KLIKPOSITIF – Indeks Harga Konsumen (IHK) Provinsi Sumatera Barat secara umum tercatat inflasi 0,40 (mtm) pada Oktober 2025. Perkembangan tersebut masih dipengaruhi oleh peningkatan harga cabai merah dan emas perhiasan. Kenaikan harga cabai merah ini dipengaruhi oleh terbatasnya produksi lokal serta kelangkaan pasokan dari luar provinsi. Sementara itu, peningkatan harga emas perhiasan sejalan dengan penguatan harga emas acuan global. Di sisi lain, laju inflasi yang lebih tinggi dapat tertahan oleh penurunan harga beberapa komoditas pangan, khususnya bawang merah.
“Kelompok makanan, minuman, dan tembakau yang mencatatkan inflasi 0,47% (mtm) dengan andil 0,16%. Hal ini disebabkan oleh peningkatan harga cabai merah, ikan cakalang/ikan sisik, dan daging ayam ras. Harga cabai merah naik 21,76% (mtm) dampak terbatasnya pasokan dari sentra produksi lokal Sumatera Barat maupun daerah sekitar, seperti Sumatera Utara dan Aceh, karena musim kering yang terjadi pada masa tanam,” kata Kepala Perwakilan BI Sumbar, Mohamad Abdul Majid Ikram melalui rilis yang diterima KLIKPOSITIF.com.
Ia mengatakan, peningkatan harga ikan cakalang disebabkan oleh hasil tangkapan yang terbatas akibat kondisi cuaca yang kurang mendukung. Sementara itu, kenaikan harga daging ayam ras dipengaruhi oleh meningkatnya harga pakan ternak. Di sisi lain, harga bawang merah turun 20,58% (mtm) sejalan dengan membaiknya produksi lokal dan stabilnya pasokan dari sentra nasional.
Kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya inflasi sebesar 3,98% (mtm) dengan andil 0,21% yang didorong oleh peningkatan harga emas perhiasan sebesar 13,99% (mtm) sejalan dengan penguatan harga emas global. Pemangkasan suku bunga The Fed dan instabilitas kondisi geopolitik menjadi penyebab penguatan harga emas.
“Kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga juga mendorong inflasi dengan andil 0,03% terhadap inflasi Oktober. Kondisi tersebut didorong oleh peningkatan biaya sewa rumah sejalan dengan berjalannya tahun akademik baru, terutama di perguruan tinggi swasta,” jelasnya.
Secara spasial, hampir seluruh kabupaten/kota IHK di Sumatera Barat mengalami inflasi, kecuali Kabupaten Dharmasraya. Kota Padang mencatatkan inflasi tertinggi sebesar 0,52% (mtm), Kabupaten Pasaman Barat 0,41% (mtm), dan Kota Bukittinggi 0,16% (mtm). Realisasi tersebut disebabkan oleh peningkatan harga cabai merah. Di sisi lain, Kabupaten Dharmasraya mencatatkan deflasi 0,20% (mtm).
Secara kumulatif, perkembangan harga di Provinsi Sumatera Barat hingga Oktober 2025 sebesar 3,87% (ytd), melampaui batas atas sasaran inflasi 2,5±1%. Untuk itu, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Sumatera Barat perlu penguatan strategi stabilisasi harga pangan agar tetap terkendali dan berada dalam rentang sasaran, antara lain:
1)Menjaga kecukupan pasokan di masing-masing daerah, salah satunya dengan memperkuat Kerjasama Antar Daerah;
2)Intensifikasi Gerakan Pangan Murah (GPM) kepada masyarakat konsumen di seluruh kabupaten/kota di lokasi yang tepat sasaran dengan menjual komoditas pemicu inflasi, terutama cabai merah;
3)Memperkuat komunikasi publik yang efektif melalui penyebaran informasi jadwal pasar murah/GPM se-Sumatera Barat melalui media cetak, online, dan media sosial; serta
4)Memperkuat koordinasi pengendalian inflasi antar instansi melalui penyelenggaraan rapat koordinasi TPID yang lebih intensif di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
“Dengan sinergi berbagai pihak yang terus diperkuat, TPID Sumatera Barat optimis program pengendalian inflasi pangan akan berjalan efektif. Komitmen ini akan terus dijaga untuk memastikan inflasi Sumatera Barat tetap terkendali dalam rentang 2,5±1% (yoy) pada keseluruhan tahun 2025,” jelasnya.

3 weeks ago
24


















































