
KabarMakassar.com — Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyalurkan bantuan senilai Rp800 juta kepada 200 keluarga berisiko stunting di Sulawesi Selatan.
Dengan alokasi bantuan yang disalurkan kepada 200 keluarga risiko tinggi di Sulsel, BKKBN berharap dampaknya tidak hanya menurunkan angka stunting, tetapi juga memperbaiki kualitas sumber daya manusia (SDM) di masa depan.
“Stunting adalah akar dari persoalan SDM dan kemiskinan. Jika kita bisa mencegah stunting hari ini, kita sedang memperkuat fondasi generasi Indonesia di masa depan,” terang Kepala Menteri BKKBN, Dr. H. Wihaji, saat memberikan sambutan di Harganas ke-23 di Lapangan Karebosi Kota Makassar, Senin (28/07).
Bantuan ini akan diberikan secara bertahap hingga Desember 2025 sebagai bagian dari upaya konkret pemerintah dalam menekan angka stunting sejak dari hulu.
Ia menyampaikan bahwa bantuan ini merupakan bagian dari strategi intervensi yang menyasar langsung keluarga yang tergolong risiko tinggi melahirkan anak stunting. Bantuan tersebut tidak hanya berupa edukasi, tetapi mencakup pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil, balita, hingga pemantauan kesehatan keluarga dalam masa 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
“Ini langkah awal. Intervensi tidak cukup hanya dengan sosialisasi. Kita harus hadir dengan bantuan nyata agar kebutuhan dasar seperti gizi dan layanan kesehatan ibu dan anak bisa terpenuhi,” tegas Wihaji.
Ia menekankan pentingnya intervensi sejak masa kehamilan hingga anak berusia dua tahun. Menurutnya, apabila seorang anak sudah mengalami stunting, peluang pemulihannya hanya sekitar 20 persen. Oleh karena itu, fokus utama BKKBN adalah pencegahan di masa-masa kritis pertumbuhan awal.
“1.000 Hari Pertama Kehidupan adalah jendela emas. Kalau kita lengah di masa ini, konsekuensinya bisa seumur hidup bagi anak,” ujarnya.
Dalam konteks nasional, angka prevalensi stunting di Indonesia pada tahun 2024 masih berada di 19,8%. Meski angka tersebut menunjukkan penurunan, tantangan besar masih ada, terutama di daerah dengan tingkat kemiskinan dan kerentanan tinggi.
Khusus untuk Sulawesi Selatan, Wihaji mengapresiasi pencapaian penurunan prevalensi stunting dari 27% menjadi 23%. Penurunan sebesar 4,1% tersebut menjadikan Sulsel sebagai provinsi dengan penanganan stunting terbaik kedua di Indonesia setelah Jawa Barat.
“Ini keberhasilan bersama. Penurunan stunting di Sulsel tidak lepas dari intervensi Gubernur, Bupati/Wali Kota, tenaga kesehatan, hingga keterlibatan aktif masyarakat. Ini adalah kerja pentahelix: sinergi pemerintah pusat, daerah, masyarakat, akademisi, dan sektor swasta,” jelasnya.
Ia menyebut hal ini merupakan arahan Presiden agar perayaan dilakukan sederhana, namun harus membawa dampak langsung bagi masyarakat.
“Yang penting jangan terlalu banyak seremonial, turun ke lapangan, selesaikan masalah,” ujarnya.
Menurut Wihaji, Presiden menugaskan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga melalui Astacita delapan cita-cita pembangunan nasional untuk menjalankan dua agenda utama.
Pertama, Pengembangan sumber daya manusia (SDM) unggul. Kedua, Pengentasan kemiskinan struktural.
“Tugas kami adalah memastikan SDM Indonesia semakin baik dan kemiskinan berkurang. Pertanyaannya, dari mana kita memulai? Jawabannya dari keluarga,” Pungkasnya.