Polda Sulsel Telusuri Kasus Korupsi yang Sempat Menjerat Dua Guru di Luwu Utara

1 week ago 12

KabarMakassar.com — Kapolda Sulawesi Selatan, Irjen Pol Djuhandhani Rahardjo Puro mengatakan telah menurunkan tim khusus untuk menelusuri dugaan kasus korupsi yang sempat menjerat dua guru di Kabupaten Luwu Utara, yakni Abdul Muis dan Rasnal yang berujung pada pemecatan.

Djuhandhani menyebut bahwa tim khusus yang terlibat dalam penelusuran kasus tersebut, yakni Bidpropam Polri, Bidpropam Polda Sulsel, serta Wasidik Direktorat Kriminal Khusus yang dikerahkan untuk mempelajari kasus tersebut yang sempat ditangani di Polres Luwu Utara.

“Kejadiannya terjadi pada tahun 2022, sudah melalui proses hukum dan sudah ada vonis serta pelaksanaan hukuman,” kata Irjen Pol Djuhandhani, Kamis (13/11).

Djuhandhani mengatakan bahwa kasus kedua guru tersebut muncul di publik setelah adanya keputusan pemecatan dari pemerintah daerah, sehingga menjadi alasan Polda Sulsel mengambil langkah klarifikasi dan koordinasi lintas instansi.

“Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah daerah terkait putusan pemecatan terhadap dua guru tersebut. Kami ingin melihat lebih jauh duduk persoalannya dan hasilnya akan kami sampaikan kepada rekan-rekan media,” ujarnya.

Polda Sulsel juga telah berkoordinasi dengan
Biro Wasidik di Bareskrim Polri untuk mendapatkan asistensi menyeluruh mengenai penanganan perkara tersebut. Pemeriksaan akan mencakup apakah terdapat pelanggaran norma atau etika dalam proses penyidikan sebelumnya.

“Prinsip kami adalah transparansi dalam setiap proses penyelidikan dan penyidikan di Polda Sulsel. Hasil asistensi dari Biro Wasidik atau Bidpropam akan kami sampaikan secara terbuka kepada publik,” jelasnya.

Lebih lanjut, Djuhandhani menegaskan pihak kepolisian berkomitmen menjaga integritas dalam penegakan hukum dengan berpegang pada asas keadilan.

“Kami memegang teguh prinsip agar penegakan hukum tidak tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden agar aparat penegak hukum bekerja profesional, adil, dan beretika,” ungkapnya.

Djuhandhani juga menyoroti pentingnya pendekatan restoratif justice dalam penyelesaian perkara, terutama dalam kasus-kasus yang menyentuh kehidupan masyarakat seperti dunia pendidikan.

“Dalam penegakan hukum, tidak hanya soal pemenuhan unsur pidana, tetapi juga melihat kondisi masyarakat. Restorative justice tetap kita kedepankan, namun tentu dengan mempertimbangkan aspek pidana dan perlindungan terhadap pihak lain yang juga harus dilindungi,” pungkasnya.

Sebelumnya diberitakan, Dua guru SMA di Kabupaten Luwu Utara, Sulsel, dipecat dengan tidak hormat setelah dinyatakan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) memungut dana Rp20 ribu dari orangtua murid demi menggaji 10 guru honorer.

Kedua guru di Luwu Utara itu masing-masing bernama Abdul Muis dan Rasnal, diberhentikan dengan tidak hormat (PTDH) sebagai PNS Guru oleh Gubernur Sulsel.

Ketua Persatuan Guru Indonesia (PGRI) Luwu Utara Ismaruddin mengatakan, Rasnal dipecat melalui surat keputusan Gubernur Sulsel per tanggal 21 agustus 2025.

“Sementara saudara Abdul Muis (diberhentikan) per tanggal 4 Oktober 2035. Keduanya dinyatakan PTDH oleh Gubernur Sulsel,” kata Ismaruddin dalam keterangannya, Minggu (09/11).

Ismaruddin menyebut, Rasnal dan Abdul Muis diberhentikan sebagai ASN setelah UPT Dinas Pendidikan Sulsel di Luwu Utara menyurat kepada Gubernur.

Surat usulan pemberhentian itu berdasarkan tindak lanjut putusan kasasi Mahkamah Agung yang menyatakan Rasnal dan Muis bersalah. Tapi, mahkamah dalam amarnya, tidak memerintahkan kepada sang guru agar dipecat.

Soal hal ini, PGRI menilai ada yang salah dari proses PTDH Rasnal dan Abdul Muis.
Ismaruddin berpendapat, pemerintah sepatutnya memberikan pembinaan kepada kedua guru ini sebelum diberhentikan.

“Ada something wrong di sini tentu saja mengusik rasa keadilan dan kemanusiaan kita semua,” kata Ismaruddin.

Untuk itu, PGRI Luwu Utara bersama Rasnal dan Abdul Muis akan mengajukan grasi atau pengampunan kepada Presiden Prabowo Subianto agar dua guru tersebut diampuni dengan alasan kemanusiaan.

“Kita memohon kepada bapak Presiden Prabowo agar memberikan grasi kepada saudara Rasnal dan Abdul Muis sehingga dikembalikan hak dan martabatnya sebagai ASN guru,” harap Ismaruddin.

Sebagai protes atas keputusan PTDH tersebut, PGRI Luwu Utara pada 4 November menggelar unjuk rasa sebagai bentuk soliditas terhadap guru Rasnal dan Muis.

Kronologi Pemecatan

Kasus ini bermula pada tahun 2018. Saat itu, Rasnal yang menjabat Kepala SMAN 1 Luwu Utara hendak membantu 10 guru honorer yang belum terima gaji selama sepuluh bulan.

Rasnal bersama Abdul Muis kemudian mengusulkan kepada Komite Sekolah agar orangtua murid patungan tanpa paksaan.
Usulan ini disetujui.

Hal ini diungkapkan mantan anggota komite SMAN 1 Luwu Utara, Supri Balantja.
Supri menyebut, para orangtua murid saat itu tidak keberatan untuk urungan.

“Bahkan, wali murid sendiri yang mengusulkan agar sumbangan Rp20 ribu digenapkan dari sebelumnya Rp17 ribu,” tutur Supri di Masamba, Luwu Utara, Sabtu (08/11).

Divonis Tidak Bersalah

Seiring waktu, Rasnal dan Abdul Muis dilapor ke Polres Luwu Utara atas dugaan tindak pidana korupsi oleh salah satu LSM.

Supri menyebut, berkas perkara guru Rasnal-Muis beberapa kali dikembalikan jaksa karena dianggap tidak cukup bukti sebagai gratifikasi atau tindak pidana korupsi.

Kata Supri, penyidik Polres Luwu Utara saat itu mendasarkan penetapan tersangka guru Rasnal dan Muis dengan hasil audit Inspektorat Luwu Utara. Padahal, kewenangan SMA adalah inspektorat tingkat provinsi.

“Tapi polisi saat itu meminta kepada pengawas daerah di sini, yang tidak berwenang dan menyatakan ada indikasi kerugian negara. Loh, di mana kerugian negaranya, sementara ini uang orangtua murid,” beber Supri.

Perkara ini kemudian masuk ke meja hijau. Guru Rasnal-Muis sebagai tahanan kota harus disidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Makassar.

Pada 15 Desember 2022, majelis hakim menyatakan guru Rasnal dan Muis tidak bersalah meminta bantuan orangtua untuk menggaji guru honorer. Keduanya dibebaskan dari segala tuntutan hakim.

Melansir laman direktori putusan MA, perkara ini teregister 56/Pid.Sus-TPK/2022-PN Mks untuk guru Rasnal dan nomor 57 terhadap guru Abdul Muis.

Namun, jaksa Kejari Luwu Utara mengajukan permohonan Kasasi ke MA. Hasilnya, hakim membatalkan putusan pengadilan tingkat pertama.

Hakim MA menghukum guru Rasnal dan Abdul Muis dengan hukuman 1 tahun penjara. Putusan itu tercatat dengan nomor 4999 K/ PID.SUS/ 2023 pada 23 Oktober 2023.

Bagi Supri, hukuman terhadap guru Rasnal dan Abdul Muis tidak sepatutnya. Sebab, persoalan ini menyangkut antara komite sekolah dan para orangtua murid.

“Yang jelas ini sangat menyayat hati, karena perbuatan komite dengan orangtua, bukan pak Rasnal dan Abdul Muis. Ini tidak adil, kalau ini gratifikasi, seharusnya semua yang memberikan itu dipenjara semua,” kata Supri dengan nada sesal.

“Pak Rasnal tinggal dua tahun pensiun, pak Muis tinggal 8 bulan pensiun tapi diberhentikan,” imbuh Supri.

Supri sendiri menyesalkan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman langsung memberhentikan guru Rasnal dan Muis tanpa berempati.

“Saya tidak menyalahkan gubernur melakukan PTDH karena memang itu regulasi, tapi semestinya gubernur bijak dan berempati ada rasa empati pada guru,” harap Supri.

“Mestinya, mempertanyakan kepada stafnya bahwa korupsinya kayak apa ini? kayak apa, kalau dana bos, iya (pecat),”

“Ini pembelajaran bagi kita semua bahwa ada kegagalan negara dalam membiayai pendidikan yang menyebabkan hak seorang guru, kehormatan seorang guru, kasarnya itu diinjak-injak yang dianiaya dan dilegalkan melalui putusan pengadilan,” tandas Supri.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news