Arsitektur Lokal Arah Baru Pembangunan, Teguh: Membangun Tak Cukup dengan Beton

3 weeks ago 18
 Membangun Tak Cukup dengan BetonAnggota Komisi V DPR RI, Teguh Iswara Suardi saat Menjadi Pembicara di Unibos Makassar. Dok. Ist

KabarMakassar.com — Anggota Komisi V DPR RI, Teguh Iswara Suardi, menegaskan arah pembangunan Indonesia ke depan tidak boleh hanya diukur dari megahnya infrastruktur, tetapi harus berakar pada identitas budaya dan kearifan lokal.

Menurutnya, arsitektur nusantara merupakan refleksi jati diri bangsa yang harus menjadi fondasi dalam setiap perencanaan pembangunan berkelanjutan.

“Arsitektur bukan hanya soal bentuk dan estetika bangunan, tapi refleksi jiwa bangsa. Dari rumah adat, aksara, hingga cara kita membangun ruang publik semuanya menggambarkan siapa kita sebenarnya,” ujar Teguh dalam Seminar Nasional bertema ‘Arsitektur Budaya sebagai Cerminan Karakter dan Identitas Bangsa’ di Aula Fakultas Teknik Universitas Bosowa (Unibos), Makassar, dalam keterangannya, (31/10).

Teguh mengangkat berbagai contoh karya arsitektur yang berhasil menggabungkan nilai tradisi dan inovasi modern. Ia menyebut karya Manguloshi di Danau Toba, pemenang Sayembara Arsitektur Nusantara, sebagai simbol keberhasilan merangkai filosofi lokal menjadi desain global.

“Bangunan itu menampilkan struktur hiperbolik paraboloid dengan amphitheater di tengah yang menghadap ke empat penjuru mata angin. Filosofinya adalah keterbukaan dan persatuan dalam keberagaman sesuatu yang sangat Indonesia,” jelas Teguh.

Menurutnya, menggali nilai-nilai arsitektur lokal bukan berarti mundur dari kemajuan, tetapi justru melompat maju dengan akar yang kuat. “Semakin kita mengenal budaya sendiri, semakin kokoh kita berdiri di tengah dunia global,” katanya.

Teguh juga menyinggung Perpustakaan Kabupaten Barru sebagai model keberhasilan arsitektur modern yang tetap berpijak pada budaya Bugis.

Bangunan itu mengangkat aksara Lontara dan bentuk rumah panggung Bugis sebagai inspirasi utama. Fasad berpola aksara Bugis berfungsi ganda sebagai peneduh alami dan sebagai simbol identitas budaya lokal.

“Perpustakaan Barru bukan hanya tempat membaca buku, tapi ruang edukatif yang menumbuhkan kebanggaan terhadap akar budaya sendiri. Ini contoh kecil bagaimana nilai lokal bisa hadir di ruang publik modern,” ujarnya.

Sebagai anggota Komisi V DPR RI yang membidangi infrastruktur dan transportasi, Teguh mengaitkan konsep arsitektur berbasis budaya dengan visi politik pembangunan yang berkeadilan dan inklusif.

Menurutnya, pembangunan infrastruktur yang masif harus tetap berpihak pada manusia, lingkungan, dan budaya setempat. “Jangan sampai kita membangun banyak gedung tapi kehilangan makna kebangsaan di dalamnya,” tegasnya.

Teguh juga menyoroti pentingnya integrasi moda transportasi di Sulawesi Selatan, terutama di daerah pemilihannya, Sulsel II meliputi Bone, Soppeng, Wajo, Sinjai, Bulukumba, Maros, Pangkep, dan Parepare yang disebutnya sebagai sabuk budaya Bugis.

“Potensi wilayah ini luar biasa. Tapi konektivitas antarmoda seperti pelabuhan, bandara, dan rel kereta api masih harus diperkuat agar benar-benar saling terhubung. Integrasi ini akan membuka akses ekonomi dan pariwisata yang lebih merata,” jelasnya.

Ia juga mendorong keterpaduan antara transportasi publik, kawasan wisata, dan pusat pendidikan untuk menciptakan mobilitas yang efisien, hijau, dan inklusif.

Teguh menekankan bahwa pembangunan tidak boleh berhenti pada tataran fisik semata. Infrastruktur, katanya, seharusnya menjadi alat untuk membangun peradaban, konektivitas sosial, dan kebanggaan budaya bangsa.

“Membangun itu bukan hanya menuang beton dan baja. Membangun adalah menghubungkan manusia, budaya, dan peluang ekonomi secara adil,” tutupnya

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news