Rekan siswa korban penembakan oleh oknum polisi, berdoa di SMK Negeri 4 Semarang, Jawa Tengah, Selasa (26/11 - 2024). / Antara
Esposin, SRAGEN—Anggota Polrestabes Semarang Aipda R menjalani sidang kode etik yang dilakukan Bidang Profesi dan Pengamanan (Bidpropram) Polda Jateng. Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan keluarga korban berharap hasil sidang kode etik itu bisa maksimal, yakni sampai pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH).
Di sisi lain, Kompolnas meminta penanganan kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang itu dilakukan dengan pendekatan dan perspektif anak, mengingat para korban masih anak-anak.
Komisioner Kompolnas, Supardi Hamid, kepada wartawan saat berkunjung ke Sragen, Sabtu (30/11/2024), mengungkapkan Kompolnas melihat antusiasme kepolisian dengan membuat kasus penembakan siswa SMK di Semarang menjadi terang-benerang. Antusiasme itu, kata dia, dapat diketahui bahwa pelaku penembakan terhadap siswa SMKN 4 Semarang, Aipda R, menjalani proses sidang kode etik di Polda Jateng. Setelah sidang kode etik selesai, jelas dia, tentunya segera dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap tindak pidana yang dilakukan.
“Kami mengawasi terus agar penanganan kasus tersebut sesuai dengan harapan masyarakat dan harapan keluarga korban untuk mendapatkan keadilan. Kompolnas selalu memonitor tentang apa yang dilakukan polisi. Kami terus mendapatkan update terkait langkah-langkah yang sudah dan akan dilakukan Polda Jateng. Prinsipnya bagi kami, karena kasus ini merupakan kasus anak, maka apa pun keputusan yang diambil harus tunduk pada prinsip untuk kepentingan terbaik bagi anak. Ketika kepolisian berkomitmen menyelesaikan perkara ini secara komprehensif, artinya tidak ada kepentingan anak yang terabaikan,” jelas Supardi.
BACA JUGA: Penembakan Pelajar SMKN 4 Semarang oleh Polisi, Begini Respons Kementerian PPPA
Komisioner Kompolnas lainnya, Muhammad Choirul Anam, menjelaskan sidang kode etik itu bertujuan untuk membongkar bagaimana perilaku anggota kepolisian dalam konteks kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang. Dia mengatakan dalam sidang itu akan membuktikan ada atau tidaknya pelanggaran yang dilakukan.
“Walaupun belum diputuskan, karena sinyalnya kuat dan sudah diambil tindakan 20 hari dipatsuskan. Sinyalnya memang indikasi kuatnya ada pelanggaran. Kalau ditanyakan ke kami dan keluarga korban, tentu harapan kami hasilnya ya maksimal, bisa PTDH,” ujar Anam, sapaannya.
Anam juga terus mengingatkan kepada kepolisian agar dalam penanganan kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang itu menggunakan pendekatan dan perspektif anak dan tunduk pada problem-problem anak. Penanganan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dan orang dewasa itu, kata dia, harus dibedakan. Apalagi, Anam melihat ada komitmen besar dari kepolisian dengan mendirikan Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA). Salah satu tantangan Direktorat PPA itu, ujar dia, terkait kasus penembakan siswa SMKN 4 Semarang itu.
Real Count Sementara Pilgub & Pilkada 2024
“Kami terus ingkatkan kepolisian bahwa tolong sensitif terhadap problem anak-anak. Apa pun yang terjadai anak itu masa depan bangsa. Kami melihat anatomi peristiwanya dan anatomi kejahatannya, termasuk siapa yang potensial bertanggung jawab. Kami memperhatikan itu dan Polda Jateng tahu. Bicara kinerja ya ngomong anatomi siapa yang bertanggung jawab. Bagaimana hasilnya mohon ditunggu prosesnya,” jelasnya.
Dia menjelaskan ketika Komisi III DPR RI, Mabes Polri, dan Kompolnas turun tangan terkait kasus penembakan itu, salah satunya mendorong percepatan sidang kode etik maupun proses pidananya. Dia mengatakan makanya Polda Jateng harus izin keluarga korban untuk dilakukan ekshumasi pada Jumat (29/11/2024) lalu. Dia menekankan yang penting kasus serupa jangan terulang lagi dan kepolisian ke depan harus berubah, tidak boleh menggunakan pendekatan kekerasan terhadap anak.
Dia mencontohkan sederhana bahwa saat memeriksa anak jangan memakai seragam polisi dan memperlakukan anak-anak secara humanis dan enak. Contoh itu, ujar dia, yang paling gampang dilakukan. Model pemeriksaannya, jelas dia, dibikin informal menyenangkan tetapi tetap serius. Dia menyatakan kasus di Semarang ini menjadi pembelajaran Polda Jateng dan juga seluruh Polda di Indonesia. Dia menyampaikan ketika muncul istilah gangster itu sebenarnya sudah tidak ramah dengan anak.
Dia menyatakan Kompolnas turun lebih fokus pada peristiwanya, konstruksi peristiwanya, dan anatomi hukum apa yang digunakan. Dia mengatakan Kompolnas mendorong kepolisian profesional dan menghadirkan keadilan bagi para korban.
“Kami ngobrol dengan Polda, berkomitmen mendukung penuh rekomendasi komprehensif, yang meletakkan perspektif anak menjadi utama dalam pengungkapan kasus itu,” ujar Anam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : espos.id