Data sebaran NKS oleh BRIN (dok. Ist)KabarMakassar.com — Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat perkembangan signifikan pembentukan Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA) maupun Bapperida di Indonesia. Hingga 23 September 2025, total 252 daerah telah memiliki BRIDA/BAPPERIDA.
Jumlah tersebut terdiri atas 24 BRIDA provinsi, 187 BRIDA kabupaten, dan 41 BRIDA kota. Selain itu, terdapat 125 pemerintah daerah yang telah masuk dalam data Nota Kesepakatan Sinergi (NKS), baik yang BRIDA-nya telah terbentuk maupun belum.
Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Wiwiek Joelijani mengatakan bahwa BRIN menerima 680 usulan program atau kegiatan dari daerah. Namun tidak semuanya telah memiliki alokasi anggaran.
“Ada usulan total 680 program atau kegiatan, namun ada yang sudah dialokasikan anggaranya, ada yang belum,” ucap Wiwiek dalam keterangan resminya, Rabu (29/10).
Dia mengungkapkan, BRIN telah memetakan pendampingan ke dalam 12 regional untuk mengoptimalkan peran BRIDA di seluruh Indonesia. Pemetaan tersebut dibagi dalam tiga direktorat di lingkup Deputi Riset dan Inovasi Daerah BRIN, masing-masing menangani empat regional.
“Ketiga direktorat tersebut meliputi Direktorat Kebijakan Riset dan Inovasi Daerah regional 1-4, Direktorat Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah ada di regional 5 sampai dengan 8. Kemudian, Direktorat Diseminasi dan Pemanfaatan Riset dan Inovasi Daerah ada di regional 9-12,” paparnya
Wiwiek menyebutkan, tercatat ada 125 dokumen NKS yang telah terbit, terdiri dari 19 di tingkat provinsi, 100 kabupaten, dan 6 kota. Sektor kerja sama yang paling banyak diajukan oleh daerah adalah pertanian dan perkebunan (24,70 persen), inovasi daerah (18,02 persen), serta kebun raya (17,54 persen).
“Padahal ini usulan daerah ya, silahkan usulan apa saja intinya. Kami tidak membatasi, tapi terbanyak memang yang diajukan di kita itu adalah pertanian dan perkebunan,” bebernya.
Lebih lanjut, Wiwiek menegaskan bahwa dalam pengajuan NKS, daerah harus memastikan program yang diusulkan dapat dilaksanakan. Hal ini karena lampiran NKS memuat seluruh daftar kegiatan kerja sama.
“Nanti juga akan kami pantau apakah usulan itu semua dilaksanakan, begitu ya Bapak-Ibu. Jadi yang terbaik itu adalah usulkan yang memang akan bisa dilaksanakan. Apabila belum sebaiknya tidak usulkan, karena NKS ini bisa diadendum,” tegasnya.
Dia juga mengingatkan pentingnya kelengkapan dokumen sejak awal pengusulan. Masih banyak daerah yang belum menyiapkan kerangka acuan kerja (KAK) maupun belum memasukkan kegiatan kerja sama dalam perencanaan dan penganggaran daerah.
“Sebagian obyek yang disinergikan itu belum masuk perencanaan atau penganggaran daerah yang juga sering terjadi. Teman-teman mengajukan dengan harapan ini sebagai cantolan gitu ya, supaya dianggarkan tahun depan di daerah, ada juga yang seperti itu. Akibatnya apa? Ketika tidak dianggarkan kegiatan tersebut tidak dapat dilaksanakan,” urai Wiwiek.
Koordinasi internal pemda juga dinilai masih perlu diperkuat. Wiwiek menilai masih ada surat permohonan kerja sama yang langsung diajukan oleh OPD ke BRIN tanpa melalui Tim Koordinasi Kerja Sama Daerah (TKKSD).
“Ini memang perlunya koordinasi antara OPD, BRIDA, dan TKKSD, tentunya semua karena ini konteksnya adalah riset dan inovasi daerah,” lanjutnya.
Dia pun mengingatkan bahwa NKS adalah dokumen perjanjian antara pemerintah pusat dan daerah yang sifatnya berbeda dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) pada mekanisme swakelola tipe 2.
“Mohon dibedakan, ketika kita membahas swakelola tipe 2 itu ada dokumen yang lain, bukan dokumen NKS, tetapi Perjanjian Kerja Sama (PKS). Sedangkan NKS sifatnya itu bisa swakelola tipe 1, dan swakelola tipe 2 adalah PKS,” pungkas Wiwiek.


















































