KabarMakassar.com — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, atau yang akrab disapa Appi, menegaskan pentingnya menjaga eksistensi bahasa daerah di tengah derasnya arus globalisasi dan digitalisasi.
Ia menyebut, hilangnya bahasa lokal bukan sekadar kehilangan alat komunikasi, tetapi juga hilangnya jati diri dan akar budaya bangsa.
Appi menyoroti fenomena generasi muda yang semakin menjauh dari bahasa daerah, bahkan menganggap penggunaan bahasa lokal sebagai sesuatu yang kuno atau tidak bergengsi.
“Bicara bahasa daerah hari ini, seakan-akan kita warga kelas dua. Padahal bahasa itu lahir dari proses panjang, dari perpaduan berbagai bahasa yang membentuk identitas kita,” ujarnya, saat menghadiri Perayaan Bulan Bahasa yang digelar Himapordi PBSI Dema JBSI FBS Universitas Negeri Makassar (UNM), Selasa (28/10).
Menurutnya, rasa minder terhadap bahasa daerah harus segera dihapus. Pemerintah Kota Makassar, kata Appi, akan memperkuat sistem penulisan dan penyampaian informasi publik menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar, sembari tetap membuka ruang bagi pelestarian bahasa daerah.
“Kita juga di pemerintah kota harus memaksimalkan penulisan dan penyampaian informasi melalui bahasa yang tepat. Bahasa Indonesia kita harus kuat dulu sebelum memperkuat bahasa asing,” tegasnya.
Appi menilai, kebanggaan terhadap bahasa nasional dan bahasa daerah semestinya menjadi simbol kemajuan bangsa, bukan keterbelakangan. Ia mencontohkan bagaimana Presiden Soeharto di masa lalu selalu berbicara menggunakan bahasa Indonesia di forum internasional.
“Pak Harto dulu ke mana pun selalu pakai bahasa Indonesia, karena itu bentuk pride. Bahasa Indonesia adalah kebanggaan nasional yang tumbuh dari berbagai bahasa daerah,” ujarnya.
Ia menyoroti tantangan baru yang muncul di era digital, terutama di kalangan Gen Z. Ia mengatakan, penggunaan bahasa asing secara berlebihan tanpa pemahaman dasar bahasa ibu dapat menciptakan jarak komunikasi bahkan gangguan perkembangan bahasa.
“Sekarang banyak anak mengalami speech delay, lambat bicara karena terlalu dini dipaksa berbahasa asing. Ibunya bangga kalau anaknya dari kecil sudah bisa bahasa Inggris, padahal di rumah mereka berbahasa Indonesia. Anak jadi ambigu dan bingung,” ungkap Appi.
Ia menilai, pola asuh seperti itu tidak hanya berpengaruh pada kemampuan berbahasa, tetapi juga pada tumbuh kembang mental anak. Karena itu, ia menekankan pentingnya pendidikan orang tua sebelum menikah, agar memiliki kesiapan dalam mendidik anak secara emosional dan linguistik.
“Ini bukan hanya soal gaya bicara. Ini soal masa depan anak. Jangan sampai ambisi gengsi membuat anak kehilangan akar bahasanya sendiri,” tambahnya.
Appi juga menyinggung dampak media sosial terhadap penurunan minat berbahasa daerah. Ia menyebut, konten kreator lokal yang menggunakan bahasa daerah masih sangat sedikit dibandingkan mereka yang menggunakan bahasa asing atau campuran.
“Coba lihat, konten kreator yang pakai bahasa lokal itu perbandingannya jauh. Untung saja masih ada beberapa yang tetap pakai bahasa Makassar atau Bugis di kontennya,” katanya.
Menurutnya, generasi muda seharusnya berani membawa bahasa daerah ke ruang digital sebagai bagian dari kebanggaan kultural.
“Kita harus bangga. Kalau ada tamu dari Jawa, jangan malah ikut-ikutan. Makassar, Bugis, Toraja, Mandar semua punya bahasa sendiri, punya kebanggaan sendiri,” tegasnya.
Sebagai langkah konkret, Pemerintah Kota Makassar bekerja sama dengan Universitas Negeri Makassar (UNM) tengah menyiapkan kurikulum pendidikan dasar yang memuat pelajaran bahasa daerah dan pendidikan karakter. Program ini akan mulai diuji coba pada tahun ajaran baru mendatang.
“Insyaallah di ulang tahun Kota Makassar nanti, kami launching kurikulum hasil kolaborasi Pemkot Makassar dan UNM. Local content harus masuk, begitu juga pendidikan adab dan tata krama,” jelasnya.
Appi meyakini, pendidikan bahasa daerah dan karakter sejak dini menjadi pondasi penting dalam membentuk generasi emas Makassar.
“Kalau dari kecil sudah tahu sopan santun, adab, dan bangga berbahasa sendiri, maka mereka tidak akan kehilangan arah di tengah derasnya arus globalisasi,” ujarnya.
Appi kemudian mengingatkan bahwa bahasa bukan sekadar alat berbicara, tetapi simbol keberadaan dan kebudayaan suatu bangsa.
“Bahasa Indonesia lahir dari berbagai bahasa daerah. Kalau bahasa daerah hilang, maka bahasa nasional pun kehilangan sumber kehidupannya,” tegasnya.
Ia berharap masyarakat Makassar, terutama para orang tua dan pendidik, dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga keberlanjutan bahasa daerah di tengah kemajuan zaman.
“Bahasa adalah jati diri. Kalau bahasa kita punah, maka punahlah sebagian dari kita,” pungkas Appi.


















































