Dua Guru Lutra yang di PTDH Nilai Inspektorat Kabupaten Jadi Pemicu Kasus

1 week ago 21
Dua Guru Lutra yang di PTDH Nilai Inspektorat Kabupaten Jadi Pemicu KasusGuru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Abdul Muis (dok. Syamsi/kabarMakassar)

KabarMakassar.com — Dua guru SMA Negeri 1 Luwu Utara, Abdul Muis dan Rasnal, menilai proses hukum yang menjerat mereka sarat kejanggalan.

Dia menyebut lembaga pengawas itu secara keliru menyimpulkan bahwa dana sumbangan orang tua siswa menyebabkan kerugian negara.

Ditemui usai melakukan rapat dengar pendapat (RDP) dengan DPRD Sulsel, Abdul Muis menegaskan bahwa dana itu bersumber murni dari hasil kesepakatan orang tua dan digunakan untuk kepentingan sekolah.

“Yang janggal itu adalah yang pertama, Inspektorat menjadi biang kerok. Yang murni sumbangan orang tua dinyatakan ada kerugian negara. Sangat tidak sinkron itu menyatakan ada kerugian negara,” ujar Abdul Muis, Rabu (12/11/2025)

Abdul Muis menegaskan, logika kerugian negara dalam kasus tersebut tidak berdasar. Menurutnya, jika benar terjadi pungutan, seharusnya seluruh siswa membayar penuh tanpa pengecualian.

Namun faktanya, banyak siswa yang tetap bisa mengikuti ujian dan lulus meski belum melakukan pembayaran sama sekali.

“Kalau memaksa anak-anak membayar maka semua totalnya lunas. Ternyata banyak anak-anak yang tidak membayar tetap ikut semester, tetap ikut ujian dan keluar (lulus) dari SMA dalam keadaan lulus,” katanya.

Lebih jauh, Abdul Muis menolak tudingan bahwa dana komite yang dikelola pihak sekolah termasuk pungutan liar. Dia menegaskan, seluruh keputusan terkait hal itu diambil secara terbuka melalui rapat bersama orang tua siswa.

“Terbukti bahwa ini dirapatkan orang tua secara terbuka. Berarti diluar dari ciri-ciri pungli itu, yang dilakukan secara sepihak dan tertutup,” jelasnya.

Dia juga menilai vonis terhadap dirinya menunjukkan ketimpangan dalam memahami persoalan pendidikan di daerah.

Abdul Muis merasa kehadiran para guru di sekolah justru untuk menambal kekosongan peran negara dalam memenuhi kebutuhan dasar pendidikan.

“Kejanggalan hukumnya ini kami divonis sebagai korupsi. Sementara ini adalah kita hadir di situ karena ketidakhadiran negara untuk membantu sekolah, untuk membiayai,” tegasnya.

Sementara itu, Rasnal mengungkap kejanggalan lain yang menurutnya terjadi sejak awal proses pemeriksaan. Dia mempertanyakan dasar Inspektorat Kabupaten Luwu Utara memeriksa dirinya dan Abdul Muis, padahal keduanya berstatus ASN provinsi.

Menurutnya, pemeriksaan seharusnya dilakukan oleh Inspektorat Provinsi Sulawesi Selatan, bukan lembaga di tingkat kabupaten.

“Polisi Luwu Utara itu, dengan segala kewenangan dan power-nya, dia menggandeng Inspektorat Luwu Utara. Ini aneh sekali padahal kami ini pegawai provinsi. Harusnya Inspektorat Provinsi yang panggil,” ujar Rasnal.

Rasnal menceritakan bahwa setelah dipanggil oleh polisi, dia dan rekannya kembali diperiksa ulang oleh Inspektorat Luwu Utara.

Namun, selama pemeriksaan, dia menemukan hal yang menurutnya sangat janggal. Pertanyaan yang diajukan Inspektorat sama persis dengan yang diajukan penyidik kepolisian, seolah tanpa kajian mandiri.

“Pada saat saya disidik, saya bertanya kepada yang menyidik saya. ‘Kenapa pertanyaannya, Pak, persis sama dengan polisi? Berarti anda ini tidak punya persiapan khusus yang sesuai dengan kehebatan Inspektorat memeriksa keuangan’. Dia jawab, ‘kami hanya meng-copy dari polisi memang’,” ungkap Rasnal menirukan percakapannya dengan pihak Inspektorat Luwu Utara.

Menurut Rasnal, pemeriksaan berlangsung selama sekitar empat bulan dan hasilnya kemudian diserahkan ke kepolisian. Dari situlah muncul kesimpulan bahwa terdapat kerugian negara, yang kemudian dijadikan dasar oleh jaksa untuk membawa perkara tersebut ke pengadilan.

“Dan kesimpulan Inspektorat saat itu adalah terdapat kerugian negara atau pungutan di SMA 1 Luwu Utara. Inilah yang menjadikan jaksa sebagai temuan dan masalah ini didorong ke pengadilan,” pungkas Rasnal.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news