
KabarMakassar.com — Wacana revisi Undang-Undang Pemilu terus mencuat, khususnya terkait pemisahan antara pelaksanaan Pemilu dan Pilkada yang selama ini digelar serentak.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto menegaskan pentingnya kehati-hatian dalam menentukan arah perubahan sistem politik nasional.
Dalam keterangannya usai menghadiri Workshop Publik Nasional ‘Menuju Pemilu yang Adil dan Representatif’ di Hotel Unhas, Makassar, Selasa (29/07).
Bima menyebut bahwa meskipun dirinya dulu tidak sepakat dengan sistem Pemilu dan Pilkada serentak, perubahan sistem harus dilakukan dengan kalkulasi matang.
“Dulu saya memang tidak sepakat serentak, tapi ketika itu sudah diputuskan, ya kita ikuti. Sekarang ada wacana kembali dipisah, dan saya kira kita harus hati-hati. Mau tetap serentak atau dipisah, semua itu harus dihitung secara cermat,” kata Mantan Wali Kota Bogor itu.
Menurutnya, sistem pemilu nasional harus memiliki kepastian dan keberlanjutan agar tidak terus berubah setiap periode. Ia menyebut perubahan sistem yang terlalu sering bisa menimbulkan ketidakpastian hukum, kebingungan publik, dan mengganggu stabilitas politik nasional.
“Kita jangan tergesa-gesa mengambil keputusan. Sistem ini harus ajek. Kalau memang mau ada perubahan, ya tidak masalah, tapi jangan sampai nanti empat tahun lagi berubah lagi, lalu berubah lagi karena putusan Mahkamah Konstitusi, dan seterusnya,” ujarnya.
Bima menekankan bahwa negara membutuhkan sistem kepemiluan yang tidak hanya kuat secara teknis, tetapi juga mampu melembaga secara konsisten dalam jangka panjang. Baginya, stabilitas sistem jauh lebih penting daripada sekadar mengikuti tren atau tekanan politik sesaat.
Saat ditanya terkait batas waktu pemerintah untuk revisi undang-undang pemilihan, Bima menyebut pihaknya ingin agar proses pembahasan tidak bersinggungan dengan tahapan-tahapan pemilu yang sedang berjalan.
“Kita ingin jangan sampai revisi ini beririsan dengan tahapan pemilihan. Makanya ruang diskusi kita buka, agar proses revisi bisa mulai dibahas secara tepat waktu,” jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa semua skenario baik pemisahan maupun penyatuan jadwal pemilihan masih dalam kajian bersama berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan lembaga negara lainnya.
“Semua masih kita kaji. Tidak ada sistem yang sempurna. Semua sistem pasti punya dampak, dan semua itu harus kita pertimbangkan, baik dari segi politik, ekonomi, maupun dari sisi yang sangat penting: persatuan bangsa ini,” kata Bima.
Ia kemudian mengingatkan bahwa politik jangan sampai menjadi sumber perpecahan bangsa. Sistem kepemiluan, menurutnya, harus didesain bukan hanya untuk efisiensi dan representasi, tetapi juga untuk menjaga keutuhan dan stabilitas negara.