Dari hanya bermain bersama, para drummer di Jogja kemudian membentuk komunitas. Ruang yang menjadi tempat berbagi pengalaman dan pengetahuan, kini ingin mencoba mengarsipkan cerita drummer di Jogja. - Istimewa.
Harianjogja.com, JOGJA—Dari hanya bermain bersama, para drummer di Jogja kemudian membentuk komunitas. Ruang yang menjadi tempat berbagi pengalaman dan pengetahuan, kini ingin mencoba mengarsipkan cerita drummer di Jogja.
Suara genderang drum memadati ruangan Jogja Expo Center di Bantul. Suara ini menjadi penghias ratusan motor dan mobil yang masuk dalam Kustomfest 2024. Beberapa drummer, dengan satu instruktur, menghibur para pengunjung yang datang. Sesekali, mereka melibatkan penonton untuk bertepuk tangan. Tepuk tangan itu menjadi bagian dari nada, yang kemudian dipadukan dengan suara dari drum.
Mereka berasal dari Komunitas Drummer Guyub Yogyakarta (DGYK). Tidak hanya Kustomfest, kita bisa menemui alunan suara drum mereka di banyak acara. Mereka juga menjadi pengisi acara di Malioboro Festival dan IC Festival di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas Universitas Gadjah Mada.
Sejak terbentuk pada 2016, DGYK secara berkala mengisi berbagai acara. Mereka juga membuat karya secara kolektif. Padahal saat melihat ke belakang, tidak ada kesengajaan untuk membentuk komunitas, yang isinya para drummer yang ada di Jogja.
Ketua DGYK, Dedhy Dwi Andono Putro, mengatakan awalnya beberapa teman mengajak sticking bersama. Ternyata pesertanya semakin bertambah. “Banyak hal yang bisa diobrolin selain teknik, dari pengalaman teman-teman yang udah senior. Misal kenapa bisa bertahan selama puluhan tahun, bisa ditanyakan dan dipelajari," kata Dedhy, beberapa waktu lalu.
Keahlian drummer bisa banyak konteksnya. Dari sekadar hobi, pekerjaan, atau project-an amal. Spektrum yang luas, membuat keilmuan di dunia drum bisa variatif. Sehingga komunitas bisa menjadi ruang berbagi ilmu tentang keahlian, teknis, pengalaman, hingga pekerjaan. Perbincangan bisa dari mesin dan drum yang bagus, hingga sejarah komunitas drum di Jogja.
Mengasah Skill dan Pengalaman
Akan susah untuk memastikan jumlah pasti dari anggota DGYK. Namun yang masuk dalam WhatsApp Group sekitar 300-an orang. Itu pun masih ada yang belum masuk ke dalam grup.
Segala usia bisa masuk. Ada yang masih sekolah dasar, hingga yang usianya 40-an tahun. Justru dengan wadah komunitas ini, anak-anak yang hendak belajar bisa semakin memaksimalkan koneksinya. Tidak menutup mata, banyak anak-anak yang sudah terlihat bakat musiknya sejak usia belia, termasuk di sektor drummer.
Apalagi Jogja sebagai kota pendidikan. Banyak perantau yang kemudian tinggal dan belajar di Jogja. Di samping memanfaatkan ilmu di sekolah atau institusi formal, masyarakat bisa menguatkan hobi di komunitas. Justru ilmu informal ini yang kemudian sering lebih berkembang, lantaran sistem pembelajarannya bisa lebih santai dan intens.
Drummer atau anggota yang berasal dari banyak kalangan dan daerah, menjadi keuntungan DGYK. Satu sama lain bisa saling memberikan perspektifnya masing-masing. Selama kegiatannya positif, komunitas akan mewadahi aspirasi anggotanya.
“Semoga hal ini selalu berkembang dan mampu menjadi inspirasi bagi para drummer, musisi, seniman, dan masyarakat umum," kata Dedhy.
Salah Satu Sektor Penting
Mayoritas genre musik yang ada akan membutuhkan drum. Di titik tertentu, drum bisa menjaga tempo dari alunan musik yang dimainkan banyak instrumen. Bahkan ketukan drum bisa menjadi ciri khas suatu genre musik.
Fungsi ini yang kemudian menjadikan drum, dan tentunya drummer, perannya cukup vital dalam musik. Banyak jenis musik yang tidak bisa lepas dari drum. "Apapun itu, mau main dangdut, pop, rock, apapun [nada dari drum] pasti berpengaruh. Festival apapun pasti ramai [jika ada nuansa drumnya]. Jadi sebenarnya masih apik [minat masyarakat pada drum]," katanya.
Dari yang awalnya sebagai ruang berbagi ilmu dan pengalaman, kegiatan komunitas semakin berkembang. Saat ini dan ke depannya, DGYK ingin memperbanyak dokumentasi dan pengarsipan. Ini menjadi penting, mengingat perjalanan suatu musik atau pelakunya bisa menjadi aset berharga.
Upaya dokumentasi dan pengarsipan termasuk pada semua pemain drum, khususnya yang ada di Jogja. Saat data sudah rapi, maka akan lebih mudah dicari. Pada akhirnya nanti bisa menjadi bahan belajar dan merefleksi.
"Memang lebih pencatatan, dan membagikan hal-hal selain teknis karena banyak di luar teknis perlu dipelajari juga," kata Dedhy.
Dari Album ke Album
Komunitas Drummer Guyub Yogyakarta (DGYK) sudah mengeluarkan beberapa album musik. Karya kolaborasi ini bertajuk Drum Speak. “Drum Speak satu hingga tiga jadi semua. Bentuknya instrumental," Dedhy.
Drum Speak total perkusi. Secara filosofis, album pertama itu berbicara tentang DIRI. Secara garis besar, karya tersebut ingin bercerita tentang menjadi diri sendiri dan membuat mimpi versi masing-masing.
Sementara album kedua mulai diestafetkan, dihibahkan, dan dipegang oleh DGYK sepenuhnya. Tajuk besarnya ‘feel the time, and make your drums speak’. Karya kedua tersebut banyak berbicara tentang waktu.
Di album ketiga, yang juga DGYK memegang kendali penuh, bicara tentang ruang. Tajuk besarnya ‘be aware of the space, and make your drums speak’. Pada kompilasi Drum Speak ketiga, menjadi salah satu penanda konsistensi DGYK.
Cukup spesialnya, pada Drum Speak ketiga, mereka mengajak kolaborasi para mahasiswa JAS (Jogja Audio School). Para mahasiswa JAS menjadi partner untuk berkreasi dan berperan dalam teknis perekaman audio.
Berlanjut pada album keempat, komunitas melibatkan seniman difabel untuk gambar art work-nya. "Lihat getaran hingga dibacakan pakai bahasa isyarat yang ternyata bahasa isyarat custom," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News