Suasana peletakan batu pertama dan acara sugengan di lahan pengganti relokasi Makam Kyai Kromo Ijoyo pada Jumat (8/11/2024). - Istimewa // PT Adhi Karya
Harianjogja.com, SLEMAN—Makam Kyai Kromo Ijoyo (Mbah Celeng) yang terdampak pembangunan Tol Jogja-Solo-YIA Seksi 2 Paket 2.2 Trihanggo-Junction Sleman sudah dimulai dengan peletakan batu pertama dan acara sugengan. Acara ini diadakan warga bersama kontraktor di calon lahan relokasi.
Peletakan batu pertama relokasi makam dan kegiatan sugengan digelar pada Jumat (8/11/2024). Humas Proyek Tol Jogja Solo Seksi 2 Paket 2.2 PT Adhi Karya, Agung Murhandjanto mengatakan kegiatan ini diikuti sejumlah perangkat kalurahan hingga warga setempat.
"Kemarin itu agendanya bersama Lurah Tirtoadi dan Dukuh Ketingan serta rais kaum dan warga, kita mengadakan sugengan, mohon doa untuk merelokasi Makam Mbah Celeng di lokasi penggantinya," jelasnya, Sabtu (9/11/2024).
Makam Kyai Kromo Ijoyo dipercaya warga sebagai sesepuh atau cikal bakal desa. Terletak di Ketingan, Tirtoadi keberadaan makam tersebut tepat berada di ruas Tol Jogja-Solo-YIA sehingga harus dipindahkan ke lokasi pengganti.
BACA JUGA: Begadang Jangan Begadang, Ini Cara Menghentikannya
Kendati bakal dipindah, lokasi pengganti Makam Kyai Kromo Ijoyo terletak tidak jauh dari makam yang ada saat ini. Jarak lahan penggantinya hanya sekitar 200 meter di sisi utara makam sebelumnya. "Sebelah utaranya dari lokasi lama, ya sekitar 200 meter," katanya.
Dalam segi luasan, bidang tanah yang disiapkan sebagai lahan relokasi Makam Kyai Kromo Ijoyo seluas 100 meter persegi. Luasan ini lanjut Agung sama dengan luas makam di lokasi yang lama. Adapun tanah yang digunakan sebagai lahan relokasi makam berstatus Sultan Ground (SG).
"Sama, sama-sama tanah Sultan Ground yang notabenenya tanah desa," imbuhnya.
Setelah peletakan batu pertama dan sugengan diadakan, pemindahan Makam Kyai Kromo Ijoyo menunggu petunjuk penetapan hari dari Kraton.
"Bahasanya kita sudah matur mohon petunjuk Kraton untuk memberikan hari yang pas untuk pemindahan makamnya," katanya.
Gambarannya, kontraktor akan menyiapkan terlebih dahulu makam yang baru di lokasi pengganti. Begitu makam yang baru dianggap sudah layak, maka proses pemindahan akan dilakukan. Proses persiapan makam yang baru kemungkinan akan digulirkan mulai pekan depan.
"Disiapkan dulu lokasi penggantinya, tapi tidak [menunggu] 100 persen ya, begitu sudah layak ya nanti baru kita lakukan relokasi atau pemindahan," jelas Agung.
Setelah Pemindahan
Bila tuntas direlokasi, lokasi Makam Kyai Kromo Ijoyo yang lama bisa segera dibongkar dan proyek bisa dilanjutkan. Pasalnya pada ruas tersebut, pemasangan boks pedestrian dan material timbunan belum bisa dilanjutkan lantaran adanya makam. Selama makam belum dipindahkan, kontraktor juga tidak akan menyentuh area makam. "Kami di lokasi itu masih menyisakan boks pedestrian, untuk jalan kaki," ujarnya.
"[Boks pedestrian] harus melewati makam itu, terus makamnya ditimbun, atasnya ditimbun nanti," kata Agung.
Boks pedestrian ini dijelaskan Agung berfungsi sebagai jalur penghubung area utara dan selatan Padukuhan Ketingan. Khususnya menghubungkan area utara Ketingan ke daerah embung di Ketingan sisi selatan.
Berbeda dengan boks underpass yang berukuran besar yang bisa dilewati kendaraan besar, boks pedestrian hanya muat dilewati orang dan kendaraan sepeda motor.
"Lebih kecil, karena itu untuk akses kan ada embung di situ, untuk dari daerah utara ke selatan," terangnya.
Nantinya jika boks pedestrian dan material timbunan bisa dilanjutkan, penggarapan di area ini akan menyambungkan proyek Tol Jogja-Solo-YIA dari atah Tirtoadi ke Tlogoadi maupun sebaliknya yang belum tersambung.
Lurah Tirtoadi, Mardiharto sebelumnya menceritakan bila Mbah Kromo Ijoyo konon hidup di masa Sultan HB VII memimpin. "Jadi kalau mbah Kromo Ijoyo itu kan, itu sebetulnya kalau dari cerita itu masanya masa Sultan yang ke-VII. Kalau katanya itu masih ada aliran darah dari Kasultanan," jelasnya.
Lantaran hidup di masa penjajahan, Mbah Kromo Ijoyo disebut mengungsi ke Ketingan hingga menjadi cikal bakal wilayah Ketingan. "Pada waktu itu kan zaman penjajah, jadi itu dulu kan karena mengungsi dari Kraton menyelamatkan untuk keluar dari kraton, dari Kraton Ngayogyakarta. Jadi itu waktu itu ya cikal bakale di Ketingan itu," kata Mardiharto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News