Anggota DPRD Kota Makassar dari Fraksi PKS, Hartono (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Makassar Hartono menyampaikan kesiapan untuk membahas usulan Peraturan Daerah (Perda) tentang toleransi dan kerukunan umat beragama sebagai langkah antisipatif menjaga stabilitas sosial dan keberagaman di Kota Makassar.
Menurut politisi PKS itu, secara umum suasana kehidupan beragama di Makassar saat ini masih berjalan kondusif. Namun, penting mengambil langkah preventif agar potensi konflik tidak berkembang di masa mendatang.
“Di permukaan kita melihat suasana keagamaan di Makassar kondusif. Tapi kalau ada potensi yang memungkinkan lahirnya kondisi tidak kondusif ke depan, tentu itu harus diantisipasi sejak dini, dan ini adalah salah satu saran yang sangat baik kita di legislatif akan memikirkan hal itu,” ujar Hartono, Kamis (25/12).
Ia membenarkan adanya data yang sempat menempatkan Makassar dalam daftar 10 kota intoleran. Meski begitu, data tersebut tidak serta-merta mencerminkan wajah sesungguhnya Kota Makassar yang selama ini dikenal sebagai kota majemuk dan terbuka.
“Kita berharap data itu tidak menggambarkan kondisi riil Makassar. Kita bersyukur Makassar ini baik-baik saja, insyaallah,” katanya.
Terkait usulan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) agar pemerintah daerah memiliki regulasi khusus yang mengatur toleransi dan kerukunan umat beragama, Hartono menegaskan DPRD terbuka dan siap mengkaji hal tersebut melalui Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda).
“Kalau ada usulan perlunya regulasi, tentu ini akan kami jadikan masukan. Akan kami kaji urgensinya di Bapemperda. Tujuan akhirnya adalah membangun keteraturan dan memastikan semua warga bisa menikmati pembangunan secara adil, jadi memang ini akan nanti dibawa dan dibahas bersama-sama untuk melihat urgensinya seperti apa,” jelasnya.
Hartono menekankan bahwa Makassar adalah milik bersama seluruh warganya. Karena itu, pembangunan tidak hanya soal menikmati hasil, tetapi juga partisipasi aktif seluruh elemen masyarakat dalam menjaga kebersamaan dan harmoni sosial.
Ia juga menegaskan komitmen DPRD Makassar untuk menjalankan fungsi pengawasan terhadap pemerintah kota, sekaligus memastikan program-program berjalan sesuai harapan masyarakat.
“Kami di DPRD berkomitmen menjalankan kewenangan yang ada untuk memastikan fungsi DPR berjalan dengan baik. Tapi kami juga butuh dukungan dari semua masyarakat agar pemerintahan ini berjalan sesuai harapan kita bersama, tidak hanya DPRD dan Pemkot saja tapi semua pihak duduk bersama,” tegasnya.
Sementara itu, Pengamat Politik dan Pemerintahan Universitas Hasanuddin, Ahmad Yani, menilai narasi intoleransi di Makassar perlu dibaca secara lebih hati-hati dan berbasis data ilmiah. Ia menyebut, terdapat perbedaan metodologi dalam berbagai studi yang menilai tingkat toleransi suatu daerah.
“Setara Institute menggunakan data kualitatif berbasis kebijakan. Saya menggunakan data kuantitatif, khususnya pada anak muda. Hasil riset saya justru menunjukkan Makassar adalah kota yang toleran, ini riset yang saya buat sendiri ya, untuk melihat bagaimana Makassar kita ini,” kata Ahmad Yani.
Ia menjelaskan, dalam penelitiannya, ia membandingkan 10 indikator toleran dan 10 indikator intoleran dari Setara Institute di berbagai kota di Indonesia. Hasilnya, generasi muda di Makassar menunjukkan sikap toleran yang kuat.
“Bukan berarti Setara salah, metodenya saja berbeda. Setara menilai dari kebijakan pemerintah, sementara saya melihat perilaku masyarakat. Bisa saja kebijakannya dianggap tidak toleran, tapi masyarakatnya justru toleran, kita harus melihat dari kedua sisi itu, tidak serta merta kebijakan tidak ada lalu masyarakat tidak toleran,” jelasnya.
Menurut Ahmad Yani, usulan Perda toleransi dan kerukunan justru bisa menjadi basis kebijakan yang kuat untuk melindungi Makassar dari stigma intoleran yang kerap dilekatkan secara nasional.
“Kalau FKUB mendorong adanya Perda toleransi, itu bisa menjadi dasar kebijakan agar Makassar tetap menjadi Makassar, kota yang toleran, langkah untuk membuat menjadi Perda juga langka yang sangat baik sehingga perlu dukungan,” ujarnya.
Ia juga memaparkan hasil risetnya terkait konflik pemuda, yang menunjukkan bahwa tingkat kepadatan wilayah memiliki korelasi dengan potensi konflik sosial. Karena itu, penyelesaian konflik tidak bisa hanya dibebankan pada pemerintah.
“Dalam konsep governance, bukan hanya pemerintah yang bertanggung jawab. Ada NGO, komunitas, swasta, masyarakat, dan individu. Ini yang disebut active citizenship,” jelasnya.
Ahmad Yani menambahkan, riset Indeks Citizenship yang pernah dilakukannya di Makassar menunjukkan korelasi antara keaktifan warga dengan tingkat keamanan dan kualitas pembangunan di suatu wilayah. Sayangnya, indeks tersebut belum dilanjutkan oleh pemerintah daerah.
“Ke depan, kebijakan publik seharusnya berbasis sains, bukan sekadar viral. Data dan riset harus menjadi pertimbangan utama, jadi memang sekali lagi saya ingatkan agar semua kebijakan DPRD dn keputusan harus berbasis dengan sain, sehingga betul-betul ada dampak nyata,” pungkasnya.

















































