78 Persen Istri Gugat Cerai, Didominasi Alasan Gaji Lebih Tinggi

1 week ago 14
78 Persen Istri Gugat Cerai, Didominasi Alasan Gaji Lebih TinggiIlustrasi perceraian (dok. Ist)

KabarMakassar.com — Fenomena meningkatnya angka perceraian di Indonesia belakangan ini bukan semata karena hadirnya orang ketiga, melainkan karena ketimpangan ekonomi dalam rumah tangga.

Banyak perempuan kini berpendapatan lebih tinggi dibanding suami, dan kondisi itu justru memicu konflik yang berujung pada perceraian.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, sepanjang 2024 terdapat 408.347 kasus perceraian. Sebanyak 78% di antaranya diajukan oleh pihak istri.

Salah satu contohnya adalah meningkatnya kasus perceraian di kalangan guru perempuan bersertifikasi yang memiliki pendapatan lebih tinggi dari suaminya.

Persoalan ini menjadi salah satu isu yang dibahas dalam webinar “Ketahanan Keluarga, Maslahat & Isu Gender” yang digelar oleh Kelompok Riset Agama, Gender, dan Kelompok Minoritas, Pusat Riset Agama dan Kepercayaan (PRAK) Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), di Jakarta, Rabu (12/11/2025).

Menurut Aji, bahwa ketimpangan pendapatan sering mempengaruhi keharmonisan rumah tangga.

“Ketika istri memiliki posisi ekonomi lebih kuat, potensi ketidakseimbangan relasi dalam keluarga meningkat,” katanta.

Meski begitu, tren perceraian mulai menunjukkan perbaikan pada 2025, didorong oleh berbagai program pemerintah seperti pembinaan pra-nikah dan edukasi keluarga muda yang bertujuan mempersiapkan pasangan menghadapi tantangan rumah tangga modern.

Selain isu perceraian, Aji mengutarakan bahwa ketahanan keluarga juga terdampak oleh perubahan sosial dan ekonomi. Urbanisasi, pergeseran tenaga kerja dari sektor pertanian ke industri, serta meningkatnya kebutuhan air bersih di kawasan industri turut mempengaruhi kesejahteraan keluarga.

Meski begitu, Aji menyebut tren perceraian mulai menunjukkan perbaikan pada 2025, berkat program pemerintah seperti pembinaan pra-nikah dan edukasi keluarga muda

Selain isu perceraian, Aji juga menyoroti pengaruh perubahan sosial terhadap ketahanan keluarga. Urbanisasi, pergeseran tenaga kerja, serta meningkatnya kebutuhan air bersih di kawasan industri turut memengaruhi kesejahteraan rumah tangga.

“Ketahanan keluarga adalah dasar ketahanan bangsa. Keluarga membentuk kekuatan sosial dan moral masyarakat,” ungkapnya.

Hal ini diamnini oleh Warnis, Peneliti Ahli Utama PRAK yang menemukan enam faktor utama pendorong perempuan mengajukan perceraian: masalah ekonomi, ketidak bertanggung jawaban suami, kurang dukungan emosional, perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga, dan kesadaran akan hak-hak hukum.

Terkait dengan itu, Abdul Jamil, Peneliti PRAK, mengidentifikasi tiga faktor utama penurunan angka pernikahan: perubahan regulasi pernikahan, pandemi COVID-19, dan perubahan pandangan generasi muda.

“Ada perubahan signifikan dalam pandangan generasi muda. Mereka lebih mandiri dan fokus pada pengembangan diri, bukan sekadar menikah cepat,” jelasnya.

Selanjutnya, Siti Atieqoh, yang juga Peneliti PRAK menekankan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam pencegahan pernikahan anak.

Menurutnya, Program Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) dan Bimbingan Pra-Nikah (Binwin), terbukti efektif meningkatkan pemahaman remaja tentang kesiapan fisik, mental, dan ekonomi sebelum menikah. Riset ini menegaskan pentingnya pendekatan lintas sektor dalam pencegahan pernikahan anak.

Sementara itu, Peneliti PRAK lainnya, Siti Muawanah, mengungkap data bahwa satu dari 10 mahasiswa pernah mengalami kekerasan seksual, sebagian besar korban adalah perempuan.

Penelitian ini mengidentifikasi 15 bentuk kekerasan seksual, mulai dari pelecehan verbal hingga kekerasan fisik dan emosional.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news