KabarMakassar.com — Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar mengambil langkah serius dalam menyelamatkan aset-aset milik daerah yang selama ini rawan diklaim atau diserobot pihak lain.
Salah satu upaya strategis yang kini digagas ialah pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), hasil kolaborasi antara Pemkot Makassar dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Makassar.
Langkah ini menjadi bagian penting dari agenda penertiban, sertifikasi, dan penyelesaian konflik agraria yang masih banyak membelit wilayah Makassar. GTRA akan berfungsi sebagai wadah koordinasi lintas lembaga untuk memperkuat legalitas aset sekaligus mencegah terjadinya sengketa baru.
Komitmen tersebut ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Pemkot Makassar bersama BPN yang berlangsung di Balai Kota Makassar, Senin (13/10).
Rapat dipimpin langsung oleh Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, dan dihadiri oleh Staf Khusus Kementerian ATR/BPN Bidang Reforma Agraria, Rezka Oktoberia, serta Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar, Adri Virly Rachman.
Adri menegaskan pentingnya langkah cepat untuk mempercepat sertifikasi aset pemerintah yang hingga kini masih minim. Berdasarkan data BPN, dari ribuan aset milik Pemkot Makassar, baru sebagian kecil yang memiliki sertifikat resmi.
“Kalau melihat data permohonan dari Pemerintah Kota Makassar, hanya sekitar 20 hingga 30 bidang per tahun, padahal jumlah aset yang belum bersertifikat mencapai sekitar 4.000 bidang tanah,” ujarnya.
Ia menilai, progres tersebut tergolong lambat dan membutuhkan terobosan besar agar tidak menumpuk di tahun-tahun berikutnya.
Dari total pengajuan tahun ini, Pemkot hanya mengusulkan 14 aset untuk disertifikasi, di mana 8 bidang telah rampung, sementara 5 bidang masih direvisi karena menyesuaikan penggunaan di lapangan, seperti pemisahan lahan sekolah, dan 1 bidang masih menghadapi keberatan hukum.
Adri mengungkapkan, hingga kini baru sekitar 350 bidang tanah yang berhasil disertifikasi lewat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), ditambah 100 bidang hasil inventarisasi tambahan. Jumlah ini dinilai jauh dari target ideal untuk pengamanan aset pemerintah.
“Kalau kecepatannya seperti sekarang, butuh puluhan tahun untuk menuntaskan semua aset Pemkot,” tegasnya.
Menurut Adri, program PTSL Elektronik yang diluncurkan pemerintah pusat sebenarnya memberi kemudahan besar bagi instansi pemerintah untuk mensertifikasi lahan milik daerah, termasuk fasilitas umum, jalan, dan perkantoran. Namun, banyak instansi masih terkendala pada kelengkapan dokumen dasar, seperti bukti perolehan aset dan penguasaan fisik lahan.
“Pembuatan sertifikat itu mudah sekali, asalkan dokumen pembiayaan dan perolehan lengkap. Tapi sayangnya, banyak instansi belum menyiapkannya dengan rapi,” jelasnya.
Ia mencontohkan, banyak aset pemerintah terbentuk secara alami seiring perkembangan kota tanpa dasar perolehan yang jelas, sehingga rentan diklaim pihak lain.
Lebih jauh, Adri juga menyoroti pentingnya penerapan Sistem Penghubung Layanan Pemerintah (SPLP) sebagai instrumen digital untuk mencegah manipulasi data pertanahan dan pajak daerah. Melalui SPLP, data antara BPN, Bapenda, dan Diskominfo dapat tersinkronisasi secara transparan, termasuk validasi Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
“Dengan SPLP, proses transaksi tanah dan pajak bisa dipantau secara digital, sehingga celah penyimpangan dapat ditutup,” katanya.
Selain itu, BPN juga mendorong percepatan penyusunan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kota Makassar, yang kini memasuki tahap kedua. Dokumen ini penting untuk penataan ruang dan sinkronisasi kebijakan pertanahan di tingkat nasional.
Sebagai tindak lanjut konkret, BPN dan Pemkot Makassar kini tengah mematangkan pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), yang nantinya diketuai langsung oleh Wali Kota Makassar.
GTRA akan berperan sebagai lembaga terpadu dalam penataan aset, penataan akses, dan penyelesaian konflik agraria. Melalui forum ini, penyelesaian sengketa dapat dilakukan lebih cepat melalui mediasi, tanpa harus menunggu proses panjang di pengadilan.
“Di Makassar, masih ada 111 sengketa pertanahan yang sedang berproses dan sekitar 140 perkara yang sudah masuk pengadilan. Dengan GTRA, kita bisa memediasi lebih dini agar tidak semua berakhir di meja hijau,” terang Adri.
Ia menekankan bahwa GTRA juga menjadi ruang koordinasi antara pemerintah, aparat hukum, akademisi, dan lembaga peradilan untuk mencari solusi terbaik dalam penyelamatan aset negara dan daerah.
“Kita tahu, persoalan lahan di Makassar ini sangat kompleks, banyak klaim lama dengan dokumen yang tidak lengkap. Karena itu, kita butuh kelembagaan yang kuat untuk menata dan mengamankan aset publik,” ujarnya.
Langkah strategis ini sekaligus mempertegas komitmen bersama Pemkot Makassar dan BPN dalam menciptakan tata kelola pertanahan yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan, serta memastikan aset negara dan daerah terlindungi dari kehilangan tanpa jejak.
“Dengan kelembagaan GTRA, kita berharap persepsi bisa disatukan dan semua pihak memiliki tanggung jawab bersama dalam menyelamatkan aset pemerintah,” pungkasnya.