Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar (Dok : Syamsi KabarMakassar).KabarMakassar.com — Maraknya kasus keracunan makanan membuat Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Sulawesi Selatan memperketat langkah antisipasi.
Pemerintah memastikan penyediaan Makanan Bergizi Gratis (MBG) menjadi fokus utama demi melindungi masyarakat dari risiko kesehatan. Kepala Dinas Kesehatan Sulsel, Ishaq Iskandar, menyebutkan bahwa kolaborasi lintas lembaga telah digencarkan.
Pengawasan dan penyuluhan terus dilakukan, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota, untuk menjamin kualitas makanan yang dikonsumsi masyarakat.
“Kami kolaborasi dengan BPOM, BBLK, Dinkes kabupaten/kota, serta puskesmas untuk melakukan pengawasan dan penyuluhan kepada SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) maupun dapur gizi. Di sana juga kami libatkan ahli gizi,” ujar Ishaq, Rabu (24/09).
Upaya antisipasi ini tidak hanya melibatkan sektor kesehatan, tetapi juga instansi lain yang memiliki kewenangan dalam pengawasan pangan. Ishaq menilai sinergi antar lembaga menjadi kunci agar kasus serupa dapat diminimalkan.
Kehadiran tim lintas sektor memungkinkan pengawasan lebih menyeluruh, baik dari sisi keamanan pangan maupun standar gizi. Langkah ini diharapkan mampu memberi rasa aman bagi masyarakat yang mengonsumsi makanan di sekolah, rumah sakit, hingga layanan umum lainnya.
“Ini tugas bersama dari Badan POM, juga dari Dinkes, dari Ketapang juga tentu bersama-sama untuk ada Satgasnya kan. Termasuk sudah ada KPPG-nya di Makassar,” ujar Ishaq.
Selain kolaborasi, pemerintah juga menyiapkan tenaga pengawas di dapur gizi yang beroperasi di berbagai fasilitas. Setiap dapur gizi diwajibkan memiliki personel khusus yang bertugas memastikan makanan layak dikonsumsi.
Penempatan pengawas ini dianggap krusial mengingat proses penyajian makanan sering menjadi titik rawan munculnya kontaminasi. Dengan adanya pengawas, standar kebersihan dapat dijaga sehingga risiko keracunan bisa ditekan sedini mungkin.
“Dapur gizi itu sudah ada tenaga pengawasnya, masing-masing ada tiga, yaitu tenaga gizi, tenaga sarjana penggerak, dan pengawas langsung,” jelasnya.
Lebih jauh, dia mengingatkan bahwa faktor higienitas masih menjadi penyebab utama kasus keracunan. Makanan yang basi maupun tidak terjaga kebersihannya dapat menimbulkan bakteri berbahaya.
Risiko ini semakin besar jika proses penyimpanan dan distribusi tidak sesuai dengan standar kesehatan. Karena itu, aspek higienis harus menjadi perhatian serius bagi seluruh penyedia makanan di masyarakat.
“Mungkin itu persoalan higienis ya. Kalau makanannya basi, ada kemungkinan bakteri, E. coli, atau virus yang bisa menyebabkan keracunan,” pungkasnya.


















































