Pemeriksaan kesehatan balita di posyandu. Dok. IstKabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan menargetkan 15.120 balita bermasalah gizi dan 1.008 ibu hamil kekurangan energi kronis (KEK) sebagai sasaran Program Aksi Stop Stunting. Program ini ditujukan untuk menurunkan prevalensi stunting dari 23 persen menjadi 19 persen pada 2025.
Aksi Stop Stunting dilaksanakan melalui pendampingan gizi dan intervensi langsung di Rumah Gizi pada desa lokus stunting di 24 kabupaten dan kota. Pemerintah menekankan bahwa perubahan signifikan hanya dapat dicapai melalui intervensi terarah dan kolaborasi lintas sektor.
“Jadi stop stunting ini artinya kita menurunkan prevalensi stunting ya, tujuannya ya untuk menurunkan prevalensi stunting dari 23,3% menjadi targetnya itu di bawah nasional yang 9,8%. Tahun ini kita harapkan itu bisa jadi 19% persen, artinya target kita upayakan,” ucap Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, dr. Ishaq Iskandar, Senin (27/10).
Program dilaksanakan melalui lima komponen utama, dimulai dari identifikasi balita berisiko hingga pemeriksaan kesehatan dan rujukan untuk kasus red flag yang tidak bisa ditangani di Puskesmas.
“Jadi kita pertama kita data ya, identifikasi balita stunting, setelah itu baru kita berikan intervensi ya berupa pemberian makanan tambahan pada balita stunting itu,” jelas dr. Ishaq.
Kemudian, intervensi gizi diberikan selama 56 hari untuk balita dan 90 hari untuk ibu hamil melalui paket pangan bergizi, termasuk taburia, susu protein, dan formula khusus untuk balita stunting. Pemerintah juga memperkuat edukasi dan konseling bagi keluarga.
“Juga ada edukasi kepada ibunya terutama dan keluarganya ya, maksudnya untuk memberikan makanan yang bergizi dan sehat kepada balitanya supaya tidak stunting lagi,” ucapnya.
Dokter Ishaq menyebut, tenaga pendamping gizi desa direkrut khusus untuk memastikan pemantauan berjalan efektif bersama kader, PKK, Puskesmas, serta tim monitoring dari kabupaten dan provinsi.
“Iya itulah, tenaga pendamping gizinya ada, jadi setiap desa ada tenaga pendamping gizi desa satu, terus ada kadernya satu, terus ada PKK desa, satu. Jadi tiga yang awasi,” terangnya.
Selain intervensi, pemerintah mengantisipasi faktor penyebab stunting seperti kemiskinan, pernikahan dini, pola asuh, hingga sanitasi dan akses air bersih. Pencegahan dilakukan melalui posyandu dengan pengukuran rutin tumbuh kembang dan pemenuhan imunisasi.
“Pengukuran tumbuh kembang di posyandu itu harus selalu dilakukan, termasuk imunisasinya, termasuk juga faktor sanitasinya dan kebersihan rumah, air bersih, dan juga keluarga ya, itu harus diperhatikan juga,” urainya.
Dia berharap capaian penurunan prevalensi stunting dapat diraih melalui komitmen kuat seluruh pemangku kepentingan di semua tingkatan, termasuk keterlibatan masyarakat secara langsung.
“Itu tadi saya bilang kolaborasi dari stakeholder ya, kalau bisa 14 persen lebih bagus lagi, maksudnya target kita itu memang kita harapkan dengan aksi stop stunting,” pungkas dr. Ishaq


















































