Antara Aku dan Aku: Pergulatan Eksistensi Anak Rantau

4 days ago 17

Exhibition Scoopy x Kuromi - Klikpositif

Kembali menjadi panggung penting bagi eksplorasi koreografer muda, salah satunya Muhammad Fadilah Dhaifullah dengan karyanya, “Antara Aku dan Aku”,  yang ditampilkan pada pagelaran Ganggam Tari Kontemporer 3, tanggal enam (6) September 2025,  di UPTD Taman Budaya Sumatera Barat. Karyanya bukan sekadar tontonan gerak, melainkan sebuah studi mengenai dualitas dan krisis identitas diri. Kekuatan utama terletak pada pemanfaatan properti panggung, dua buah trap yang secara semiotis difungsikan sebagai representasi spasial dari konflik batin, mengubah objek fisik menjadi ‘ruang mental’ tempat interaksi dua sisi diri. Secara konsep koreografis, paradigma kajian tekstual didalam fenomena tari dapat ditelaah, baik secara konsep Koreografis, Struktural dan Simbolik. Karya tari “Antara Aku dan Aku”, klimaks dan resolusinya diperkuat melalui kontras audio visual, dimana intensitas gerak kontemporer yang eksplosif diakhiri tiba-tiba dengan iringan sepenggal lagu daerah Minangkabau yang menenangkan. Kemudian koreografer  seperti sengaja  menciptakan  sensasi  pada  ending  karyanya.

Karya yang diKoreograferi oleh Muhammad Fadilah Dhaifullah sendiri, dilihat dari pencahayaan laigtingnya general, tidak menyoroti fokus penari, dan tidak menggambarkan suasana garapan dramaturnya. Gerakan tari didominasi oleh eksplorasi gerak tubuh yang intens dan repetitif, khususnya pada bagian torso dan lengan, menciptakan kesan pertentangan internal. Gerak transisi yang berfungsi menjembatani suasana pada karya ini tidak terbangun, dari bagian perbagiannya. Penari mengenakan pakaian baju hitam polos panjang lengan untuk perempuan, pendek lengan untuk penari laki-laki yang merupakan symbol keraguan, sedangkan  putih merupakan pilihan /keputusan dengan peranan Aku dan Aku (bayangan), dengan celana warna putih seperti galembong.  Kemudian baju kaos warna warni (Biru, coklat, terakota) dengan celana seperti galembong (sama dengan penari tokoh utama), merupakan symbol tawaran-tawaran kenyaman dikampung halaman. Walaupun aspek gerak yang lebih utama, namun aspek kostum dan tata cahaya juga sangat penting dipertimbangkan oleh Koreografer. Karya ini tidak menggunakan properti yang mencolok, melainkan hanya dua buah trap yang berukuran sekitar satu meter dikali satu meter. Musik iringan menggunakan musik tekno, yang menciptakan suasana tegang dan introspektif. Kualitas video terlihat kurang  jernih dengan penggunaan laighting yang tidak maximal dan professional. Pengambilan gambar stabil, ekspresi dan teknik gerak penari dapat diamati penonton secara detail, namun jarak yang dekat memungkinkan sebagian besar tidak terlihat secara keseluruhan  diatas panggung, sehingga gerakan semua penari agak sulit dicermati.

Struktur garapan koreografi tari, karya ini terbagi menjadi lima (5) bagian. Segmen yang pertama digambarkan oleh dua orang penari tokoh utama, penari laki-laki dan penari perempuan dengan gerak lambat dan terkadang cepat menunjukkan sebagai bayangan dirinya yang penuh keraguan. Bentuk gerak yang dilakukan sederhana, dilahirkan dari eksplorasi koreografer yang di sesuaikan dengan konsep, bukan sebuah pengembangan salah satu gerak tradisi yang ada di Minangkabau. Namun seharusnya koreografer mengembangkan salah satu gerak tradisi, agar terbangun suasana yang ingin disampaikan. Teknik gerak penari perempuan pada bagian ini sedikit kurang stabil, karena pada saat gerakan berjalan, keseimbangannya terlihat agak goyah. Musik iringan pada bagian ini, kurang mendukung suasana, terasa menegangkan. Semestinya musik pada bagian ini, menggambarkan suasana sesuai  ide garapan, keraguan merantau atau menetap di kampung halaman. Suasana akan terbangun apabila ada instrument minang, seperti alat musik tiup dengan alunannya melankolis yang diolah secara modern. Tata musik yang efektif adalah mendukung suasana psikologis, adanya komunikasi yang merupakan kesatuan yang sempurna antara musik dan tari.

Transisi menuju segmen kedua ditandai dengan perubahan dinamika menjadi  lebih cepat, melibatkan lima orang penari dengan empat penari perempuan dan satu orang penari laki-laki. Kostum yang digunakan warna warni, ada yang warna hitam panjang dan pendek, coklat, toska dan terakota dengan celana warna putih seperti galembong. Pada bagian ini kembali membuat keraguan seorang lelaki minang untuk pergi merantau. Adanya klimaks kecil, dapat diidentifikasi adanya analisis struktur dramatik dalam sebuah sajian tari, bahwa sebuah pertunjukan tari, merupakan rangkaian kejadian yang dimulai dari permulaan, perkembangan, klimak dan penyelesaian, yang sangat penting untuk diperhatikan. Pada karya ini kurang terlihat sebab akibatnya, jembatan suasana dari bagian satu kebagian dua dan berikutnya kurang terbangun. Suasana ini terlihat dari dua orang penari pada bagian awal, langsung pergi saat masuknya tiga orang penari perempuan. Semestinya penari awal merespon dulu ketiga orang penari ini, misalnya dengan gerakan mengelilingi dua orang penari tersebut/dengan gerakan seperti sebuah ajakan/tawaran, kemudian baru adanya penolakan dari penari bagian pertama dengan mengambil posisi diatas trap, agar tidak terputus anatara bagian pertama dengan berikutnya.

Transisi menuju segmen ketiga ditandai dengan dua orang penari tokoh utama bergerak di atas trap bagian depan yang menyimbolkan tempat perantauan, kemudian bergerak lagi menuju trap bagian belakang dengan gerak pelan, menunjukan rasa kebingungannya untuk menentukan memilih di kampung atau merantau. Tata artistik, dalam konteks pertunjukan kontemporer, memegang peran krusial. Kalau dilihat dari struktur garapan yang disajikan, karya ini tergambar dengan skema kerucut berganda yaitu rangkaian klimaks-klimaks kecil dengan adanya pengendoran sebelum keseluruhan/menuju puncak/klimaks yang tertinggi atau progress dari seluruh rangkaian cerita. Gerak pada bagian ini bukan sebuah keraguan, melainkan adalah keromantisan dengan gerak saling memegang kepala penari tokoh utama (laki-laki) dan penari perempuan, dengan pencahayaan/laigthing gelap dan terkadang bewarna merah. Akan berbeda halnya apabila dilakukan oleh sesama penari lelaki. Koreografer kurang menganalis jenis kelamin dan postur tubuh yang penting juga jadi pertimbangan dalam berkarya, baik dalam garapan koreografi kelompok yang bersifat nonliteral tanpa cerita, maupun literal atau bercerita, baik bertipe dramatari maupun dramatic.

Transisi menuju segmen keempat ditandai dengan dinamika cepat, dengan satu orang penari berada pada trap bagian belakang dengan gerak pelan, dan  tiga orang penari perempuan dengan gerak cepat, yang selalu tertuju pada penari laki-laki/tokoh utama, ini menunjukan konflik dimana gejolak  batin laki-laki yang ingin merantau akan menentapkan pilihannya. Masih galau, karena  masih dibayangi akan kenyamanan di kampung halaman. Namun tetap berjuang demi tujuan tetap merantau. Bagian ini merupakan klimaks utama yang seharusnya langsung ke konflik yang lebih konfrontasi, karena sudah menuju ending dari garapan “Antara Aku dan Aku”. Koreografer sudah sangat kuat dalam mengaplikasikan ruangan, karena menggunakan pentas proscenium, dimana  area, dan arah yang digunakan adalah titik focus penonton seperti, tengah (dead center) dan up center, down rigt,, down left, up right, up left, walaupun ada  juga yang digunakan pada area lemah, keluar masuk penari dari samping kiri dan kanan.

Transisi menuju segmen kelima merupakan ending dari karya ini, ditandai dengan keluarnya semua penari perempuan. Sehingga hanya penari tokoh utama laki-laki, yang bergerak pelan berjalan menuju trap bagian belakang dan menyeretnya menuju trap bagian depan, ini menyimbolkan sebuah tantangan/berat beban hidup diperantauan yang akan dirasakan, dengan pilihannya tetap merantau, yang disampaikan melalui lirik/syair lagu minang. Pada bagian ini, tidak terlihat gerakan sebelum menentukan pilihannya merantau. Sebelum menyeret trap, seharusnya penari merespon dulu daerah, sebagai perantauan dan kampung halaman. Barulah sang tokoh menentukan pilihannya merantau. Dengan adanya gerakan pergolakan jiwa sang tokoh yang galau dalam penentuan pilihannya, baru terlihat adanya sebab akibat pada bagian tersebut. Ketidak tepatan  musik iringan patut dicermati, yaitunya lagu/vocal pentup/ending kurang menyentuh, karena klimaksnya  akan lebih kuat, apabila lagu tersebut merupakan sebuah dendang klasik bukan pop minang.

Koreografer  berhasil  mentransformasikan  kondisi psikologis abstrak menjadi bentuk visual yang intens serta menciptakan simbol-simbol fisik yang komunikatif. Interpretasi yang paling kuat adalah bahwa karya ini merupakan refleksi universal tentang kecemasan dan ketidakpuasan diri di era modern. Karya “Antara Aku dan Aku” adalah sebuah karya tari yang kuat dan matang dalam penyampaian ide serta teknik. Koreografer menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang potensi tubuh sebagai medium ekspresi konflik batin, kedalaman emosi disampaikan melalui kontrol gerak dan ekspresi wajah yang konsisten. Penggunaan musik yang minimalis sangat efektif untuk menghindari dramatisasi berlebihan, sehingga fokus tetap pada body language penari. Pemanfaatan Properti (Dua Trap) yang simbolis, secara efektif memvisualisasikan tema dualitas. Penari memanfaatkannya  untuk menciptakan  level gerak,  menegaskan hierarki emosi, dan  memperjelas jarak antara dua sisi “Aku”. Desain dramatiknya terstruktur,  karya ini menampilkan alur dramatik yang jelas (desain kerucut berganda) dari perkenalan konflik (gerak repetitif), klimaks emosi di atas trap, hingga penurunan menuju resolusi tenang. Kedalaman emosional ini membuat penonton mudah mengikuti perjalanan psikologis sang penari. Kritikus sering menekankan bahwa fungsi seni adalah menjembatani komunikasi, antara koreografer dan penonton.

Tantangan  koherensi  iringan, jika pola irama dan musik tidak sepenuhnya serasi dengan gerak (awal, sebelum, dan bagian akhir), hal itu dapat mengganggu pemaknaan. Hal ini harus dipertanyakan, apakah pilihan musik tersebut sepenuhnya relevan, ataukah justru mengaburkan “pemaknaan asli”. Musik harus benar-benar pas dan sejalan dengan tema yang diambil. Salah satu tantangan dalam tari kontemporer adalah kecenderungan seniman terjebak pada musik yang sedang trend, padahal tidak relevan dengan pemaknaan tarian yang dibawakan (Anonim, Tari Kontemporer). Sementara keterpaduan  irama dan gerak adalah kunci pada karya “Antara Aku dan Aku”, yang berangkat dari sebuah tradisi di Minangkabau.

Pelemahan gerak tradisi, untuk mencapai kekontemporeran, seringkali koreografer “mengencerkan” atau mendekonstruksi gerak tradisi hingga esensinya hampir hilang. Jika elemen gerak Minangkabau (sebelum lagu penutup) kurang menonjol, karya ini mungkin terasa universal, akan kehilangan kedalaman sebagai karya yang lahir dari konteks budaya Sumatera Barat. Kelemahan berikutnya terletak pada durasi di segmen klimaks yang terasa terlalu singkat, sehingga resolusi konflik  kurang terasa tuntas. Namun secara keseluruhan, karya ini memiliki derajat artistik dan estetika yang tinggi dan layak dikategorikan sebagai salah satu karya kontemporer muda yang berani dan signifikan. Karya ini berhasil menguji batas antara kebebasan ekspresi dan disiplin artistik.

Secara keseluruhan, “Antara Aku dan Aku” karya Muhammad Fadilah Dhaifullah berdiri sebagai karya kontemporer yang ambisius dan memiliki kekuatan visual yang meyakinkan, terutama melalui penggunaan properti dua trap yang efektif mewakili dualitas batin penari. Penutup dengan sepenggal lagu Minang adalah statement artistik yang berani dan memberikan penyelesaian kultural pada konflik universal.

Diharapkan koreografer terus mengembangkan koherensi antara semua elemen artistik,  mengeksplorasi secara lebih jelas keterkaitan transisi antara bagian perbagian, menggarap musik di bagian awal dan gerak tradisi yang digunakan, sehingga unsur kekinian (kontemporer) dan unsur tradisi lokal dapat berdialog tanpa saling meniadakan. Kepada audien/penikmat seni, agar tidak hanya terpaku pada keindahan gerak semata, melainkan juga berusaha membaca simbolisme  ruang dan memahami konsep yang ditawarkan koreografer.

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news