KabarMakassar.com — Pemerintah pusat memperkuat konsolidasi lintas sektor untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan daerah tertentu melalui Rapat Koordinasi Implementasi Program Prioritas dan Pengentasan Kemiskinan Tahun 2025 yang digelar di Kota Makassar.
Rapat koordinasi ini diikuti peserta dari 30 daerah tertinggal dan sangat tertinggal, 43 daerah tertentu, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, serta lima pemerintah daerah di kawasan metropolitan Mamminasata, dan dilaksanakan secara hybrid (luring dan daring), di Hotel Fourt point by Sheraton, Jumat (19/12).
Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat RI, Leo Afriansa, dalam laporannya menegaskan bahwa rakor ini menjadi instrumen penting untuk memastikan pelaksanaan program prioritas nasional berjalan efektif, tepat sasaran, dan berkelanjutan, khususnya di wilayah dengan tantangan pembangunan kompleks.
“Daerah tertinggal dan daerah tertentu menghadapi tantangan serius, mulai dari kondisi geografis, keterbatasan infrastruktur, kapasitas fiskal daerah, hingga akses layanan dasar. Karena itu, dibutuhkan penguatan koordinasi, sinkronisasi, dan pengendalian lintas sektor agar program nasional benar-benar berdampak bagi masyarakat,” ujar Leo.
Pemilihan Makassar sebagai lokasi kegiatan, kata dia, didasarkan pada pertimbangan strategis. Kota Makassar dinilai sebagai pusat transit dan titik temu yang relatif mudah diakses oleh daerah-daerah tertinggal, terutama dari Papua, Nusa Tenggara Timur, dan Sumatera.
Selain itu, Provinsi Sulawesi Selatan dinilai memiliki capaian signifikan dalam implementasi program prioritas nasional, khususnya Sekolah Rakyat. Hingga saat ini, Sulsel telah mengimplementasikan 16 Sekolah Rakyat, dengan rencana pembangunan tambahan sekitar 6 hingga 9 sekolah permanen pada 2025–2026, belum termasuk sekitar 100 unit yang dibangun pada 2024.
“Capaian ini diharapkan menjadi benchmark dan praktik baik yang dapat direplikasi oleh daerah lain,” kata Leo.
Melalui rapat koordinasi ini, pemerintah berharap terbangun kesepahaman antara pemerintah pusat dan daerah terkait arah kebijakan, pembagian peran, serta langkah konkret percepatan pembangunan daerah tertinggal dan daerah tertentu.
“Target lainnya yaitu tersusunnya bahan evaluasi pelaksanaan program prioritas tahun 2025, perumusan strategi percepatan untuk tahun-tahun mendatang, serta penguatan tim koordinasi lintas kementerian dan lembaga,” tutupnya.
Sementara itu, Deputi Pemberdayaan Masyarakat Daerah Tertinggal Kemenko Pemberdayaan Masyarakat RI, Prof Abdul Haris, menegaskan bahwa pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat merupakan dua mandat utama kementerian tersebut dalam pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
“Kami adalah kementerian baru dengan dua tugas besar, yakni pengentasan kemiskinan dan pemberdayaan masyarakat. Setiap satu rupiah APBN harus berorientasi pada pemberdayaan masyarakat,” tegas Abdul Haris.
Ia menyebut pemerintah menargetkan kemiskinan ekstrem nol persen pada 2026, meski tantangan nasional kerap diperberat oleh faktor bencana alam yang berdampak langsung terhadap peningkatan angka kemiskinan.
“Bencana bisa membuat masyarakat yang semula mandiri kembali jatuh miskin. Ini menjadi tantangan serius bagi daerah tertinggal untuk bisa naik kelas,” ujarnya.
Abdul Haris menekankan perlunya pergeseran paradigma dari pendekatan bantuan sosial yang bersifat karitatif menuju pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan. Kemenko Pemberdayaan Masyarakat membawahi enam kementerian teknis, di antaranya Kementerian Sosial, Kementerian Desa, Kementerian Koperasi, Kementerian UMKM, Kementerian Ekonomi Kreatif, dan Kementerian P2E, yang seluruhnya diarahkan untuk membantu masyarakat agar naik kelas secara ekonomi.
Rakor ini juga menjadi bagian dari implementasi RPJMN 2025–2029 sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025 dengan visi besar Bersama Indonesia Maju Menuju Indonesia Emas 2045. Pemerintah menegaskan tidak boleh ada satu pun wilayah tertinggal dalam proses pembangunan nasional, termasuk daerah tertinggal, transmigrasi, terdepan, dan terluar.
Konteks pengentasan kemiskinan, pemerintah mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 yang menempatkan penghapusan kemiskinan ekstrem sebagai agenda prioritas nasional yang harus dilaksanakan secara terukur dan berkelanjutan. Salah satu instrumen utamanya adalah penggunaan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (Regsosek) agar seluruh intervensi pemerintah tepat sasaran.
Abdul Haris juga menyoroti pentingnya integrasi lima program prioritas Presiden, antara lain Makan Bergizi Gratis (MBG), Sekolah Gratis, Akselerasi Desa Mandiri Pangan (ADMP), Koperasi Merah Putih, Jaminan Kesehatan Gratis, serta pembangunan tiga juta rumah. Menurutnya, jika diorkestrasi secara terpadu, program-program tersebut akan saling menguatkan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“MBG bukan sekadar program pangan, tetapi ekosistem pemberdayaan ekonomi desa. Sekolah Rakyat memutus mata rantai kemiskinan, jaminan kesehatan dan perumahan memperkuat ketahanan sosial. Ini paket kebijakan yang saling terhubung,” jelasnya.
Melalui forum koordinasi ini, pemerintah berharap terbangun sinergi kebijakan dan langkah konkret untuk mempercepat pembangunan daerah tertinggal dan daerah tertentu.
“Juga memastikan tidak ada wilayah yang tertinggal dalam perjalanan menuju Indonesia Emas 2045,” pungkasnya.

















































