Ilustrasi (Dok : KabarMakassar).KabarMakassar.com — Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar memastikan pendampingan penuh terhadap korban kekerasan seksual oleh ayah tirinya.
Kasus bejat ini menjadi perhatian serius DPPPA karena pelaku diduga berulang kali memperkosa anak tirinya hingga korban hamil dan melahirkan.
Plt Kepala UPT Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Makassar, Musmualim, menegaskan bahwa pihaknya telah menurunkan tim pendamping untuk memastikan kondisi psikologis dan sosial korban tertangani dengan baik.
Pendampingan dilakukan secara klinis dan psikososial agar korban dapat pulih dari trauma mendalam akibat kekerasan yang dialaminya.
“Kami fokus pada pemulihan korban, baik secara psikologis maupun sosial. Pendampingan ini kami maksimalkan agar anak bisa kembali memiliki rasa aman dan percaya diri,” ujar Musmualim, Rabu (08/10).
Ia menambahkan, layanan pemulihan tersebut juga diberikan kepada korban kekerasan seksual lainnya yang baru-baru ini mencuat, termasuk kasus seorang guru di kawasan Mangga Tiga yang diduga mencabuli muridnya sendiri.
Menurut Musmualim, kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa kekerasan terhadap anak tak lagi terbatas di ruang publik, tetapi juga terjadi di lingkungan terdekat yang semestinya menjadi tempat perlindungan.
“Ada kasus di sekolah, ada juga di rumah. Dua-duanya memperlihatkan lemahnya pengawasan dan pentingnya edukasi seksualitas serta perlindungan anak sejak dini,” tegasnya.
Musmualim menjelaskan, proses pendampingan di UPT PPA dimulai dengan asesmen menyeluruh terhadap korban, baik melalui pendamping hukum maupun langsung oleh keluarga.
Langkah ini untuk memetakan tingkat trauma dan kebutuhan khusus korban sebelum diberikan intervensi psikologis.
“Awalnya korban melapor lewat kuasa hukumnya. Tapi kami minta korban datang langsung bersama orang tua supaya bisa dilakukan asesmen langsung, agar pendampingan lebih tepat sasaran,” ungkapnya.
Setelah asesmen, korban diarahkan untuk mengikuti sesi konseling psikologis dan pemulihan sosial. Sementara aspek hukum kasus tersebut kini ditangani oleh aparat penegak hukum (APH).
DPPPA Makassar, melalui UPT PPA, terus berkoordinasi dengan kepolisian untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa tekanan terhadap korban.
Selain penanganan pasca-kasus, DPPPA Makassar juga memperkuat langkah pencegahan (preventif) melalui kolaborasi lintas sektor. UPT PPA menggandeng Dinas Pendidikan, NGO, dan jaringan aktivis perempuan serta anak untuk menggiatkan sosialisasi dan edukasi mengenai bahaya kekerasan seksual, termasuk di sekolah dan komunitas keluarga.
“Kita dorong optimalisasi peran Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) di setiap satuan pendidikan. Itu amanah undang-undang yang harus dijalankan,” jelas Musmualim.
Ia menilai, edukasi dan kesadaran publik harus menjadi prioritas, bukan hanya penindakan hukum setelah kejadian. Karena itu, DPPPA terus menekan pentingnya peran keluarga dan sekolah sebagai benteng utama perlindungan anak.
“Kalau preventif, edukasi, dan sosialisasi itu memang bagian dari tupoksi Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Kami juga mendorong Dinas Pendidikan untuk lebih aktif mengedukasi anak dan guru agar peka terhadap tanda-tanda kekerasan,” tambahnya.
Kasus rudapaksa oleh ayah tiri di Makassar ini menambah daftar kelam kekerasan seksual di Sulawesi Selatan. Sementara pelaku masih diburu, korban kini menjalani pendampingan intensif di bawah pengawasan psikolog DPPPA Makassar.
Musmualim menegaskan, keberanian masyarakat untuk melapor menjadi kunci utama dalam memutus rantai kekerasan terhadap anak.
“Yang paling penting sekarang adalah jangan diam. Jika melihat atau mencurigai kekerasan terhadap anak, segera laporkan. Karena diam itu berarti memberi ruang bagi pelaku untuk mengulangi perbuatannya,” pungkasnya.


















































