Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Tolak Pemindahan Artefak Sulsel ke BRIN Pusat Cibinong

2 weeks ago 12
Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Tolak Pemindahan Artefak Sulsel ke BRIN Pusat CibinongSalah satu koleksi artefak Sulsel (Dok : Ist).

KabarMakassar.com — Aliansi Penjaga Jejak Peradaban, menyatakan penolakan tegas terhadap rencana Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang akan memindahkan artefak-artefak arkeologi dari Sulawesi Selatan (Sulsel) ke fasilitas pusat BRIN di Cibinong, Jawa Barat.

Sebelumnya, Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, berdalih bahwa kebijakan pemindahan ini merupakan konsekuensi regulasi yang harus dilaksanakan oleh pihaknya.

Koordinator Aliansi Penjaga Jejak Peradaban Sulsel, Andi Muh. Syahidan Ali Jihad mengatakan pihaknya menolak dengan tegas pemindahan artefak dari Makassar ke Cibinong.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menegaskan bahwa pengembangan ilmu pengetahuan harus menghormati, mengakui, dan melestarikan keanekaragaman pengetahuan tradisional, kearifan lokal, dan budaya sebagai identitas bangsa.

Dalam kerangka tersebut kata dia artefak arkeologi yang ditemukan di beberapa wilayah di Sulawesi terkhusus di Sulawesi Selatan bukan hanya objek penelitian, melainkan juga bukti fisik dari identitas budaya lokal.

“Pemindahannya ke luar daerah asal berpotensi mereduksi nilai sosial-budaya yang melekat pada artefak tersebut, sehingga bertentangan dengan amanat undang-undang,” ungkapnya, Senin (01/09).

Dari perspektif legalitas kepemilikan, BRIN menyebut artefak-artefak itu sebagai aset milik negara yang perlu diselamatkan dan diamankan secara terpusat.

Namun, status “aset negara” tidak menihilkan kewajiban melibatkan instansi lain seperti Kementerian Kebudayaan, yang menaungi cagar budaya, atau pemerintah daerah setempat.

“Apabila artefak tersebut telah terdaftar atau layak diduga sebagai Benda Cagar Budaya (ODCB), maka pemindahannya seharusnya mengikuti ketentuan pelestarian cagar budaya, termasuk koordinasi dengan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) atau museum daerah,” sambungnya.

Menurut aliansi, kebijakan sentralisasi artefak ini berpotensi mengabaikan konteks hukum dan budaya.

“Pemindahan artefak melanggar amanat Undang-Undang Cagar Budaya dan prinsip otonomi daerah. Artefak bukan sekadar benda riset, tetapi juga identitas budaya masyarakat Sulawesi Selatan,” tegasnya.

Selain itu, pemindah akan artefak ini disebutkan dapat menghilangkan nilai historis.

Artefak khas seperti Maros Point dan temuan purba di Soppeng memiliki keterikatan langsung dengan masyarakat setempat. Pemindahan ke luar daerah akan mereduksi nilai ilmiah dan kulturalnya.

Tak hanya itu juga, Aliansi Penjaga Peradaban Sulsel menyebut pemindahan artefak sama dengan mengurangi akses publik. Akses mahasiswa, peneliti lokal, dan masyarakat akan semakin terbatas jika artefak dipindahkan ke Jawa.

Padahal menurutnya artefak di Makassar selama ini menjadi sumber penelitian dan pendidikan penting.

“Pemindahan artefak justru melemahkan peran perguruan tinggi dan museum daerah dalam mengembangkan riset serta pelestarian berbasis kearifan lokal,” tambahnya.

Selanjutnya pemindahan artefak juga berisiko merusak artefak. Proses transportasi lintas pulau membawa risiko kehilangan atau kerusakan pada artefak berusia ribuan tahun.

Aliansi Penjaga Peradaban Sulsel menegaskan pihaknya menolak dengan tegas pemindahan artefak ke Cibinong, karena dianggap sebagai bentuk perampasan identitas budaya lokal dan endesak Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XIX Sulawesi untuk tidak memberikan izin pemindahan dan memastikan artefak tetap berada di daerah.

“Warisan arkeologi Sulawesi adalah milik kita bersama. Artefak harus dijaga di tempat asalnya demi penghormatan terhadap sejarah dan ilmu pengetahuan, bukan dipindahkan tanpa persetujuan masyarakat,” tegas Andi Muh. Syahidan Ali Jihad.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news