Ilustrasi kekerasan terhadap anak (Dok : KabarMakassar).KabarMakassar.com — Angka kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Makassar kembali meningkat tahun ini.
Hingga Oktober 2025, tercatat 536 kasus telah ditangani oleh Unit Pelaksana Teknis Perlindungan Perempuan dan Anak (UPT PPA) di bawah naungan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kota Makassar.
Dari jumlah tersebut, 201 kasus di antaranya merupakan kekerasan seksual, mayoritas menimpa anak-anak usia sekolah dasar hingga remaja.
Plt Kepala UPT PPA Makassar, Musmualim, menyebutkan bahwa jumlah itu naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada 2024, total kasus yang ditangani pihaknya sebanyak 520 kasus, dengan 179 di antaranya merupakan kasus kekerasan seksual.
“Tahun ini memang ada peningkatan, khususnya kasus kekerasan seksual. Dari Januari sampai Oktober sudah 536 kasus terhadap perempuan dan anak, dan 201 di antaranya kekerasan seksual,” ungkap Musmualim, Rabu (08/10).
Ia menjelaskan bahwa kenaikan tersebut tidak hanya mencerminkan meningkatnya kejadian kekerasan, tetapi juga menandakan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melapor.
Kini, warga Makassar dinilai lebih terbuka dan berani menyampaikan kasus yang menimpa mereka atau orang terdekatnya.
“Indikasinya bukan hanya karena kasusnya bertambah, tapi karena masyarakat mulai sadar. Mereka tidak lagi diam. Kalau ada keluarga, teman, atau tetangga yang jadi korban, mereka sudah berani melapor,” jelasnya.
Menurutnya, efektivitas pos pengaduan UPT PPA, baik secara daring maupun langsung di lapangan, turut mendorong peningkatan angka pelaporan.
Sosialisasi yang gencar dilakukan di sekolah, kelurahan, hingga komunitas, membuat masyarakat makin paham bahwa pelaporan kekerasan adalah langkah penting untuk menghentikan siklus kekerasan.
“Kasus kekerasan ini ibarat gunung emas. Begitu digali, makin banyak yang muncul. Tapi itu justru baik, artinya masyarakat sudah berani berbicara dan mencari pertolongan,” kata Musmualim.
Berdasarkan pemetaan wilayah, dua kecamatan yang tergolong paling rawan kekerasan terhadap anak pada 2024 dan 2025 adalah Tamalate dan Panakkukang.
Kedua wilayah padat penduduk ini kerap menjadi lokasi terbanyak laporan kekerasan seksual, baik yang terjadi di rumah, lingkungan sekitar, maupun di lembaga pendidikan.
“Kalau kita lihat usia korban, kebanyakan masih anak-anak. Ada yang masih SD, dan cukup banyak juga di usia SMP. Itu yang paling rentan,” ujar Musmualim.
DPPPA Makassar menilai peningkatan pelaporan juga berkaitan dengan perluasan akses layanan pengaduan dan pendampingan psikologis.
Selain unit pelayanan langsung, DPPPA bersama mitra juga memperkuat peran Satgas PPKS (Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual) di sekolah-sekolah serta jaringan pendamping di tingkat kelurahan.
Upaya kolaboratif ini, kata Musmualim, sangat penting untuk mempercepat respon kasus serta memastikan korban mendapatkan perlindungan, pemulihan psikologis, dan akses keadilan.
“Sekarang korban tidak perlu takut. Kita sudah siapkan jalur cepat, ada psikolog, pekerja sosial, dan koordinasi dengan kepolisian supaya semua proses bisa berjalan tanpa tekanan,” ujarnya.
Musmualim menambahkan, DPPPA terus memperkuat program edukasi dan sosialisasi tentang perlindungan anak, terutama di sekolah dasar dan menengah pertama. Edukasi ini diharapkan bisa mencegah anak-anak menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual di usia dini.
“Kalau edukasi tentang tubuh, batasan pribadi, dan keberanian bicara sudah diajarkan sejak dini, anak-anak akan tahu kapan mereka harus melapor. Ini yang sedang kami dorong bersama Dinas Pendidikan dan NGO,” katanya.
Kenaikan angka kekerasan seksual di Makassar menjadi alarm serius bagi seluruh pihak. Meski di satu sisi menunjukkan keberhasilan peningkatan pelaporan, angka tersebut juga menggambarkan masih lemahnya perlindungan anak dalam lingkungan terdekatnya terutama di rumah dan sekolah.
Musmualim menegaskan, DPPPA Makassar akan terus memperluas layanan dan memperkuat jejaring pelindung anak di seluruh kecamatan.
“Kami tidak ingin hanya berhenti di angka. Di balik setiap laporan, ada anak yang terluka. Tugas kami memastikan mereka bisa sembuh, aman, dan tumbuh kembali dengan penuh percaya diri,” pungkasnya.


















































