KLIKPOSITIF — UPTD Taman Budaya Sumatera Barat (Sumbar) menyelenggarakan workshop teater bertajuk “Membaca Ulang Kemapanan Teks dan Konvensi Teater” yang berlangsung pada 20 hingga 22 Mei 2025.
Edy Suisno dari ISI Padang Panjang, salah satu pembicara, mengatakan, teater pada dasarnya dapat memberi perspektif baru dalam penafsiran teks, dengan fokus pada dekonstruksi.
Edi mengatakan seniman tidak hanya membaca teks secara literal, melainkan untuk mendekonstruksi dan menafsir ulang cerita-cerita yang sudah mapan. Menurut Edi Suisno, pendekatan ini penting agar teks-teks tersebut tidak diperlakukan sebagai sesuatu yang kaku atau sakral, tetapi sebagai bahan yang dapat ditafsir ulang untuk menghasilkan pemahaman baru.
“Banyak teks klasik yang kita anggap sudah benar dan tak terbantahkan, seperti dalam cerita rakyat atau legenda. Tetapi, kenapa tidak mencoba melihatnya dari sudut pandang yang berbeda?” ujar Edy.
Salah satu contoh yang diberikan oleh Edy adalah kisah legenda Malin Kundang, yang dikenal luas sebagai cerita tentang anak durhaka. Selama ini, banyak yang menganggap bahwa Malin adalah sosok yang patut disalahkan karena meninggalkan ibunya setelah meraih kesuksesan.
Namun, Edy Suisno mengajak peserta workshop untuk berpikir lebih kritis. “Kenapa tidak berpikir bahwa mungkin ibu Malin tidak cukup bijaksana dalam mendidik anaknya? Teks ini bisa dibaca ulang, dan sudut pandangnya bisa berbeda,” jelas Edy.
Pendekatan dekonstruksi ini bertujuan untuk mengubah paradigma tentang bagaimana teks-teks tersebut dipahami. Dengan membaca ulang teks secara kritis, kita bisa menemukan lapisan-lapisan makna yang belum terlihat sebelumnya dan melihat kemungkinan baru dalam cerita yang sudah lama ada.
Bagi peserta workshop, kesempatan untuk terlibat dalam diskusi mendalam tentang teks-teks ini memberikan ruang untuk mengembangkan kreativitas dalam berkarya, terutama dalam dunia teater. Mereka diberi tantangan untuk tidak hanya mementaskan naskah, tetapi juga menghidupkan naskah dengan cara yang berbeda—yang lebih relevan dengan konteks zaman sekarang.
“Melalui dekonstruksi, kita bukan hanya belajar tentang teks, tetapi juga tentang bagaimana teks bisa berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman,” tambah Edy.
Fabio Yuda, narasumber yang juga seorang praktisi teater menganalogikan pertunjukan teks sebagai aktivitas memasak yang dilakukan seorang chief (koki). Hidangan yang lezat sangat dipengaruhi oleh kualitas bahan-bahan dan bumbu yang digunakan serta Teknik memasaknya, begitu pula dengan produksi pertunjukan teater. Sutradara dan actor perlu melengkapi diri dengan berbagai pengetahuan dan sudut pandang Ketika mengaplikasikan ide menjadi pertunjukan yang solid dan menarik.
Workshop yang diikuti 25 seniman muda dari komunitas seni teater ini, selain diskusi, para peserta juga diajak untuk berlatih langsung mementaskan teks-teks yang telah mereka tafsir ulang, guna melihat seberapa besar perubahan pemahaman terhadap teks itu dapat mengubah cara pementasan sebuah karya.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan Sumbar Jefrinal Arifin berharap bahwa kegiatan ini dapat terus menginspirasi masyarakat, terutama para seniman, untuk terus mengeksplorasi dan menggali potensi teks-teks yang ada dengan pendekatan yang lebih segar dan kreatif. Menurutnya, hasil akhir dari worskhop ini nantinya peserta terpilih akan tampil di Alek Teater pada September 2025.
Pada hari terakhir ditampilkan pertunjukan mini hasil Garapan berkelompok. Meski Waktu yang tersedia cukup singkat, namun peserta berhasil menyuguhkan pertunjukan yang memadukan elemen-elemen dramatik. (*)