
KabarMakassar.com — Bulu tangkis atau badminton telah lama menjadi olahraga favorit masyarakat Indonesia. Dari gang-gang sempit hingga arena profesional, permainan ini tidak pernah sepi peminat. Namun di balik popularitasnya, ada risiko kesehatan yang jarang disadari publik yaitu trauma mata yang dapat berujung pada kebutaan.
Ketua Ophthalmic Trauma Service JEC Eye Hospitals and Clinics, Dr. Yunia Irawati, SpM(K), menegaskan bahwa bulu tangkis menjadi penyumbang terbanyak kasus cedera mata di Indonesia. Hal itu terungkap dari data pasien yang ditangani tim medisnya.
“Kasus trauma mata paling sering datang dari badminton. Kalau di negara lain mungkin berbeda, karena cabang olahraga favorit masyarakatnya juga berbeda. Di Indonesia, karena bulu tangkis sangat populer, otomatis risiko cederanya lebih banyak muncul dari sini,” jelas Yunia.
Menurut Yunia, penyebab utama cedera adalah hantaman shuttlecock, terutama saat terjadi smash dengan kecepatan tinggi. Minimnya penggunaan perlindungan mata membuat cedera semacam ini tidak bisa dihindari.
“Biasanya pasien kena trauma mata saat main badminton karena matanya langsung terkena shuttlecock. Itu yang paling sering terjadi,” ujarnya.
Cedera yang paling banyak ditemukan adalah pendarahan di bilik mata depan. Jika jumlahnya sedikit, darah dapat diserap oleh mata secara alami. Namun, pada kasus yang lebih berat, pendarahan meluas hingga bagian dalam mata dan memerlukan tindakan medis serius, bahkan operasi.
“Kalau pendarahannya sedikit, mata masih bisa menyerap sendiri. Tapi kalau sudah banyak, itu sulit hilang tanpa penanganan medis. Trauma berat bisa merusak bagian dalam mata, mengganggu penglihatan, hingga berujung pada kebutaan,” terang Yunia.
Yunia mengingatkan, siapa pun yang mengalami benturan pada mata saat bermain bulu tangkis sebaiknya tidak menunda pemeriksaan. Banyak pasien yang terlambat datang karena menganggap gejalanya sepele. Padahal, kerusakan pada mata bisa bersifat permanen jika tidak ditangani sejak awal.
Gejala yang harus diwaspadai antara lain, Pandangan tiba-tiba buram, Pendarahan pada mata, Nyeri hebat pada bola mata, Mata memerah, Gerakan bola mata terbatas dan Sensasi mengganjal di dalam mata.
“Begitu ada tanda-tanda ini, jangan tunggu. Segera periksa ke dokter mata agar bisa ditangani. Kalau terlambat, risikonya bisa permanen,” tegas Yunia.
Fenomena ini membuka mata bahwa edukasi soal keselamatan olahraga, khususnya badminton, masih rendah. Padahal, di negara-negara lain, pelindung mata sudah lazim digunakan dalam cabang olahraga yang berisiko tinggi.
“Bulu tangkis mungkin terlihat aman, tidak ada kontak fisik seperti sepak bola atau tinju. Tapi justru karena shuttlecock bisa melesat sangat cepat, risikonya tinggi. Pemain sebaiknya mulai mempertimbangkan proteksi mata,” tambah Yunia.
Ia berharap kesadaran masyarakat bisa meningkat seiring dengan popularitas badminton yang semakin mendunia. “Indonesia dikenal sebagai gudangnya pebulutangkis kelas dunia. Jangan sampai kebanggaan itu tercoreng karena banyak pemain cedera mata permanen hanya karena menganggap enteng proteksi,” pungkasnya.