Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Hj. Meity Rahmatia (Dok: Sinta KabarMakassar).KabarMakassar.com — Anggota Komisi XIII DPR RI dari Fraksi PKS, Dr. Hj. Meity Rahmatia, menekankan pentingnya sinergi lembaga negara dalam menangani maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Indonesia.
Ia meminta tiga lembaga utama Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komnas Perempuan, dan KPAI untuk meningkatkan koordinasi, kerja sama, serta menyatukan visi demi memperkuat perlindungan bagi kelompok rentan tersebut.
Dimana ada pengaduan masyarakat atas dua kasus yang menjadi sorotan publik, dugaan tindak pidana cabul terhadap anak di bawah umur di Kota Bekasi yang dihentikan penyidikannya oleh Polres Metro Bekasi, serta kematian seorang siswa di Surabaya akibat tersengat listrik.
“Saya ingin melihat keberhasilan mitra ini. Kita menyatukan visi agar setiap permasalahan kekerasan perempuan dan anak bisa diselesaikan bersama,” tegas Politisi asal Sulsel, Rabu (26/11).
Ia menyebut koordinasi lintas lembaga sangat mendesak mengingat angka kekerasan terus meningkat. LPSK mencatat 28 permohonan perlindungan terkait kekerasan seksual sejak Januari hingga 21 November 2025. Dari total itu, 27 kasus adalah korban anak-anak. Situasinya digambarkan lebih mengkhawatirkan karena sebagian korban mengalami trauma berat.
Meity juga menyoroti pentingnya pencegahan sejak dini di lingkungan pendidikan sebagai ruang yang paling dekat dengan anak-anak. Ia meminta tiga lembaga LPSK, Komnas Perempuan, dan KPAI untuk memperkuat sistem deteksi dini di sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.
“LPSK dan Komnas Perempuan memperkuat deteksi dini di dunia pendidikan, mulai dari TK, sekolah dasar, SMP, SMA hingga pesantren. Saya berharap tiga lembaga ini lebih komprehensif lagi,” tutupnya.
Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias, menjelaskan detail kondisi salah satu korban, yang menunjukkan gejala serius.
“Mengarah pada Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) dengan gejala menarik diri dari interaksi sosial, mimpi buruk disertai kecemasan dan ketakutan, menolak untuk bersekolah, hingga reaksi emosional dan fisiologis seperti berkeringat ketika bertemu kelompok anak sebaya,” papar Susilaningtias.
Dalam kesempatan yang sama, Komnas Perempuan melaporkan bahwa sepanjang 2024 terdapat 445.502 kasus kekerasan terhadap perempuan, dengan kekerasan seksual sebagai bentuk yang paling dominan. Angka tersebut menunjukkan betapa mendesaknya kolaborasi antarlembaga untuk penanganan dan pencegahan.
Kondisi ini memicu keprihatinan mendalam Meity sebagai aktivis perempuan sekaligus legislator. Ia menegaskan komitmennya untuk mendorong percepatan penanganan kasus yang melibatkan perempuan dan anak.
“Saya pribadi sangat berharap Komisi XIII segera menuntaskan persoalan ini. Kita harus merespons cepat dan memberikan dukungan kuat kepada lembaga terkait,” ucapnya.


















































