Tak Lagi Siri, Kisah Haru Dibalik Pasangan Isbat Nikah Massal di Makassar

2 weeks ago 16

KabarMakassar.com — Lapangan Karebosi bukan sekadar menjadi pusat perayaan Hari Ulang Tahun ke-418 Kota Makassar.

Di tengah deretan tenda putih dan panggung sederhana, udara seolah dipenuhi haru dan kebahagiaan. Sebanyak 33 pasangan suami istri dari 15 kecamatan di Makassar menuntaskan perjalanan panjang mereka dalam ikatan yang kini sah bukan hanya di mata agama, tapi juga di hadapan negara, pada Jumat (07/11).

Deretan pasangan suami istri duduk rapi mengenakan busana adat Bugis-Makassar yang berkilau di bawah cahaya lembut sore hari. Para pria tampak gagah dengan jas tutup dan sarung sutra khas Sulawesi Selatan, dihiasi songkok atau passapu, sementara para wanita tampil anggun dengan baju bodo berhias kalung dan hiasan emas di kepala.

Di antara senyum yang merekah, ada mata yang berkaca-kaca bukan karena kesedihan, tetapi karena haru dan rasa lega yang sulit disembunyikan. Sebanyak 33 pasangan dari 15 kecamatan di Kota Makassar akhirnya resmi disahkan dalam sidang isbat nikah massal yang digelar oleh Pemerintah Kota Makassar melalui Dinas Sosial, bekerja sama dengan Pengadilan Agama.

Acara yang menjadi bagian dari peringatan HUT ke-418 Kota Makassar itu bukan sekadar seremoni. Bagi banyak pasangan yang hadir, hari itu adalah akhir dari penantian panjang menuju pengakuan hukum dan awal kehidupan baru yang sah di mata negara.

1. Dua Dekade Tanpa Buku Nikah: Akhirnya Sah di Mata Negara

Pasangan Herianto dan Andi Mutmainnah dua sosok yang telah menempuh perjalanan panjang sebelum akhirnya tiba di momen bersejarah ini.

Bagi Herianto (45) dan Andi Mutmainnah (44), hari itu menandai berakhirnya penantian selama 20 tahun. Mereka telah menikah dua dekade silam, memiliki anak yang kini kuliah, namun baru sekarang pernikahan mereka diakui oleh negara.

“Kendala surat-surat harus kembali ke kelurahan dan kecamatan, sulit sekali,” tutur Mutmainnah, mengenang masa ketika dirinya harus berulang kali ditolak keperluan administrasi hanya karena pernikahannya tidak tercatat resmi.

Dengan suara bergetar, ia menambahkan, “Sekarang sudah sah, Alhamdulillah. Semoga selamanya makin baik.”

Herianto menimpali dengan mata berkaca-kaca. Ia menceritakan bahwa pernikahan mereka dahulu sempat tidak direstui keluarga, dan keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak sanggup mengurus pencatatan resmi di KUA.

“Dulu kami hanya ingin hidup bersama dalam kebaikan. Tapi sekarang kami juga ingin hidup dalam kepastian,” ujarnya lirih.

2. Sepuluh Tahun Tanpa Legalitas: Kendala Kami Hanya Biaya

Di sisi lain, pasangan dari Rappocini jalan Sungai Saddang Eli Sabatani (32) tak kuasa menahan air mata. Ia menggenggam erat tangan suaminya, Yunus (35), warga Kecamatan Rappocini. Sepuluh tahun mereka hidup bersama tanpa buku nikah.

“Sepuluh tahun menikah. Kendalanya biaya,” ucap Eli pelan.

“Dulu kami hanya cukup makan saja sudah bersyukur. Untuk urus nikah resmi, tidak sanggup.”

Informasi tentang program isbat nikah gratis datang dari kantor lurah, dan tanpa pikir panjang mereka segera mendaftar. Kini, rasa syukur itu mengalir tanpa henti.

“Terima kasih banyak untuk Pemerintah Kota dan Dinas Sosial. Semoga bermanfaat juga bagi yang lain,” katanya dengan suara bergetar penuh haru.

Suaminya, Yunus, yang sehari-hari bekerja sebagai buruh harian lepas, berharap pernikahan mereka yang kini sah menjadi awal baru dalam hidupnya.

“Semoga kami langgeng, rezeki lancar, dan anak-anak nanti bisa bangga dengan kami,” ucapnya pelan.

3. Pasangan Muda dari Tamalate: Sekarang Kami Sah dan Bahagia

Tak semua kisah berasal dari penantian panjang. Ada juga pasangan muda seperti Renaldi (25) dan Jariah (22) dari Kelurahan Pabaeng, Kecamatan Tamalate.

Mereka telah menikah tiga tahun lalu, namun hingga kini belum sempat mencatatkan pernikahan mereka di KUA karena keterbatasan biaya. Informasi soal isbat nikah gratis mereka dapat dari ketua RT, yang mengajak mereka untuk ikut mendaftar.

“Setelah resmi dan sah jadi suami istri, kami senang dan bahagia,” kata Renaldi, tersenyum lega.

Bagi mereka, isbat nikah bukan sekadar acara formalitas, tapi simbol kepastian dan perlindungan hukum bagi keluarga kecil mereka, terutama untuk anak yang masih balita.

Negara Hadir untuk Warganya

Kepala Dinas Sosial Kota Makassar, Andi Bukti Djufri, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk nyata kehadiran pemerintah dalam membantu masyarakat kecil mendapatkan pengakuan hukum.

Ia menegaskan, program ini diprioritaskan untuk warga yang tergolong tidak mampu, berdasarkan data kesejahteraan sosial desil 1 hingga desil 5.

“Ini bukan hanya tentang pernikahan, tapi tentang hak sipil. Tentang identitas, tentang masa depan anak-anak mereka,” ujarnya.

Setelah sidang disahkan oleh hakim Pengadilan Agama, setiap pasangan langsung menerima buku nikah dan dokumen kependudukan baruKartu Keluarga dan KTP yang otomatis diperbarui.

“Mereka akan pulang dengan membawa pengakuan dari negara, selamat untuk 33 pasangan yang telah melakukan itsbat nikah,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news