Bukan Cuma PPP, Ini Daftar Partai yang Pernah Pecah Dua Kubu

1 month ago 22

KabarMakassar.com — Kisruh kepemimpinan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) belakangan menjadi perhatian setelah muktamar 2025 memunculkan saling klaim sebagi ketua umum, yakni Agus Suparmanto dan Muhammad Mardiono.

Dualisme kepemimpinan tersebut mengingatkan publik atas konflik serupa yang sudah berulang kali terjadi di tubuh partai-partai besar Indonesia.

Sejak era reformasi, sejumlah partai besar pernah terbelah karena perebutan kursi ketua umum. Intrik internal, ambisi kekuasaan, hingga perbedaan arah politik kerap menjadi pemicu utama.

Tak jarang, konflik itu hanya bisa berakhir lewat keputusan pengadilan atau pengesahan pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Lantas, partai pa saja yang pernah mengalami dualisme?.

PKB 2008: Gus Dur vs Muhaimin Iskandar

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menjadi salah satu contoh paling klasik dari konflik dua kubu. Pada 2008, hubungan antara pendiri partai, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan kader mudanya, Muhaimin Iskandar (Cak Imin), pecah.

Gus Dur menilai Cak Imin melakukan terlalu banyak manuver politik hingga akhirnya memberhentikannya dari jabatan ketua umum. Tak terima, Cak Imin menggugat keputusan itu ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dan menggelar Muktamar Luar Biasa (MLB) versi sendiri di Ancol.

Di sisi lain, kubu Gus Dur juga menggelar MLB di Parung. Hasilnya, PN Jaksel menyatakan kedua MLB tidak sah dan mengembalikan kepengurusan pada hasil Muktamar Semarang. Meski demikian, pemerintah akhirnya mengakui Muhaimin Iskandar sebagai ketua umum sah PKB.

Golkar 2014: Aburizal Bakrie vs Agung Laksono

Kisruh juga melanda Partai Golkar setelah Pemilu 2014. Dua kubu besar terbentuk antara Aburizal Bakrie dan Agung Laksono.

Kubu Aburizal menggelar Munas di Bali pada 30 November–3 Desember 2014, sementara kubu Agung Laksono mengadakan Munas tandingan di Ancol pada 6–8 Desember. Keduanya saling klaim sebagai hasil Munas yang sah dan berlomba mendaftarkan kepengurusannya ke Kemenkumham.

Pemerintah akhirnya mengesahkan kepengurusan di bawah Agung Laksono pada 2015, meski kemudian konflik itu mereda setelah dilakukan islah internal menjelang Pilkada serentak.

PPP 2014: Djan Faridz vs Romahurmuziy

PPP tercatat dua kali terbelah karena konflik internal. Pada 2014, partai berlambang Ka’bah ini juga menghadapi perpecahan antara kubu Djan Faridz dan Romahurmuziy (Rommy).

Kedua pihak saling klaim kepemimpinan sah, hingga akhirnya Kemenkumham pada 2016 mengembalikan struktur partai berdasarkan hasil Muktamar Bandung 2011. Untuk mengakhiri konflik, PPP menggelar Muktamar Islah pada 9 April 2016 yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan KH Maimoen Zubair. Dalam forum itu, Rommy resmi terpilih sebagai ketua umum.

Sejak saat itu, kubu Djan Faridz perlahan tenggelam dan PPP kembali solid hingga menjelang Pemilu 2019.

Hanura 2019: Oesman Sapta Odang vs Daryatmo

Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) juga tak lepas dari gejolak serupa. Pada 2019, dua kubu saling berebut kepemimpinan antara Oesman Sapta Odang (OSO) dan Marsekal Madya (Purn) Daryatmo.

Konflik bermula dari pemecatan Sekjen Hanura, Syarifuddin Sudding, oleh OSO pada 2018. Tak terima, kubu Sudding menggelar Munaslub yang menetapkan Daryatmo sebagai ketua umum. Namun pemerintah tetap mengakui kepemimpinan OSO.

Perpecahan ini membuat Hanura kehilangan konsolidasi internal dan gagal mempertahankan kursinya di parlemen pada Pemilu 2019.
Partai Berkarya 2020: Tommy Soeharto vs Muchdi Pr

Dualisme juga menimpa Partai Berkarya yang didirikan oleh Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto. Pada 2020, muncul kubu baru yang dipimpin Muchdi Purwoprandjono (Muchdi PR) setelah konflik internal tak terhindarkan.

Kemenkumham akhirnya mengesahkan kepengurusan Muchdi PR sebagai pengurus resmi. Keputusan itu membuat Tommy Soeharto kehilangan kendali atas partai yang semula ia bentuk sebagai wadah politik keluarga Cendana.

Partai Demokrat 2021: AHY vs Moeldoko

Kisruh juga terjadi di Partai Demokrat pada 2021. Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko dinyatakan terpilih sebagai ketua umum dalam Kongres Luar Biasa (KLB) di Deli Serdang, Sumatera Utara. Namun, Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) menolak keras dan menyebut KLB itu ilegal serta inkonstitusional.

Pemerintah kemudian menolak hasil KLB dan tetap mengakui AHY sebagai ketua umum sah. Konflik ini menjadi salah satu drama politik terbesar yang melibatkan elit istana dan partai oposisi saat itu.

PPP Jilid II 2025: Agus Suparmanto vs Muhammad Mardiono

Kini, sejarah seakan berulang. PPP kembali menghadapi perpecahan setelah dua kubu menggelar muktamar terpisah pada akhir September 2025. Agus Suparmanto terpilih secara aklamasi, sedangkan sehari sebelumnya, Mardiono juga diklaim menang dalam forum berbeda.

Pemerintah akhirnya mengesahkan Agus Suparmanto sebagai ketua umum resmi PPP. Namun, untuk meredam konflik berkepanjangan, kedua kubu sepakat berdamai. Dalam SK kepengurusan terbaru yang disahkan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas pada 6 Oktober 2025, Mardiono ditetapkan sebagai Ketua Umum PPP periode 2025–2030, sementara Agus Suparmanto menjabat Wakil Ketua Umum.

Struktur baru itu juga menempatkan Taj Yasin Maimoen sebagai Sekretaris Jenderal dan Imam Fauzan sebagai Bendahara Umum.

Fenomena dualisme partai selalu berakar dari ambisi pribadi, lemahnya sistem demokrasi internal, dan perebutan legitimasi. Dari PKB hingga PPP, semua kisah menunjukkan pola serupa, konflik kepemimpinan berujung pada intervensi pemerintah.

Meski sebagian besar berakhir dengan islah, luka politik akibat perebutan kursi tak pernah benar-benar sembuh. Dan sejarah sepertinya terus berulang setiap kali pergantian generasi politik, bayang-bayang dualisme selalu mengintai partai-partai besar Indonesia.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news