuk berkolaborasi menciptakan Pilkada yang benar-benar inklusif.
Komitmen bersama ini tidak hanya memperkuat demokrasi, tetapi juga menjamin hak setiap warga negara tanpa terkecuali.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News