Pemilihan RT/RW Perlu Dibenahi, LSKP Keluarkan 5 Rekomendasi Kunci

1 hour ago 2

KabarMakassar.com — Lembaga Studi Kebijakan Publik (LSKP) menilai bahwa pelaksanaan pemilihan RT dan RW di sejumlah wilayah masih menghadapi berbagai persoalan mendasar, mulai dari ketidaknetralan lokasi TPS hingga minimnya pemahaman masyarakat terhadap proses dan prinsip-prinsip pemilihan yang demokratis.

Menyikapi kondisi tersebut, LSKP melalui penelitinya, Asmiati, merilis lima rekomendasi penting untuk memperbaiki tata kelola pemilihan tingkat lokal agar lebih akuntabel dan berintegritas.

Menurut Asmiati, pembenahan perlu dilakukan secara menyeluruh, terutama karena pemilihan RT/RW merupakan fondasi demokrasi di tingkat paling dekat dengan masyarakat.

“Pemilihan RT dan RW harus memberi ruang yang adil bagi semua warga. Untuk itu, penyelenggaraan dan seluruh elemen pendukungnya harus memastikan proses yang netral, aman, dan dapat diakses oleh semua kelompok,” ujarnya dalam keterangan, Kamis (04/12).

Pertama, TPS harus netral dan ramah pemilih, dimna LSKP menekankan pentingnya menyediakan Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang benar-benar netral dan layak digunakan. Lokasi TPS, kata Asmiati, harus bebas konflik, mudah diakses, serta tidak memihak pihak mana pun.

“Pemilihan TPS harus memiliki ruang yang netral dan ramah bagi semua, sehingga masyarakat dapat memenuhi hak politiknya dengan baik,” tegasnya.

Kedua, stop kampanye saat pemungutan suara. Masyarakat diminta menghormati aturan pemilihan dengan tidak melakukan aktivitas kampanye pada hari pemungutan suara. LSKP menilai praktik kampanye di sekitar TPS masih sering terjadi dan merusak prinsip Luber Jurdil.

“Semua masyarakat harus menghormati masa pemungutan suara. Kampanye tidak boleh dilakukan di sekitar TPS,” jelas Asmiati.

Ketiga, tingkatkan profesionalisme petugas TPS, dimana LSKP menilai kemampuan petugas TPS perlu ditingkatkan, mulai dari aspek teknis, administrasi pemilih, hingga kemampuan menangani kendala saat pemungutan suara.

“Perlu upaya peningkatan kapasitas petugas TPS sehingga mereka dapat melakukan tugasnya secara profesional,” katanya.

Keempat, partisipasi publik dalam pengawasan. Asmiati menegaskan bahwa masyarakat harus memiliki peran aktif dalam mengawal jalannya pemilihan RT dan RW. Partisipasi warga diperlukan untuk mencegah kecurangan dan memastikan pemilihan berlangsung damai serta akuntabel.

“Masyarakat diharapkan terlibat aktif memastikan penyelenggaraan pemilihan RT dan RW dapat dilaksanakan dengan damai, akuntabel, dan demokratis,” tuturnya.

Kelima, pemilih harus kenali rekam jejak calon dan tolak politik uang. LSKP juga mengingatkan pentingnya pendidikan politik masyarakat. Pemilih perlu memprioritaskan rekam jejak calon, bukan kedekatan personal atau hubungan dengan pejabat.

“Masyarakat perlu meningkatkan pemahamannya dengan mempelajari rekam jejak calon, bukan sekadar karena figur tersebut dekat dengan pejabat. Politik uang harus ditolak,” tegas Asmiati.

LSKP menyerukan agar semua pihak turut menjaga integritas dan ketertiban selama proses pemilihan berlangsung.

“Untuk itu kami mengajak semua pihak untuk bersama-sama menjaga semangat demokrasi, menghormati hasil pemilihan RT dan RW nantinya, dan bekerja sama membangun masa depan yang lebih baik bagi kota dan negara kita,” pungkasnya.

Sebelumnya, LSKP merilis hasil pemantauan pemilihan Ketua RT/RW serentak di Kota Makassar yang berlangsung pada Rabu, (03/12).

Pemantauan melibatkan 129 relawan yang tersebar di 15 kecamatan, bekerja sama dengan tiga lembaga mitra, Center for Peace, Conflict and Democracy (CPCD) UNHAS, Aliansi Perdamaian, dan LIMITRI. Meski tanpa dukungan sponsor, relawan pemantau ikut serta secara sukarela untuk memastikan proses yang jujur dan adil.

Koordinator Pemantau, Alfiana, menyatakan bahwa pelaksanaan pemilihan RT tahun ini menunjukkan ketidaksiapan penyelenggara dari tingkat kecamatan, kelurahan hingga RW.

“Keterlambatan logistik di beberapa TPS mencerminkan kegagalan pemilihan secara terstruktur, sistematis, dan masif,” ujarnya.

LSKP mencatat berbagai pelanggaran, mulai dari pemilih yang tidak masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT), TPS yang terlambat membuka, hingga indikasi keberpihakan panitia. Di TPS 02 Kelurahan Tamalanrea Indah, banyak warga tidak terdaftar sebagai pemilih meski merupakan penduduk setempat. Sementara di Balang Baru, Kecamatan Tamalate, pemilihan baru dimulai pukul 13.00 akibat keterlambatan logistik.

Temuan lain juga menunjukkan adanya praktik tidak netral di Panakkukang, di mana pemilih diarahkan untuk memilih calon yang merupakan kerabat dekat RT setempat.

Direktur LSKP, M. Kafrawy Saenong, menyoroti lokasi penyelenggaraan yang tidak kondusif.

“Di Sangkarrang tempat pemilihan dilakukan di halaman sekolah pada hari belajar. Di Rappocini ada yang dilaksanakan di masjid, bahkan di halaman rumah warga,” ujarnya.

LSKP juga melaporkan sejumlah TPS yang membuka pemungutan suara sangat terlambat. TPS di Sudiang Baru baru beroperasi pukul 13.00, di Laikang surat suara terlambat tiba, sementara di Paccerakkang, TPS dipadati pemilih hingga pukul 14.50 karena pembukaan tertunda. Di Balang Baru, keterlambatan ekstrem terjadi karena surat suara baru tiba pukul 16.00.

Keterlambatan dan kekacauan tersebut berdampak pada meningkatnya angka golput. Banyak warga tidak menerima undangan memilih atau tidak masuk dalam DPT, meski telah lama tinggal dan memiliki kartu keluarga di wilayah tersebut. Untuk tetap bisa mencoblos, warga bahkan diminta menunjukkan surat kuasa atau persetujuan ketua RW.

Di Rappocini dan Tamalanrea, LSKP menemukan banyak warga lama yang tidak masuk dalam DPT, sementara nama bukan warga justru terdaftar. Sejumlah TPS juga ditemukan masih terdapat aktivitas kampanye pada hari pemilihan, seperti yang terjadi di RT03 RW01 Rappocini.

Seorang mantan RT di Malimongan Tua mengungkap adanya manipulasi domisili.

“Orang tersebut dibuatkan surat keterangan domisili tanpa saya kenali. Katanya dulu pernah tinggal di sini 10 tahun lalu,” ungkapnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news