Ilustrasi salju. - Freepik
Harianjogja.com, JOGJA—Pertama kalinya dalam sejarah, salju turun di wilayah Gurun Al-Jawf, Arab Saudi sejak awal November 2024 ini. Cuaca ekstrem menjadi dugaan penyebabnya.
Gurun pasir yang biasanya gersang di Al-Jawf, kini tertutup sepenuhnya dengan salju. Penampakannya sama sekali tidak mencerminkan negara-negara Arab yang biasanya panas. Dan tentunya, fenomena unik ini menjadi wisata tersendiri bagi warga sekitar wilayah tersebut.
Al-Jawf merupakan wilayah gersang yang tidak pernah ditutupi salju sebelumnya. Menurut Khaleej Times, cuaca ekstrem berupa hujan dan badai membawa musim dingin menyelimuti daerah pegunungan di Arab Saudi. Penampakan gurun bersalju di Al-Jawf juga menggemparkan jagat maya, salah satunya video yang dibagikan oleh akun @YisraelOfficial di media sosial X.
Video tersebut memperlihatkan bagaimana hamparan salju menutupi padang gurun, menciptakan suasana aneh dan bikin merinding. Sementara unggahan lain yang dibagikan akun @madedov_nurla, menunjukkan lanskap berwarna putih bercampur warna coklat pasir, tampak seperti sebuah lukisan. Sebenarnya ada daerah di Arab Saudi, tepatnya di wilayah utara Tabuk, yang sesekali turun salju. Namun daerah Tabuk memang berada di ketinggian 2.600 mdpl. Kondisi ini berbeda dengan wilayah Al-Jawf yang posisinya lebih rendah.
Di balik keindahan gurun dan salju yang berpadu, ada pesan mengerikan bagi kelangsungan umat manusia. Sebab, turunnya salju di Al-Jawf bisa jadi pertanda bahwa perubahan iklim nyata adanya. Menurut Pusat Meteorologi Nasional (NCM) UEA, fenomena yang terjadi di Al-Jawf ada hubungannya dengan sistem tekanan rendah dari Laut Arab dan meluas hingga Oman.
“Pola cuaca ini membawa udara mengandung banyak air ke wilayah yang biasanya kering, sehingga mengakibatkan perubahan signifikan cuaca di sana,” tulisnya.
Akibatnya, badai petir, hujan es, dan hujan lebat melanda Arab Saudi dan Uni Emirat Arab, menyebabkan peristiwa cuaca yang tidak pernah terjadi sebelumnya. Departemen Cuaca Arab Saudi telah mengeluarkan peringatan cuaca buruk untuk beberapa hari mendatang. Warga diperingatkan untuk bersiap menghadapi kondisi ekstrem berkepanjangan, termasuk badai petir disertai hujan lebat, hujan es, dan angin kencang.
Kondisi ini disebut dapat mengurangi jarak pandang, mengganggu perjalanan, dan memengaruhi kehidupan sehari-hari. Para pejabat di Arab Saudi mengimbau warga untuk berhati-hati dan mengambil tindakan pencegahan dan mitigasi bencana.
Banyak Rekor Iklim Terjadi di 2024
Badan Meteorologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa beberapa rekor terkait suhu panas terjadi pada 2024. Banyak perubahan signifikan perubahan suhu dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Staf Bidang Diseminasi Informasi Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Hikmat Kurniawan, mengatakan tahun 2024 sudah banyak rekor-rekor yang diciptakan di dunia selama sejarah. “Rekor ini mulai dari suhu terpanas, anomali suhu tertinggi, dan sebagainya," katanya, beberapa waktu lalu.
Hikmat menjelaskan, Copernicus Climate Change Surveys (C3S) mencatat bahwa Maret 2024 merupakan bulan terpanas selama 10 bulan terakhir. Kemudian rata-rata suhu April 2024 tercatat 15,03 derajat celsius yang menjadikannya sebagai bulan April terpanas dibandingkan periode sebelumnya sepanjang sejarah pencatatan suhu.
"Jadi dibandingkan dengan April tahun-tahun sebelumnya, April 2024 ini merupakan April terpanas sepanjang pencatatan suhu," kata Hikmat.
Selanjutnya, di Juni 2024 suhu bumi tercatat 1,5 derajat celsius lebih panas dari rata-rata suhu Juni 1850-1900. Kemudian, Hikmat mengungkapkan, Badan Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika Serikat (NOAA) mencatat suhu Juli 2024 sebagai bulan terhangat yang pernah tercatat dalam 175 tahun. "Bahkan 21 Juli 2024 memecahkan rekor suhu global sebagai hari terpanas di bumi dengan rata-rata 17,09 derajat celsius," katanya.
Peningkatan suhu bumi disebabkan oleh gas rumah kaca yang terdapat di atmosfer dan dapat menyerap serta memerangkap panas dari matahari. Karbon dioksida menjadi unsur penyumbang terbesar terhadap gas rumah kaca yang diikuti oleh metana, nitrogen okside, kloroflorokarbon, dan uap air.
"CO2 (karbon dioksida) yang paling banyak menyumbangkan (gas rumah kaca) ke atmosfer. Kemudian metana atau CH4 walaupun jumlahnya tidak sebanyak CO2, tapi metana ini menyerap panasnya lebih besar dibanding CO2," kata Hikmat.
Tidak Hanya Arab, Tapi Juga Gurun Sahara
Turunnya salju di gurun bukan pertama kalinya terjadi di 2024. Pada 2021, fenomena yang sama juga terjadi di Gurun Sahara.
Berbeda dengan di Gurun Al-Jawf Arab Saudi yang baru pertama kali terjadi, di Gurun Sahara sudah tiga kali turun salju. Di samping tahun 2021, salju juga turun di Gurun Sahara pada 2016 dan 2018. Gurun Sahara kala itu menjadi salah satu wilayah terpanas di muka Bumi.
Dilansir Middle East Monitor, fenomena alam ini diduga terjadi akibat tekanan tinggi udara dengan suhu sangat rendah yang terkonsentrasi di wilayah gurun. Kondisi itu kemudian bereaksi dengan tingkat kelembaban yang tinggi hingga menimbulkan salju.
Untuk menjelaskan salju di Gurun Sahara, dalam keterangannya, kantor cuaca dan perubahan iklim Inggris menjelaskan cuaca dingin di dataran Eropa yang ada di utara wilayah gurun, bisa mendorong udara dingin yang lembab ke wilayah itu. “Sehingga kadar kelembaban inilah yang bisa menimbulkan salju,” tulisnya.
Selain di Gurun Sahara, pada 2008 dan 2019 hujan salju juga dilaporkan turun di Baghdad, Irak. Penduduk setempat sempat keheranan dengan fenomena alam itu. Hal tersebut lantaran mereka sudah terbiasa dengan cuaca terik. Bahkan jika masuk musim panas, suhu udara di Baghdad bisa mencapai 50 derajat Celcius.
Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Mulyono Rahadi Prabowo, mengatakan fenomena salju di kawasan Arab Saudi memang mungkin terjadi. "Memang konotasinya kan Arab itu daerah panas. Padahal kan sebetulnya Arab secara lintang itu agak ke utara, tidak di ekuator persis. Sehingga sebetulnya Arab bisa saja mengalami musim dingin," kata Mulyono, untuk menjelaskan salju di Baghdad kala itu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News