Ilustrasi Sertifikat Tanah (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, M. Shadiq Pasadigoe, mendesak pemerintah untuk melakukan langkah luar biasa dalam membongkar akar persoalan mafia tanah di Indonesia.
Desakan itu disampaikan menyusul mencuatnya kasus dugaan penyerobotan lahan milik Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK), di kawasan Metro Tanjung Bunga, Makassar.
Menurut Shadiq, kasus tersebut bukan sekadar persoalan kepemilikan lahan pribadi, melainkan cermin dari lemahnya tata kelola pertanahan nasional yang telah lama menjadi sumber konflik dan ketidakadilan di masyarakat.
Ia menyebut, jika seorang tokoh besar sekelas Jusuf Kalla bisa menjadi korban praktik mafia tanah, maka hal itu merupakan alarm nasional bagi pemerintah untuk segera mereformasi sistem agraria secara menyeluruh.
“Kasus ini bukan perkara individu, tetapi sinyal bahaya atas lemahnya sistem pertanahan kita. Negara tidak boleh tunduk pada mafia tanah,” tegas Shadiq Selasa (11/11).
Shadiq yang juga mantan Bupati Tanah Datar, Sumatera Barat, mengaku memiliki keprihatinan moral atas kasus tersebut. Ia menuturkan, Jusuf Kalla memiliki kedekatan emosional dengan masyarakat Minangkabau karena berstatus sebagai sumando Tanah Datar, atau menantu dalam tradisi budaya Minang.
“Bagi kami masyarakat Sumatera Barat, khususnya Tanah Datar, Pak JK bukan hanya tokoh bangsa tetapi juga bagian dari keluarga besar kami. Maka kasus ini menyentuh rasa keadilan masyarakat Minang,” ujarnya.
Lebih jauh, Shadiq menyoroti bahwa praktik mafia tanah telah berkembang menjadi penyakit kronis dalam sistem hukum dan birokrasi di Indonesia. Ia menuding praktik ini sering kali melibatkan oknum pejabat, aparat penegak hukum, hingga korporasi besar, yang memanfaatkan celah hukum dan lemahnya pengawasan negara.
“Selama sistem pertanahan tidak dibenahi dan celah hukum dibiarkan, mafia tanah akan terus hidup dan merugikan rakyat. Jika penegakan hukumnya setengah hati, publik akan menilai negara kalah oleh mafia tanah. Ini bukan hanya soal sertifikat, tapi soal keadilan dan martabat hukum,” tegasnya.
Politisi NasDem itu mendorong reformasi total pertanahan nasional, mencakup digitalisasi data, keterbukaan kepemilikan lahan, hingga sistem pengawasan lintas lembaga yang transparan dan berintegritas. Menurutnya, transformasi digital di bidang pertanahan memang merupakan langkah maju, tetapi belum menyentuh akar persoalan.
“Digitalisasi sertifikat tanah penting, tapi tidak cukup. Integritas data dan validasi kepemilikan harus diperkuat agar mafia tanah tidak bisa bermain dari balik layar sistem digital yang seolah modern, tapi masih bisa dimanipulasi,” jelasnya.
Ia juga mendesak Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) bersama aparat penegak hukum untuk menuntaskan kasus lahan Jusuf Kalla tanpa kompromi dan tanpa tebang pilih.
“Semua pihak harus berada dalam satu sistem yang bersih. Negara tidak boleh tunduk pada kepentingan bisnis atau kekuatan modal. Ini bukan semata urusan ekonomi, tapi soal martabat hukum dan keadilan rakyat,” tegas anggota Komisi XIII DPR RI itu, yang membidangi hukum dan HAM.
Shadiq menilai, pemberantasan mafia tanah harus dijadikan agenda nasional lintas lembaga, bukan hanya tanggung jawab ATR/BPN. Ia menyebut perlunya kolaborasi antara BPN, notaris, aparat penegak hukum, dan lembaga pengawasan masyarakat.
“Masalah tanah bukan sekadar urusan administrasi. Ini menyangkut hak hidup, tempat tinggal, dan sumber ekonomi rakyat. Kalau negara kalah melawan mafia tanah, yang hilang bukan hanya tanah rakyat, tapi juga harga diri bangsa,” pungkas Shadiq.


















































