
KabarMakassar.com — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, larang seluruh toilet umum di pasar-pasar tradisional Kota Makassar dipungut biaya, harus disediakan secara gratis.
Kebijakan ini menjadi bagian dari langkah strategis Pemkot dalam menjadikan pasar sebagai ruang publik yang lebih manusiawi dan inklusif.
Appi nama karibnya menyampaikan, fasilitas dasar seperti toilet seharusnya menjadi hak publik yang dijamin oleh pemerintah, bukan dijadikan ladang retribusi kecil-kecilan yang justru menyulitkan warga berpenghasilan rendah.
“Ya janganlah, itu kan fasilitas umum yang disediakan kepada masyarakat. Masa datang ke pasar terus mau buang air harus bayar? Kalau nggak ada uang, nggak bisa kencing? Kan nggak masuk akal,” tegas Appi, Senin (28/07).
Selain itu, kebersihan toilet juga menjadi indikator penting dalam membangun persepsi publik terhadap kualitas pasar tradisional secara keseluruhan.
“Pasar bukan sekadar tempat jual beli, tapi juga cermin wajah kota. Kalau fasilitasnya buruk, maka kesan yang ditangkap juga akan buruk,” ujar Appi.
“Kita ingin kesadaran toilet bersih datang dari masyarakat sendiri bukan karena di pungut biaya,” tambahannya.
Langkah ini menyusul sejumlah inisiatif Pemkot Makassar lainnya, seperti digitalisasi sistem pembayaran berbasis QRIS, perbaikan sirkulasi udara, penataan zonasi pedagang, hingga revitalisasi bangunan pasar di sejumlah titik strategis.
Dengan diterapkannya kebijakan WC gratis ini, Appi berharap tercipta standar layanan dasar yang lebih baik di ruang-ruang ekonomi rakyat, sekaligus memperkuat hak-hak dasar warga dalam mengakses sanitasi yang bersih dan layak tanpa diskriminasi.
Kebijakan ini langsung mendapat dukungan penuh dari Perumda Pasar Makassar Raya selaku pengelola teknis pasar-pasar tradisional. Direktur Utama PD Pasar, Ali Gauli Arif, menyatakan siap menjalankan arahan tersebut dan akan menyesuaikan sistem operasional serta struktur pengelolaan fasilitas pasar.
“Kalau sudah perintah dari pimpinan, ya tidak ada yang susah. WC gratis adalah bagian dari budaya kebersihan kita. Kalau toilet bersih, biasanya ruang lainnya ikut bersih juga,” ujar Ali.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa struktur retribusi pasar yang selama ini berlaku termasuk pungutan untuk toilet akan segera ditinjau ulang agar selaras dengan arah kebijakan Pemkot Makassar.
Selama ini, pungutan toilet berkisar antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per kunjungan dan sering kali dikelola oleh unit-unit kecil di bawah organisasi pasar atau pihak ketiga. Namun, praktik ini dinilai tidak sejalan dengan prinsip pelayanan publik yang inklusif dan adil, terutama di ruang yang banyak digunakan masyarakat kelas menengah ke bawah.
“Penghapusan pungutan ini membawa dampak sosial yang besar. Kita ingin memastikan bahwa tidak ada warga yang kehilangan akses sanitasi hanya karena tidak punya uang kecil,” imbuh Ali.
Kemudian Ali menyebut, kebijakan yang disampaikan Wali Kota Makassar juga menjadi bagian dari strategi jangka panjang Pemkot dalam mentransformasi pasar tradisional menjadi ruang publik yang lebih nyaman, bersih, dan berorientasi digital.
“Mulai dari pembenahan fasilitas dasar seperti WC, penyediaan tempat sampah standar, hingga digitalisasi sistem pembayaran dan pencatatan transaksi,” pungkasnya.