Appi Klaim Urban Farming Bantu Warga Hemat Rp20 Ribu Per Hari

2 weeks ago 15
Appi Klaim Urban Farming Bantu Warga Hemat Rp20 Ribu Per HariWali Kota Makassar Munafri Arifuddin saat Panen Urban Farming (Dok: Ist).

KabarMakassar.com — Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin atau yang akrab disapa Appi, mengklaim program urban farming yang dijalankan Pemerintah Kota Makassar telah memberikan dampak nyata bagi masyarakat.

Ia menyebut, sejumlah keluarga kini bisa menghemat pengeluaran harian mereka hingga Rp20 ribu per hari hanya dengan menanam cabai dan memelihara ayam di rumah masing-masing.

Menurut Appi, program urban farming menjadi salah satu strategi kota untuk mendorong kemandirian ekonomi rumah tangga, terutama di tengah tekanan ekonomi pascapandemi dan meningkatnya biaya hidup di perkotaan.

“Beberapa lokasi sudah jadi percontohan dan hasilnya luar biasa. Ada keluarga yang bisa menghemat hingga Rp20 ribu per hari karena menanam cabai dan memelihara ayam sendiri,” ungkap Appi, Kamis (06/11)

Appi menilai, teknologi pertanian perkotaan kini sudah tersedia dan mudah diadaptasi oleh masyarakat. Namun, kunci keberhasilan menurutnya bukan semata pada alat atau bantuan pemerintah, melainkan pada kemauan dan ketekunan warga untuk mengelola lahan sempit secara produktif.

“Teknologi sudah tersedia, tinggal kemauan dan ketekunan. Kalau kita fokus pada satu atau dua bidang saja, pasti bisa berhasil. Itulah yang kami lakukan menggerakkan masyarakat agar mandiri, produktif, dan mencintai lingkungannya,” ujarnya.

Lebih lanjut, Appi menjelaskan bahwa program urban farming di Makassar tidak berdiri sendiri, melainkan terintegrasi dengan sistem pengelolaan sampah berbasis komunitas yang kini dikembangkan di seluruh RT dan RW.

Setiap RT/RW diwajibkan memiliki sistem pengelolaan sampah terpadu dengan model sederhana namun berkelanjutan, seperti pembuatan komposter, tamba, maggot, hingga ekoenzim. Limbah organik dari rumah tangga diolah menjadi pupuk alami yang kemudian digunakan untuk mendukung kegiatan urban farming warga.

“Kami ingin membentuk ekosistem ekonomi sirkular di masyarakat. Sampah tidak lagi dianggap sebagai masalah, tapi sumber manfaat. Hasil pengolahan sampah organik kita gunakan sebagai pupuk di titik-titik urban farming yang tersebar di kelurahan,” jelasnya.

Setiap kawasan urban farming, Appi menegaskan harus ada minimal lima keluarga yang diberdayakan agar dampak ekonomi dan sosialnya bisa dirasakan bersama. Selain untuk ketahanan pangan rumah tangga, model ini juga diharapkan memperkuat nilai kebersamaan dan gotong royong di tingkat komunitas.

Appi juga menyinggung capaian penting Pemkot Makassar dalam mengelola kebersihan kota. Ia mengakui bahwa Makassar sempat masuk dalam daftar kota darurat sampah nasional karena produksi limbah yang mencapai hampir 1.000 ton per hari. Namun, berkat berbagai intervensi dan inovasi yang dilakukan, kini status itu sudah berubah.

“Makassar sempat masuk daftar kota darurat sampah. Tapi setelah keputusan menteri yang baru, kita tidak lagi termasuk kategori itu. Berbagai intervensi pengelolaan yang kita lakukan mulai menunjukkan hasil nyata,” tegasnya.

Capaian ini membuktikan bahwa perubahan sistem pengelolaan lingkungan bisa dilakukan ketika pemerintah dan masyarakat bekerja bersama. Ia menilai, konsep kolaboratif dan berbasis komunitas menjadi kunci utama dalam menjadikan Makassar kota yang bersih dan berdaya.

Appi menegaskan, semua upaya tersebut mulai dari urban farming hingga reformasi sistem kebersihan merupakan bagian dari visi besar Makassar sebagai kota inklusif, bersih, dan sejahtera.

“Semua program ini adalah bentuk nyata dari kolaborasi dan semangat kebersamaan untuk membangun Makassar yang inklusif, bersih, dan sejahtera,” kata Appi.

Ia berharap gerakan pertanian perkotaan dan pengelolaan sampah terpadu dapat terus berkembang dan menjadi gaya hidup baru masyarakat kota. Dengan demikian, warga tidak hanya menikmati lingkungan yang bersih, tetapi juga memperoleh manfaat ekonomi langsung dari pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.

Ia yakin bahwa perubahan besar di kota tidak harus dimulai dari kebijakan rumit, melainkan dari kebiasaan kecil masyarakat yang konsisten dan gotong royong.

“Kalau masyarakat kita sadar bahwa menanam dan mengelola sampah itu bermanfaat, maka kota ini akan tumbuh lebih sehat, mandiri, dan berdaya,” pungkasnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news