Ilustrasi Ambulance Laut Makassar (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Kalangan legislatif di DPRD Kota Makassar menyoroti rencana Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar yang akan mengadakan satu unit ambulans laut pada 2026 dengan anggaran sekitar Rp1,9 miliar.
Program ini dinilai inovatif dan dibutuhkan bagi masyarakat di wilayah kepulauan, namun dewan mengingatkan agar kebijakan tersebut tidak hanya berfokus pada pengadaan sarana, melainkan juga memperhatikan kesiapan fasilitas dan tenaga medis di lapangan.
Anggota Komisi D DPRD Makassar, Muchlis Misbah, menilai inisiatif tersebut merupakan langkah maju dalam pemerataan layanan publik, khususnya di sektor kesehatan.
Ia mengapresiasi perhatian Pemkot terhadap kebutuhan warga kepulauan yang selama ini menghadapi keterbatasan akses transportasi medis menuju rumah sakit di daratan utama.
“Ini program bagus dan sangat dibutuhkan. Tapi pemerintah juga harus memastikan keberlanjutan operasionalnya, seperti anggaran BBM, gaji awak kapal, serta perawatan rutin. Jangan sampai ambulans lautnya mangkrak karena tidak ada dana operasional,” ujar Muchlis, Rabu (15/10).
Menurutnya, keberhasilan pengadaan ambulans laut tidak hanya diukur dari keberadaan kapal itu sendiri, tetapi juga dari fungsi dan kesiapan sistem pendukungnya, mulai dari fasilitas kesehatan di pulau hingga koordinasi rujukan antarwilayah.
“Kalau tidak ada kesiapan SDM dan fasilitas dasar di Puskesmas, pasien tetap tidak bisa ditangani cepat. Jadi harus ada keseimbangan antara pengadaan alat transportasi medis dan kesiapan pelayanan dasar di pulau,” tegasnya.
Sementara itu, Sekretaris Komisi D DPRD Makassar, dr Fahrizal Arrahman, menyebut pengadaan satu unit ambulans laut dengan anggaran hampir Rp2 miliar masih tergolong realistis, mengingat kondisi geografis Makassar yang memiliki sejumlah pulau berpenghuni.
“Ambulans laut itu sangat dibutuhkan, karena kalau ada kasus gawat darurat di kepulauan, butuh sarana evakuasi cepat ke rumah sakit di kota. Tapi jangan berhenti di pengadaan. Puskesmas di sana juga harus diperkuat,” katanya.
Fahrizal mengingatkan, dalam kondisi cuaca ekstrem, pelayanan medis di laut dapat menjadi berisiko jika tidak ditunjang dengan alat dan tenaga medis yang terlatih.
Oleh karena itu, ia meminta Pemkot Makassar tidak terburu-buru menambah unit baru sebelum melakukan evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas ambulans laut pertama.
“Cukup satu dulu untuk tahap awal. Kalau terbukti efektif dan bermanfaat, baru ditambah. Yang penting, fasilitas kesehatan di pulau tetap jadi prioritas utama,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Makassar, dr Ahmad Asy’Arie, menjelaskan bahwa ambulans laut akan dibangun dengan spesifikasi sesuai standar Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
“Dari kepulauan ke Kota Makassar, alat dan desainnya harus sesuai dengan spektek ambulans laut dari Kemenkes,” jelas Ahmad kepada wartawan, Senin (06/10).
Ia menyebut, pada tahap awal Pemkot mengalokasikan anggaran sekitar Rp1,9 miliar untuk satu unit ambulans laut. Fasilitas ini nantinya akan ditempatkan di Puskesmas Barrang Lompo, Kecamatan Kepulauan Sangkarrang, agar operasionalnya bisa lebih terkoordinasi dengan kebutuhan masyarakat pulau.
“Selama ini pasien, terutama ibu melahirkan, sering menumpang kapal masyarakat. Jadi pemerintah berinisiatif menyiapkan sarana resmi agar lebih aman dan cepat,” tambahnya.
Sementara itu, Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Bidang Yankes, Ade Rendra Kurniawan, menuturkan bahwa ambulans laut tersebut akan menggunakan bahan fiber dengan waktu pengerjaan sekitar tiga hingga empat bulan.
“Sebenarnya sempat direncanakan masuk di anggaran perubahan, tapi karena waktunya tidak cukup, jadi baru bisa dimasukkan di anggaran pokok tahun depan,” ujarnya.
Ade menjelaskan, kapal ambulans akan dilengkapi dengan berbagai fasilitas medis penting, seperti tabung oksigen, alat kejut jantung otomatis (AED), kasur pasien, GPS, hingga alat pemadam api ringan (APAR). Kapal juga akan memiliki ruang kemudi terpisah dan sekat khusus pasien untuk menjaga kenyamanan serta keamanan selama perjalanan.
“Kapalnya fleksibel. Kalau tidak ada pasien, bisa digunakan untuk mengangkut 6–10 penumpang. Tapi kalau ada pasien, bangkunya bisa dilipat menjadi tempat berbaring lengkap dengan sabuk pengaman medis,” terang Ade.


















































