750 Penari Tumpah Ruah di TSM Meriahkan Indonesia Menari 2025

18 hours ago 4
750 Penari Tumpah Ruah di TSM Meriahkan Indonesia Menari 2025Indonesia Menari 2025 di Atrium Trans Studio Mall Makassar (dok. Ist)

KabarMakassar.com — Sebanyak 750 penari dari berbagai kalangan ikut memeriahkan gerakan #MenariDiMall dalam ajang Indonesia Menari 2025 yang digelar di Atrium Trans Studio Mall (TSM) Makassar, Minggu (12/10/2025).

Selain di Makassar, kegiatan yang diprakarsai oleh Indonesia Kaya ini juga berlangsung serentak di sebelas kota di seluruh Indonesia, yakni Jakarta, Bandung, Semarang, Medan, Palembang, Surabaya, Balikpapan, Manado, Bekasi, dan Karawang.

Gelaran ini tidak hanya menjadi ajang kompetisi tari, tetapi juga wadah perayaan budaya yang menggabungkan tradisi dan kreativitas modern. Indonesia Menari 2025 pun menjadi semakin istimewa karena merupakan bagian dari perayaan 12 tahun Galeri Indonesia Kaya, yang terus berupaya memperkenalkan seni tari kepada masyarakat luas dengan cara yang inklusif dan interaktif.

Sebagai salah satu juri utama, Eko Supriyanto, yang merupakan penari dan koreografer kontemporer ternama, mengungkapkan bahwa arah koreografi dalam Indonesia Menari telah disepakati sejak awal agar tetap bersumber dari kekayaan tradisi Nusantara. Dia menjelaskan bahwa setiap koreografer memiliki kebebasan memilih unsur daerah yang ingin diangkat selama masih berpijak pada akar budaya Indonesia.

“Jadi memang dari awal kita sudah memberikan pengertian kepada siapapun yang menjadi koreografer di Indonesia Menari bahwa tariannya harus bersumber pada kekayaan tradisi Nusantara. Jadi apakah ada Jawa, apakah ada Sumatera, apakah ada Batak, apakah ada Minang, apakah ada Papua, itu terserah dari koreografer yang akan membuat kompilasi dari koreografinya,” ujar Eko.

Dalam penilaiannya, lanjut Eko, ada beberapa poin penting yang menjadi perhatian juri. Salah satunya adalah tingkat penguasaan peserta terhadap koreografi utama yang sudah diciptakan oleh koreografer terpilih, serta pemahaman mereka terhadap ruang dan komposisi dalam menari di lokasi publik seperti mal.

Selain hafalan, aspek kreativitas juga turut menjadi bahan pertimbangan. Namun, kreativitas ini tetap dibatasi agar tidak keluar dari konsep dasar koreografi dan karakter tradisi Nusantara yang menjadi jiwa utama Indonesia Menari.

Meski begitu, peserta masih diberi ruang untuk berkreasi pada unsur tertentu seperti kostum dan pola lantai. Eko menegaskan bahwa kebebasan tersebut tetap harus memperhatikan batas-batas estetika yang sesuai dengan konteks budaya dan ruang pertunjukan.

“Boleh mengembangkan secara kreatif terhadap kostum misalnya, dan kostum pun juga kita batasi. Nggak boleh tiba-tiba kemudian kepalanya segede gajah gitu kan, ada properti, bawa properti macam-macam gitu. Enggak, kita pure tentang tubuh,” ujarnya.

Eko juga menekankan pentingnya tiga unsur utama dalam seni tari, yaitu Wiraga, Wirama, dan Wirasa, yang menjadi dasar penilaian dalam setiap pertunjukan. Menurutnya, kekuatan energi atau power dari setiap gerakan menjadi refleksi dari bagaimana penari mampu menyatu dengan musik dan makna tarian itu sendiri.

“Kemudian yang paling penting lagi adalah pemahaman tentang Wiraga, Wirama, Wirasa. Nah Wiraga, Wirama, Wirasa ini hubungannya yang paling utamanya adalah dengan power,” ucapnya.

Dalam konteks Indonesia Menari, Eko menilai bahwa setiap peserta harus mampu menampilkan keseimbangan antara teknik, ekspresi, dan energi. Semua itu merupakan bentuk penghormatan terhadap tradisi tari Indonesia yang kaya akan dinamika dan kekuatan tubuh.

Dia menambahkan, meski terdapat ruang improvisasi kecil pada bagian tertentu, peserta tetap harus menjaga keutuhan narasi koreografi yang sudah melalui proses panjang.

“Ada beberapa bagian yang memang diberikan kebebasan. Misalnya ada 3 atau 4 bagian gitu ya. Atau 3×8 atau 4×8 gitu. Memang diberikan kebebasan. Tetapi harapannya juga tidak terlepas dari koreografi yang sudah ada,” tutur Eko.

Lebih jauh, Eko menilai bahwa ajang Indonesia Menari juga menjadi ruang bagi generasi muda, khususnya Gen Z, untuk mengenal dan mengekspresikan kembali tradisi dengan pendekatan yang sesuai zamannya. Dia menegaskan bahwa justru generasi inilah yang menjadi harapan bagi keberlanjutan seni tari Indonesia.

“Yang pertama pastinya kita merayakan ya. Kita merayakan bahwa Tari bisa dimiliki oleh siapapun dan dari genre apapun termasuk Gen Z. Kalau alih-alih kita bicara bahwa Gen Z sekarang udah nggak tertarik dengan tarian kita, sebetulnya nggak juga gitu,” katanya.

Eko melihat keikutsertaan Gen Z dalam Indonesia Menari sebagai bentuk regenerasi alami dalam dunia tari. Menurutnya, seni tidak mengenal menang atau kalah, karena yang terpenting adalah bagaimana kebudayaan bisa terus hidup dan dihayati bersama.

“Nah kesetaraan dan inklusifitas inilah juga menjadi pemahaman kita terhadap bagaimana tari itu adalah inklusif buat semuanya,” tutupnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news