Ilustrasi Aktivitas di Pasar (Dok: KabarMakassar)KabarMakassar.com — Lahan Pasar Pannampu kembali menjadi sorotan. Nilai aset yang tinggi dan lokasi yang strategis disebut menjadi pemicu utama lahan tersebut berulang kali diklaim masyarakat sebagai milik pribadi.
Berdasarkan data Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, nilai aset tersebut mencapai Rp55,8 miliar dari nilai tanah dan bangunan sejak penetapan terakhir dua dekade lalu angka yang diyakini kini sudah jauh melonjak.
Sekretaris Dinas Pertanahan Makassar, Daniati, mengungkapkan lahan Pasar Pannampu memiliki potensi ekonomi yang sangat besar. Aset tersebut tercatat dalam Keputusan Wali Kota Makassar Nomor 741 Tahun 2003 tentang pemisahan sebagian barang milik daerah kepada Perusahaan Daerah Pasar Makassar Raya.
“Nilai itu dihitung dua puluh tahun lalu, jadi kalau dinilai sekarang tentu jauh lebih tinggi. Aset ini sangat strategis dan ekonomis karena berada di kawasan padat aktivitas perdagangan,” jelas Daniati, Senin (03/11).
Luas lahan Pasar Pannampu mencapai 4,9 hektare, dengan nilai tanah sebesar Rp49,9 miliar dan nilai bangunan sekitar Rp5,9 miliar. Angka tersebut hanya estimasi berdasarkan harga lama, sehingga nilai aktualnya saat ini kemungkinan sudah meningkat berkali lipat.
Menurut Daniati, tingginya nilai ekonomi dan posisi lahan di jantung kawasan perdagangan menjadi alasan utama mengapa banyak pihak mengklaim kepemilikan atas aset tersebut. Dalam dua dekade terakhir, pemerintah telah menghadapi empat gugatan hukum dari pihak berbeda, dan kini kembali dihadapkan pada klaim kelima dari pihak yang mengaku sebagai ahli waris Raja Koeneng KR. Giung.
“Nilai besar dan lokasi strategis menjadi salah satu alasan mengapa lahan ini sering diklaim. Namun, seluruh gugatan sebelumnya sudah diputus pengadilan dan pemerintah selalu menang,” ujarnya.
Daniati merinci, sengketa pertama kali diajukan oleh Manjombali Dg. Sore pada tahun 2008 dan kembali dilakukan pada 2010, keduanya berakhir dengan kekalahan di pengadilan. Gugatan berikutnya datang dari Ince Baharuddin pada tahun 2019 yang juga kandas, serta M. Natsir Arsyad pada 2020 yang akhirnya mencabut gugatannya.
Klaim terbaru datang dari ahli waris Raja Koeneng KR. Giung, namun berbeda dengan sebelumnya, pihak ini belum mengajukan gugatan resmi ke pengadilan dan hanya meminta mediasi langsung serta pembayaran ganti rugi dari Pemkot Makassar.
“Objek ini sudah empat kali digugat dan pemerintah menang. Ini yang kelima kalinya muncul klaim baru. Tapi karena belum ada dasar hukum atau putusan pengadilan, Pemkot tidak bisa mengambil langkah ganti rugi,” tegas Daniati.
Ia menegaskan, pemerintah terikat pada regulasi yang melarang penghapusan atau pembayaran kompensasi atas aset negara tanpa putusan pengadilan.
“Kami di Pemkot tidak bisa ambil langkah ganti rugi tanpa keputusan hukum tetap. Semua harus melalui mekanisme pengadilan,” tambahnya.
Pemkot Makassar menegaskan tetap berkomitmen menjaga aset publik agar tidak beralih tangan tanpa dasar hukum yang sah. Daniati memastikan, seluruh proses penyelesaian sengketa akan tetap dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berlandaskan peraturan yang berlaku.
“Kami tidak akan mengambil langkah di luar aturan. Pemerintah harus menjaga agar aset publik tidak hilang, sekaligus memastikan hak masyarakat tetap terlindungi,” pungkasnya.
Sementara itu, Tim Hukum Pemkot Makassar sebelumnya juga menyatakan bahwa kasus ini tengah ditangani dengan pendekatan hati-hati. Pemerintah menunggu arahan lebih lanjut untuk mediasi usai peringatan Hari Jadi Kota Makassar ke-418, dengan melibatkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), kejaksaan, dan kepolisian sebagai pihak penengah.
Lahan Pasar Pannampu sendiri merupakan salah satu aset penting milik daerah yang menjadi pusat kegiatan ekonomi masyarakat di wilayah utara Makassar. Posisi strategis dan nilai jual tinggi membuat kawasan ini rawan menjadi objek sengketa.


















































