Harianjogja.com, JAKARTA—Kram otot bisa terjadi kapan saja, tidak hanya sesaat setelah melakukan aktivitas tinggi. Kram juga bisa muncul ketika hendak tidur atau selama tidur, menyentak dengan ketegangan yang menimbulkan nyeri pada betis.
Sebagaimana dikutip dalam siaran CNA dari hasil studi yang dipublikasikan di PLoS One pada Juni 2017 menunjukkan bahwa kram kaki pada malam hari semacam itu cukup umum.
Menurut hasil studi itu, sekitar 30% orang dewasa mengalami kram pada malam hari setidaknya lima kali dalam sebulan dan masalah itu bukan hanya terjadi pada orang yang habis lari maraton, meski orang yang lebih aktif lebih rentan mengalaminya.
Menurut Dr. Ang Mu Liang, konsultan bedah ortopedi di Woodlands Health, National Healthcare Group, kram otot adalah kontraksi otot yang terjadi tiba-tiba dan tidak disengaja.
"Kram terjadi saat serat otot terlalu tereksitasi, sering kali disebabkan oleh impuls saraf yang tidak terarah atau kadar elektrolit yang tidak memadai, seperti kalium, kalsium, atau magnesium yang diperlukan untuk kontraksi otot normal," katanya, Kamis (31/10/2024).
Keadaan ini melibatkan neuron motorik bawah, sel saraf di sumsum tulang belakang dan otak. Sederhananya, neuron ini mengumpulkan impuls saraf dari sistem saraf pusat dan mengirimkannya ke otot-otot di tubuh untuk menciptakan gerakan.
Fisioterapis Core Concepts, Ernie Goh, mengatakan bahwa kram otot disebabkan oleh "neuron motorik bawah yang memiliki pelepasan saraf yang hiperaktif, berfrekuensi tinggi, dan tidak disengaja."
BACA JUGA: Disiapkan Dana Rp3,96 Miliar, 3 Ruas Jalan di Kulonprogo Ini Diperbaiki Tahun Depan
Kendati demikian, Zachary Poon Qi Jing, seorang fisioterapis senior di Rumah Sakit Umum Sengkang di Singapura, menyampaikan bahwa para ahli tidak sepenuhnya yakin mengapa beberapa orang sehat mengalami kram otot dan yang lainnya tidak.
Sifat kram kaki yang spontan membuat pengamatan dan penelitian mengenai masalah ini susah dilakukan.
Namun, menurut Poon, ada dua hipotesis utama mengenai penyebab kram otot kaki, yakni kelelahan otot dan ketidakseimbangan elektrolit.
Dia juga mengemukakan bahwa mekanisme di balik kram pada malam hari berbeda dengan kram yang terjadi pada siang hari, seperti kelelahan otot dan ketidakseimbangan elektrolit akibat aktivitas.
"Hipotesis utama untuk kram otot di malam hari adalah transisi dari tidur gerakan mata cepat (REM) ke tidur non-REM," katanya.
"Selama tidur REM, hipotesisnya bahwa kita memiliki tonus otot yang rendah (ketegangan pada otot saat istirahat) dan selama fase transisi ke tidur non-REM, peningkatan tonus otot secara tiba-tiba dapat mengakibatkan kram otot."
Ia menjelaskan bahwa usia juga tampaknya berpengaruh, karena orang yang lebih tua cenderung memiliki gangguan yang berkaitan dengan sistem saraf dan metabolisme, dan lebih mungkin mengonsumsi banyak obat, yang semuanya dapat meningkatkan kemungkinan munculnya kram otot.
Sedangkan Dr. Ang mengatakan bahwa menurut pengamatannya seiring dengan bertambahnya usia massa otot sering kali menurun dan kemampuan otot untuk merespons sinyal saraf juga menurun.
"Selain itu, orang dewasa yang lebih tua sering kali memiliki sirkulasi yang lebih buruk dan mungkin mengalami penurunan fleksibilitas dan tingkat hidrasi, yang semuanya berkontribusi terhadap kram yang lebih sering terjadi," katanya.
Goh mengatakan bahwa menurut hasil penelitian, tidak ada perawatan khusus yang direkomendasikan untuk mengatasi kram otot.
"Namun, kami biasanya memaksakan peregangan berkelanjutan pada otot yang terkena untuk menghentikan kontraksi yang tidak disengaja. Biasanya, jika kram disebabkan oleh kelelahan, Anda harus menghentikan aktivitas dan beristirahat sejenak," katanya.
Poon menyarankan peregangan otot yang kram ke arah yang berlawanan. Misalnya, jika betis yang kram memaksa kaki ke posisi jinjit, maka tarik kaki kembali ke posisi jari kaki.
Selain itu, Dr. Ang mengatakan, menggunakan panas dapat membantu mengendurkan otot dan kemudian mengompresnya dengan es secara berkala dapat mengurangi rasa sakit.
Goh mengatakan bahwa mengisi kembali elektrolit tubuh dengan makan pisang untuk memenuhi asupan kalium atau minum minuman isotonik juga dapat membantu.
Meskipun terasa nyeri dan tidak nyaman, Poon mengatakan, kram otot tidak menyebabkan kerusakan pada otot yang terkena dan struktur di sekitarnya.
"Sensasi kaku, nyeri, terbakar, atau bahkan kesemutan setelah kram mereda merupakan akibat dari kurangnya aliran darah ke area tersebut, yang menyebabkan titik pemicu atau simpul pada otot," kata Goh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Antara