Kombucha menjadi penyelamat Dityo Puspito Yuwono dari rasa sakit mag. Momen itu membawanya untuk memproduksi, menjual, dan mengedukasi masyarakat tentang kombucha. - Istimewa.
Harianjogja.com, JOGJA—Kombucha menjadi penyelamat Dityo Puspito Yuwono dari rasa sakit mag. Momen itu membawanya untuk memproduksi, menjual, dan mengedukasi masyarakat tentang kombucha.
“Aku nyari why-nya dulu, kenapa aku buat [kombucha] ini, kalau itu kejawab, yang lainnya enak,” kata Dityo Puspito Yuwono, pemilik Sokondalem Kombucha, Senin (28/10/2024).
Salah satu unsur ‘why’ Dityo memproduksi kombucha, lantaran minuman fermentasi teh itu yang sempat menyembuhkan penyakitnya. Dulu, saat masih kuliah di Teknik Elektro UGM, pola makannya tidak teratur. Alhasil, penyakit mag seringkali mampir, meski untungnya belum pada tahap kronis.
Di medium 2015, Dityo bekerja sebagai barista kopi. Dia sering ikut menemani rekannya yang membuka stan di pasar organik. Sesama tenan terbiasanya memberikan produknya. Di momen itulah, Dityo berkenalan dengan kombucha. Dia mencoba kombucha, yang ternyata bisa meredakan sakit mag-nya. Ditambah asupan makanan tinggi serat dan pola diet yang cocok, Dityo sudah berpisah dengan sakit mag hingga hari ini.
Perkenalan Dityo dengan kombucha berlanjut. Mereka semakin ‘mesra’ dengan berbagai eksperimen kombucha. Saat bekerja sebagai barista di Antologi Collaboractive Space pada 2017, dia banyak memberikan hasil kombuchanya ke teman dan pelanggan. “Banyak percobaan, sering gagal dan berhasil. Akhir 2018 mulai mengeluarkan brand [Sokondalem Kombucha],” katanya.
Tentang Proses
Sokondalem memproduksi kombucha berdasarkan pesanan. Dityo akan memproduksi kombucha di malam hari, setelah dia pulang dari pekerjaannya di perusahaan swasta. Malam itu, Dityo mondar-mandir dari depan kompor, ke ruang racik, dan ke rak penyimpanan toples.
Berteman musik yang keluar dari laptopnya, Dityo memproses kombucha dari awal hingga akhir. Untuk membuat kombucha, bahan utamanya berupa teh, gula, dan jamur kombucha. Sebanyak 50 gram teh kering, biasanya untuk campuran air sebanyak 800 mililiter. Air dan teh itu direbus hingga mendidih.
Setelahnya Dityo akan menuangkan rebusan teh ke toples, yang di dalamnya sudah ada gula. Proses selanjutnya berupa pendinginan. Apabila rebusan teh sudah dingin, dia mencampurkan teh jamur kombucha atau scoby. Secara garis besar, scoby hasil simbiosis bakteri dan ragi. Proses terakhir berupa fermentasi. Waktunya sekitar 7-14 hari.
Hasil kombucha berpotensi mengandung alkohol. Setiap proses punya perbedaan kandungan, bisa yang tertinggi kandungan alkoholnya mencapai 0,8% dan terendah 0,1%. “Enggak bikin mabuk, ada yang bilang halal, ada yang meragukan. Buatku [kombucha nyaris] enggak ada alkoholnya, karena habis jadi asam. Lebih ambil manfaatnya ini ini, secara konsep lebih banyak manfaatnya,” kata Dityo.
Dalam sepekan, pesanan kombucha di Sokondalem sekitar 10-20 liter. Harga seliter kombucha sekitar Rp50.000. Pembeli kombucha di Sokondalem dari konsumen individu hingga distributor. Dityo juga menyediakan paket perlengkapan pembuatan kombucha, bagi yang hendak belajar. “Sejak buka [Sokondalem] udah ada [yang mau ikut belajar]. Aku buatin paket untuk belajar,” katanya.
Banyak Bonusnya
Dari produksi pribadi, kini Dityo bisa berbagi cara membuat kombucha pada masyarakat. Akhirnya ‘why’ dari menjalankan usaha Sokondalem semakin banyak, tidak hanya untuk kepentingan pribadi. Di sisi lain, usaha kombucha ini bisa untuk tambahan pendapatan keluarga Dityo. Apalagi produksinya bisa dilakukan di waktu-waktu luangnya.
Produksi kombucha juga semakin memberikan ruang Dityo yang memang suka eksperimen dan mencoba banyak hal. Hobi mencoba-coba ini sudah berlangsung sejak lama. Sebelumnya, Dityo banyak bereksperimen tentang kopi, sirup, hingga frozen food. Pernah juga dia membuat pot kecil dari kayu.
“Sering eksperimen di rumah, bisa buat sesuatu kemudian dijual. Itu jadi dasar nama Sokondalem, yang artinya ‘Dari Rumah’,” kata Dityo, laki-laki berusia 37 tahun tersebut.
Sokondalem berasal dari kata Bahasa Jawa, Soko dan Ndalem. Secara umum, Sokondalem bermakna kreasi produk yang berasal dari rumah. Meski pernah membuat banyak bahan makanan dan minuman, kini Dityo fokus pada kombucha. Dia mencoba konsisten, setelah menentukan dan berkomitmen pada pilihannya.
“Pengen belajar terus, besok mau ngapain dan ngapain, hari ini perlu lebih baik dari kemarin. Kalau hari ini sama [dengan kemarin justru] rugi. Kalau udah stop [belajar dan mencoba hal baru], udah berhenti berkembang,” katanya.
Ruang Belajar Bersama
Sejak membuka Sokondalem, berbagai permintaan belajar memproduksi kombucha berdatangan. Awalnya berasal dari lingkar pertemanan Dityo, yang tahu apabila dia sering membuat kombucha.
Dityo kemudian membuat paket edukasi produksi kombucha. Paket termurahnya Rp150.000. Dengan biaya tersebut, pengunjung sudah mendapatkan bahan memproduksi kombucha, materi berupa e-book, dan praktik. Proses pembelajaran yang intens berlangsung sekitar dua jam.
“[Kadang ada yang nanya] beneran harganya segini? Mereka ngasih tahu harga di tempat lain yang waw (lebih mahal). Aslinya aku dapet ilmunya gratis, ngapain sih mahal-mahal,” kata Dityo.
Dari sekian banyak orang yang belajar membuat kombucha di Sokondalem, hampir semuanya bisa berhasil memproduksi hingga tahap panen. Bahkan pendampingan pembuatan kombucha bisa secara daring, bagi orang yang berada di luar Jogja. Pernah Dityo mengirim bahan kombucha ke Kalimantan. Dia memberikan instruksi melalui video call.
Tidak jarang orang yang belajar membuat kombucha dari Sokondalem juga curhat ke Dityo. Saat proses fermentasi, dia lupa untuk mengurusnya hingga waktu yang cukup lama. Ada juga kombucha yang kemudian dibuang oleh orangtuanya, yang tidak tahu kalau itu sedang difermentasi.
“Ada juga yang belajar terus jualan kombucha. Ada yang di Solo, Klaten, hingga Magelang,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News